Penuntut Ilmu Tidak Boleh Futur, Tidak Boleh Putus Asa Dan Waspada Terhadap Bosan

PENUNTUT ILMU TIDAK BOLEH FUTUR, TIDAK BOLEH PUTUS ASA DAN WASPADA TERHADAP BOSAN
oleh Abu Usamah Guchi pada
4 Maret 2012 pukul 12:59 ·
PENUNTUT ILMU TIDAK BOLEH FUTUR
Oleh : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Seorang penuntut ilmu tidak boleh futur dalam usahanya untuk
memperoleh dan mengamalkan ilmu. Futur yaitu rasa malas, enggan, dan lamban
dimana sebelumnya ia rajin, bersungguh-sungguh, dan penuh semangat.
Futur adalah satu penyakit yang sering menyerang sebagian
ahli ibadah, para da’i, dan penuntut ilmu. Sehingga seseorang menjadi lemah dan
malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melakukan aktivitas kebaikan.
Orang yang terkena penyakit futur ini berada pada tiga
golongan, yaitu:
1). Golongan yang berhenti sama sekali dari aktivitasnya
dengan sebab futur, dan golongan ini banyak sekali.
2). Golongan yang terus dalam kemalasan dan patah semangat,
namun tidak sampai berhenti sama sekali dari aktivitasnya, dan golongan ini
lebih banyak lagi.
3). Golongan yang kembali pada keadaan semula, dan golongan
ini sangat sedikit. [1]
Futur memiliki banyak dan bermacam-macam sebab. Apabila
seorang muslim selamat dari sebagiannya, maka sedikit sekali kemungkinan
selamat dari yang lainnya. Sebab-sebab ini sebagiannya ada yang bersifat umum
dan ada yang bersifat khusus.
Di antara sebab-sebab itu adalah.
1). Hilangnya keikhlasan.
2). Lemahnya ilmu syar’i.
3). Ketergantungan hati kepada dunia dan melupakan akhirat.
4). Fitnah (cobaan) berupa isteri dan anak.
5). Hidup di tengah masyarakat yang rusak.
6). Berteman dengan orang-orang yang memiliki keinginan yang
lemah dan cita-cita duniawi.
7). Melakukan dosa dan maksiyat serta memakan yang haram.
8). Tidak mempunyai tujuan yang jelas (baik dalam menuntut
ilmu maupun berdakwah).
9). Lemahnya iman.
10). Menyendiri (tidak mau berjama’ah).
11). Lemahnya pendidikan. [2]
Futur adalah penyakit yang sangat ganas, namun tidaklah
Allah menurunkan penyakit melainkan Dia pun menurunkan obatnya. Akan
mengetahuinya orang-orang yang mau mengetahuinya, dan tidak akan mengetahuinya
orang-orang yang enggan mengetahuinya.
Di antara obat penyakit futur adalah.
1). Memperbaharui keimanan.
Yaitu dengan mentauhidkan Allah dan memohon kepada-Nya agar
ditambah keimanan, serta memperbanyak ibadah, menjaga shalat wajib yang lima
waktu dengan berjama’ah, mengerjakan shalat-shalat sunnah rawatib, melakukan
shalat Tahajjud dan Witir. Begitu juga dengan bersedekah, silaturahmi, birrul
walidain, dan selainnya dari amal-amal ketaatan.
2). Merasa selalu diawasi Allah Ta’ala dan banyak berdzikir
kepada-Nya.
3). Ikhlas dan takwa.
4). Mensucikan hati (dari kotoran syirik, bid’ah dan
maksiyat).
5). Menuntut ilmu, tekun menghadiri pelajaran, majelis
taklim, muhadharah ilmiyyah, dan daurah-daurah syar’iyyah.
6). Mengatur waktu dan mengintrospeksi diri.
7). Mencari teman yang baik (shalih).
8). Memperbanyak mengingat kematian dan takut terhadap suul
khatimah (akhir kehidupan yang jelek).
9). Sabar dan belajar untuk sabar.
10). Berdo’a dan memohon pertologan Allah. [3]
PENUNTUT ILMU TIDAK BOLEH PUTUS ASA DALAM MENUNTUT ILMU DAN
WASPADA TERHADAP BOSAN
Sebab, bosan adalah penyakit yang mematikan, membunuh cita-cita
seseorang sebesar sifat bosan yang ada pada dirinya. Setiap kali orang itu
menyerah terhadap kebosanan, maka ilmunya akan semakin berkurang. Terkadang
sebagian kita berkata dengan tingkah lakunya, bahkan dengan lisannya, “Saya
telah pergi ke banyak majelis ilmu, namun saya tidak bisa mengambil manfaat
kecuali sedikit.”
Ingatlah wahai saudaraku, kehadiran Anda dalam majelis ilmu
cukup membuat Anda mendapatkan pahala. Bagaimana jika Anda mengumpulkan antara
pahala dan manfaat? Oleh karena itu, janganlah putus asa. Ketahuilah, ada
beberapa orang yang jika saya ceritakan kisah mereka, maka Anda akan
terheran-heran. Di antaranya, pengarang kitab Dzail Thabaqaat al-Hanabilah.
Ketika menulis biografi, ia menyebutkan banyak cerita unik beberapa orang
ketika mereka menuntut ilmu.
‘Abdurrahman bin an-Nafis -salah seorang ulama madzhab
Hanbali- dulunya adalah seorang penyanyi. Ia mempunyai suara yang bagus, lalu
ia bertaubat dari kemunkaran ini. Ia pun menuntut ilmu dan ia menghafal kitab
al-Haraqi, salah satu kitab madzhab Hanbali yang terkenal. Lihatlah bagaimana
keadaannya semula. Ketika ia jujur dalam taubatnya, apa yang ia dapatkan?
Demikian pula dengan ‘Abdullah bin Abil Hasan al-Jubba’i.
Dahulunya ia seorang Nashrani. Kelurganya juga Nashrani bahkan ayahnya pendeta
orang-orang Nashrani sangat mengagungkan mereka. Akhirnya ia masuk Islam,
menghafal Al-Qur-an dan menuntut ilmu. Sebagian orang yang sempat melihatnya
berkata, “Ia mempunyai pengaruh dan kemuliaan di kota Baghdad.”
Demikian juga dengan Nashiruddin Ahmad bin ‘Abdis Salam.
Dahulu ia adalah seorang penyamun (perampok). Ia menceritakan tentang kisah
taubatnya dirinya: Suatu hari ketika tengah menghadang orang yang lewat, ia
duduk di bawah pohon kurma atau di bawah pagar kurma. Lalu melihat burung berpindah
dari pohon kurma dengan teratur. Ia merasa heran lalu memanjat ke salah satu
pohon kurma itu. Ia melihat ular yang sudah buta dan burung tersebut
melemparkan makanan untuknya. Ia merasa heran dengan apa yang dilihat, lalu ia
pun taubat dari dosanya. Kemudian ia menuntut ilmu dan banyak mendengar dari
para ulama. Banyak juga dari mereka yang mendengar pelajarannya.
Inilah sosok-sosok yang dahulunya adalah seorang penyamun,
penyanyi dan ada pula yang Nashrani. Walau demikian, mereka menjadi pemuka
ulama, sosok mereka diacungi jempol dan amal mereka disebut-sebut setelah
mereka meninggal.
Jangan putus asa, berusahalah dengan sungguh-sungguh,
mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan lemah. Walaupun Anda pada hari ini
belum mendapatkan ilmu, maka curahkanlah terus usahamu di hari kedua, ketiga,
keempat,.... setahun, dua tahun, dan seterusnya...[4]
Seorang penuntut ilmu tidak boleh terburu-buru dalam meraih
ilmu syar’i. Menuntut ilmu syar’i tidak bisa kilat atau dikursuskan dalam waktu
singkat. Harus diingat, bahwa perjalanan dalam menuntut ilmu adalah panjang dan
lama, oleh karena itu wajib sabar dan selalu memohon pertolongan kepada Allah
agar tetap istiqamah dalam kebenaran.
[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan
Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa,
PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani
1428H/April 2007M]
__________
Foote Notes
[1]. Lihat al-Futur Mazhaahiruhu wa Asbaabuhu wal ‘Ilaaj
(hal. 22).
[2]. Lihat al-Futur Mazhaahiruhu wa Asbaabuhu wal ‘Ilaaj
(hal. 43-71).
[3]. Ibid (hal. 88-119) dengan diringkas.
[4]. Ma’aalim fii Thariiq Thalabil ‘Ilmi (hal. 278-279
Sumber : Catatan Abu Usamah Guchi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar