Sabtu, 18 Agustus 2012

ZAKAT FITRI 7

Zakat Fitri 7



ZAKAT FITRI 7
oleh Abu Arsy Anargya As-Sundawy pada 17 Agustus 2012 pukul 7:35 ·

Bolehkah memberikan zakat fitri kepada orang kafir?

Ibnul Mundzir mengatakan, “Ulama sepakat bahwasanya zakat harta itu tidak sah jika diberikan kepada orang kafir dzimmi.” (Al-Ijma’ijma’ ke 114)

Di antara dalil yang menyatakan terlarangnya penyerahan zakat kepada orang kafir adalah hadis Mu’adz bin Jabal yang diutus Nabi ke Yaman. Nabi mengajarkan kepada Mu’adz agar mendakwahi mereka untuk masuk Islam, kemudian shalat, kemudian berzakat. Ketika Nabi mengajarkan tentang zakat, beliau mengatakan, “Diambil dari orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang fakir di antara mereka.” Kata “mereka” dalam hadis ini adalah ‘masyarakat Yaman yang telah masuk Islam’.

Walaupun begitu, ulama bersilang pendapat tentang zakat fitri. Abu Hanifah membolehkan penyerahan zakat fitri kepada orang kafir. Demikian pula, Amr bin Maimun, Amr bin Syurahbil Asy-Sya’bi, dan Al-Hamdani pernah memberikan zakat fitri kepada pendeta Nasrani.

Adapun mayoritas ulama, di antaranya: Malik, Al-Laits, Ahmad, Abu Tsaur, dan Asy-Syafi’i berpendapat bahwa tidak boleh menyerahkan zakat fitri kepada orang kafir. Insya Allah, pendapat inilah yang lebih kuat, karena fungsi zakat fitri adalah mencukupi kebutuhan kaum muslimin di pagi hari raya sehingga mereka bisa berbahagia bersama mukmin lainnya. Fungsi ini tidak akan tercapai jika zakat tersebut diberikan kepada orang kafir. Allahu a’lam.

Bolehkah memberikan zakat fitri kepada kerabat yang miskin?

Dalam hal ini, perlu dirinci status kekerabatannya:
  1. Kerabat yang masih dalam tanggungan kita (pemberi zakat). Contoh: orang tua, anak, atau adik yang tinggal bersama kita atau menjadi tanggungan kita.
  2. Kerabat yang menjadi tanggungan orang lain. Contoh, adik perempuan yang sudah menikah dan suaminya berkecukupan, adik yang masih dalam tanggungan orang tua, dan lain-lain.
  3. Kerabat miskin yang tidak dalam tanggungan pemberi zakat maupun orang lain. Misalnya, saudara laki-laki yang telah menikah, atau suami yang miskin sementara istrinya kaya.
Untuk kerabat pertama dan kedua, seseorang tidak boleh menyerahkan zakatnya kepada mereka.
  • Untuk orang yang masih dalam tanggungan kita, mereka tidak boleh mendapat zakat dari kita karena kita memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah kepadanya.
  • Untuk kerabat yang telah menjadi tanggungan orang lain, mereka tidak diberi zakat karena sudah ada yang menanggung hidupnya sehingga tidak digolongkan sebagai orang miskin, kecuali jika orang yang menanggung adalah orang miskin.
Adapun kerabat yang ketiga, mereka boleh mendapat zakat dari kita karena statusnya sebagaimana orang miskin. Allahu a’lam.

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan, “Jika kerabat dekat tidak dalam tanggunganmu maka berikanlah zakat hartamu. Jika termasuk orang yang engkau tanggung maka jangan engkau beri. Janganlah engkau berikan zakat untuk orang yang engkau tanggung nafkahnya.” (Hr. Al-Atsram, dalam Sunan-nya)


Catatan:

Dianjurkan mendahulukan kerabat yang miskin daripada orang miskin yang lain.
  • Dari Salman bin Amir radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah untuk orang miskin (yang bukan kerabat) hanya bernilai sedekah, sedangkan sedekah yang diberikan kepada kerabat miskin itu bernilai sedekah dan menjalin silaturahim.” (Hr. Ahmad; dinilai sahih oleh Syekh Syu’aib Al-Arnauth)
  • Dari Zainab radhiallahu ‘anha, istri Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu; beliau menceritakan bahwa dirinya dan salah seorang wanita Anshar bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bolehkah zakat kami diberikan kepada suami kami atau anak yatim yang tinggal bersama kami?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, boleh, dan baginya dua pahala: pahala karena menyambung kekerabatan dan pahala sedekah.” (Hr. Muslim)

Keterangan: Seorang suami yang miskin boleh mendapatkan zakat dari istrinya karena suami bukanlah tanggungan istrinya. Namun, sebaliknya, seorang istri tidak boleh menerima zakat dari suami karena istri merupakan tanggungan suaminya.

  • Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Abu Thalhah pernah menyedekahkan kebun kurma Bairuha’ yang berada di depan masjid. Karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenasihatkan, “Sesungguhnya, aku menyarankan agar engkau berikan kepada kerabat dekatmu.” (Hr. Al-Bukhari dan Muslim)


DIANJURKAN ADANYA PANITIA YANG MENANGANI ZAKAT DAN MENGUMPULKAN ZAKAT KEPADA PANITIA?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewakilkan kepada Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu untuk menjagazakat fitrah. (Hr. Al-Bukhari)

Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma menyerahkan zakat fitri kepada panitia zakat. (Hr. Al-Bukhari)

Dua riwayat di atas menunjukkan bahwa salah satu kebiasaan para sahabat, baik di masa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup maupun setelah beliau meninggal, adalah mengumpulkan zakat fitri kepada panitia, untuk dibagikan ketika hari raya.

Mulla Ali Qari mengatakan, “Hadis Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa para sahabat mengumpulkan zakat fitri (zakat fitrah) mereka, kemudian menyerahkannya kepada seseorang untuk membagikannya.” (Al-Mirqah, 6:480)

Catatan: Tidak diperbolehkan adanya jual beli beras di masjid karena ada hadis yang melarangtransaksi jual beli di masjidYufidia

Semoga catatan-catatan yang selama ini saya share dapat mendambah ilmu dan wawasan kita tentang agama yang haq ini, dan semoga bermanfaat bagi pembaca semua, khususnya bagi saya pribadi semoga kita dapat di amalkannya.

~SELESAI~


.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar