Perjalanan Panjang Wanita Rusia (Amazing Story)

PERJALANAN PANJANG WANITA RUSIA (AMAZING STORY)
oleh Abu
Fahd NegaraTauhid pada 27 Februari 2012 pukul 17:38 ·
Awal mulanya …
Ia seorang gadis Rusia, berasal dari keluarga yang taat
beragama, akan tetapi ia seorang penganut kristen ortodox yang sangat fanatik
dengan kristennya.
Salah seorang pedagang Rusia menawarinya untuk pergi bersama
dengan sekelompok gadis-gadis ke negara teluk untuk membeli alat-alat
elektronik yang kemudian akan dijual di Rusia. Demikianlah awal kesepakatan
antara pedagang dengan gadis-gadis tersebut.
Ketika mereka telah sampai di sana, laki-laki itu mulai
menampakkan taringnya dan mengungkapkan niat jahatnya. Ia menawarkan kepada
gadis-gadis tersebut profesi tercela. Ia mulai merayu mereka dengan harta yang
melimpah dan hubungan yang luas, sampai sebagian besar gadis-gadis itu
terpedaya dan akhirnya menerima idenya, kecuali wanita yang satu ini. Ia sangat
fanatik dengan agama kristennya sehingga ia menolak.
Laki-laki itu menertawakannya seraya berkata, “Engkau di
negeri ini tersia-sia, engkau tidak memiliki apapun selain pakaian yang engkau
pakai … dan aku tidak akan memberikan apapun kepadamu”. Ia mulai menekannya, ia
tempatkan wanita itu di sebuah flat (kamar) bersama gadis-gadis yang lain dan
ia sembunyikan paspor-paspor mereka. Gadis-gadis yang lain tidak mampu
mempertahankan prinsipnya, mereka pun larut bersama arus … sementara ia tetap
teguh menjaga kesuciannya. Setiap hari ia selalu mendesak laki-laki itu untuk
menyerahkan paspornya atau memulangkan dirinya ke negeri asalnya. Tetapi
laki-laki itu menolak. Pada suatu hari ia berusaha untuk mencari paspor itu di
flat. Setelah susah payah mencarinya akhirnya ia menemukannya. Langsung saja ia
ambil paspor tersebut dan segera kabur dari flat itu.
Ia keluar menuju ke jalan raya, sementara ia tidak punya
apa-apa selain pakaian yang dikenakannya. Ia kebingungan, ia orang asing yang
tidak tahu kemana harus pergi, tak ada keluarga, tak ada hubungan, tak ada
harta, tak ada makanan dan tak ada juga tempat tinggal.
Wanita yang lemah itu benar-benar kebingungan, menoleh ke
kanan dan ke kiri. Tiba-tiba ia melihat seorang pemuda yang sedang berjalan
bersama tiga orang wanita, ia merasa tentram dengan penampilannya lalu ia
menghampirinya dan mulai berbicara dengan bahasa Rusia.
Pemuda itu minta maaf karena ia tidak paham bahasa Rusia.
Wanita itu berkata, “Apakah kalian bisa berbicara bahasa Inggris”. Mereka
menjawab, “Ya, bisa.” Wanita itu menangis karena gembira, lalu berkata, “Aku
seorang wanita dari Rusia, kisahku begini (ia menuturkan kisahnya), aku tidak
punya harta dan tempat tinggal, aku ingin pulang ke negeriku, yang aku inginkan
dari kalian hanyalah sekedar mau menampungku dua atau tiga hari agar aku dapat
mengatur urusanku bersama keluargaku dan saudara-saudaraku di negeriku.”
Pemuda yang bernama Khalid itu merenungkan kata-katanya, ia
berfikir boleh jadi wanita ini menipu! Sementara wanita itu melihat kepadanya
dan menangis. Lalu Khalid bermusyawarah dengan ibu dan kedua saudara
perempuannya.
Pada akhirnya mereka sepakat membawa wanita itu ke rumah. Ia
mulai menghubungi keluarganya di Rusia, akan tetapi tidak ada yang menjawab.
Jaringan telepon terputus di negeri itu! Padahal ia sudah mengulang-ngulang
menelpon setiap jam.
Keluarga itu tahu bahwa wanita itu seorang Kristen. Mereka
berusaha untuk berlemah lembut dan santun kepadanya. Wanita itu mencintai
mereka dan mereka mengajaknya untuk memeluk Islam. Akan tetapi ia menolak dan
tidak ingin berpindah agama, bahkan tidak bersedia sekedar untuk diskusi
tentang masalah agama sama sekali, karena ia dari keluarga ortodox yang sangat
fanatik membenci Islam dan kaum muslimin!
Khalid pergi ke Pusat Islam dan Dakwah (Islamic Center) lalu
membawakan untuknya beberapa buku tentang Islam dalam bahasa Rusia. Wanita itu
membacanya dengan seksama. Setelah membaca buku-buku tersebut ia mulai bisa
memahami tentang Islam. Pada akhirnya ia terkesan dan kagum dengan agama yang
baru ia kenal ini. Hari-hari terus berlalu sementara mereka terus berusaha
untuk meyakinkannya hingga akhirnya dia masuk Islam. Semakin hari keislamannya
semakin baik. Ia mulai menaruh perhatian terhadap ajaran-ajaran dien dan
semangat untuk bergaul dengan wanita-wanita yang shalihah. Setelah memeluk
Islam ia takut untuk kembali ke negerinya karena khawatir kembali ke agama
Kristen.
Pernikahan…
Karena ia telah menjadi seorang wanita yang muslimah maka
akhirnya Khalid pun menikahinya. Ternyata ia lebih teguh dalam memegang dien
daripada kebanyakan wanita-wanita muslimah lainnya. Pada suatu hari ia pergi
bersama suaminya ke pasar, di sana ia melihat seorang wanita bercadar. Ini
adalah untuk pertama kalinya ia melihat seorang wanita berjilbab yang menutupi
wajahnya (bercadar). Seorang wanita berjilbab dengan sempurna, ia merasa heran
dengan bentuk pakaian tersebut!! Ia berkata kepada suaminya , “Khalid, kenapa
wanita itu berpakaian seperti itu? Mungkin wanita itu tertimpa penyakit yang
membuat rusak wajahnya sehingga ia menutupinya?”
Khalid menjawab, “Tidak, wanita itu berhijab dengan hijab
yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk hamba-hamba-Nya dan yang
diperintahkan oleh Rasul-Nya.” Ia terdiam sebentar kemudian berkata, “Ya,
benar, ini adalah hijab yang islami, yang dikehendaki oleh Allah untuk kita.”
Khalid berkata, “Dari mana engkau tahu?” Ia menjawab, “Aku
sekarang merasakan, jika aku masuk ke pertokoan, mata-mata para pemilik toko
itu tidak lepas dari wajahku! Seakan-akan mereka mau menelan wajahku
sepotong-sepotong!! Kalau begitu wajahku ini harus ditutup, tidak boleh ada
yang melihatnya selain suamiku saja, kalau begitu aku tidak akan keluar dari
pasar ini kecuali dengan hijab seperti itu. Di mana kita bisa membelinya?”.
Khalid berkata, “Tetaplah terus dengan hijabmu ini, seperti ibu dan
saudara-saudara perempuanku.” Ia menjawab, “Tidak, aku ingin hijab seperti yang
diinginkan Allah.”
Hari-hari terus berlalu atas wanita ini sementara tidak ada
yang bertambah kecuali keimanannya. Orang-orang yang ada di sekelilingnya
menyukainya, hati dan perasaan Khalid pun terkuasai olehnya.
Pada suatu hari ia melihat paspornya, ternyata hampir habis
masa berlakunya dan harus segera diperpanjang. Yang paling sulit adalah paspor
itu harus diperpanjang di kota tempat dulu ia tinggal. Jadi mesti pergi ke
Rusia. Jika tidak, maka ia akan dianggap pendatang gelap. Khalid memutuskan
untuk pergi bersamanya, karena wanita itu tidak mau bepergian tanpa disertai
mahram.
Mereka berdua naik pesawat jawatan penerbangan Rusia
(Russian Air Lines) sementara wanita itu tetap dengan hijabnya yang sempurna!!
Ia duduk di samping suaminya dengan mantap dan penuh kewibawaan. Khalid berkata
kepadanya, “Aku khawatir kita menemui kesulitan-kesulitan karena hijabmu ini.”
Ia menjawab, “Subhanallah! engkau ingin agar aku mentaati orang-orang kafir
tersebut dan mendurhakai Allah? Tidak, demi Allah, terserah mereka mau ngomong
apa.”
Orang-orang mulai memandanginya. Dan para pramugari mulai
membagi-bagikan makanan dan khamr (bir) kepada para penumpang. Tak lama
kemudian khamr mulai beraksi di kepala mereka, kata-kata kasar mulai
bermunculan dari orang-orang di sekelilingnya yang diarahkan kepadanya. Ada
yang membuat lelucon (humor), ada yang tertawa, ada juga yang mengolok-olok.
Mereka berdiri di samping wanita itu dan mengomentari dirinya. Sementara Khalid
melihat ke arah mereka tanpa memahami ucapan mereka sedikitpun. Adapun wanita itu
tersenyum dan tertawa serta menerjemahkan omongan mereka kepadanya. Sang suami
marah, tetapi wanita itu berkata, "Jangan, jangan engkau bersedih, jangan
merasa sempit dada, ini perkara kecil dibandingkan ujian dan cobaan iman yang
dialami oleh para sahabat Nabi, baik yang laki-laki maupun perempuan.” Wanita
itu bersabar, demikian juga sang suami, hingga pesawat itu mendarat.
Di Rusia…
Khalid berkata, “Ketika kami turun di bandara, aku menyangka
bahwa kami akan pergi ke rumah keluarganya dan tinggal di sana, setelah itu
akan menyelesaikan pengurusan perpanjangan paspor kemudian pulang. Akan tetapi
pandangan istriku ternyata cukup jauh.”
Wanita itu berkata, “Keluargaku masih menganut kristen
ortodox semua, mereka fanatik dengan agamanya. Oleh karena itu aku tidak ingin
ke sana sekarang! Tetapi kita akan menyewa sebuah kamar di satu tempat dan
tinggal di sana lalu mengurus perpanjangan paspor. Nanti sebelum pulang, kita
berkunjung ke rumah keluargaku.” Khalid pun menyetujui usulan yang bagus itu.
Kami pun menyewa sebuah kamar dan bermalam di situ. Keesokan
harinya kami pergi ke kantor bagian pengurusan paspor. Kami menemui petugas dan
ia meminta agar kami menyerahkan paspor yang lama berikut foto pemiliknya.
Istriku menyerahkan fotonya yang hitam putih, yang tak terlihat dari tubuhnya
kecuali bagian wajahnya saja.
Petugas itu berkata, “Foto ini menyalahi aturan, kami minta
foto yang berwarna, dan terlihat di situ wajah, rambut dan leher dengan
sempurna!!” Istriku menolak menyerahkan selain foto itu. Kami pun pergi ke
petugas kedua lalu petugas yang lainnya lagi, akan tetapi mereka semua minta
foto yang tidak berjilbab, sementara istriku berkata, “Tidak mungkin aku
berikan kepada mereka foto yang tabarruj (terbuka auratnya) selama-lamanya.”
Para petugas itu pun menolak melayani permintaan kami. Kemudian kami menuju ke
pimpinan utama mereka yang perempuan.
Istriku berusaha semampunya meyakinkan pimpinan itu agar mau
menerima foto tersebut. Akan tetapi ditolak. Istriku mulai mendesak seraya
berkata, "Apakah tidak engkau lihat rupaku yang sebenarnya lalu engkau
bandingkan dengan yang ada di foto itu? Yang penting wajah terlihat, adapun
rambut bisa saja berubah. Bukankah foto ini sudah cukup?!”
Pimpinan itu tetap bersikeras bahwa aturan tidak membolehkan
foto seperti itu. Maka istriku berkata, “Saya tidak akan menyerahkan selain
foto-foto ini, lalu apa jalan keluarnya?” Sang pimpinan berkata, "Tidak
ada yang bisa menyelesaikan masalah ini kecuali direktur utama di kantor pusat
pengurusan paspor yang berada di Moskow.” Maka kami pun keluar dari kantor
tersebut.
Ia menoleh kepadaku seraya berkata, "Wahai Khalid, kita
akan pergi ke Moskow.” Ketika itu aku berkata kepadanya, "Sudahlah,
serahkan saja foto yang mereka inginkan itu, bukankah Allah tidak akan
membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya? Maka bertakwalah kepada
Allah semampumu. Dan ini sesuatu yang darurat, sementara paspor itu tidak akan
dilihat kecuali oleh segelintir orang, itupun untuk sesuatu yang darurat,
kemudian setelah itu engkau sembunyikan di rumahmu sampai habis masa
berlakunya. Lepaskan dirimu dari kesulitan-kesulitan ini, kita tidak perlu
pergi ke Moskow.”
Ia menjawab, “Tidak, tidak mungkin aku tampil dengan bentuk
yang tabarruj (membuka aurat) setelah aku mengenal agama Allah ini.”
Di Moskow…
Ia mendesakku, akhirnya kami pun pergi ke Moskow, lalu kami
menyewa sebuah kamar dan tinggal di situ. Keesokan harinya kami pergi ke kantor
pusat pengurusan paspor. Kami menemui petugas pertama, kedua dan ketiga. Pada
akhirnya kami terpaksa menghadap direktur utama. Kami menemuinya, ternyata ia
termasuk orang yang paling buruk akhlaknya! Ketika ia melihat paspor, ia
membolak-balik foto-foto kemudian mengarahkan pandangannya ke arah istriku,
seraya berkata, “Siapa yang bisa membuktikan kepadaku bahwa engkau adalah
pemilik foto-foto ini?” Ia ingin agar istriku membuka wajahnya agar dapat
melihatnya. Istriku berkata kepadanya, “Katakan saja kepada salah seorang
pegawai wanita yang ada di sini atau sekretaris wanita untuk menemuiku lalu aku
bersedia membuka wajahku untuknya, sehingga ia dapat mencocokkan foto-foto itu.
Adapun engkau maka tidak akan bisa mencocokkannya, aku tidak akan membuka
wajahku untukmu.”
Orang itu marah lalu mengambil paspor lama dan foto-fotonya
berikut berkas-berkas lainnya kemudian dijadikan satu dan dilemparkan ke laci
meja pribadinya. Ia berkata kepada istriku, “Engkau tidak akan bisa memperoleh
paspor yang lama ataupun yang baru kecuali jika engkau serahkan kepadaku
foto-foto yang benar-benar cocok dan kami bisa mencocokkannya denganmu.”
Istriku mulai berbicara kepadanya dan berusaha untuk
meyakinkannya. Kedua orang itu berbicara dengan bahasa Rusia, sementara aku
memandangi keduanya tanpa faham sedikitpun pembicaraan mereka. Aku marah …
tetapi aku tak dapat berbuat apa-apa, sementara orang itu mengulang-ngulang,
“Engkau harus mendatangkan foto-foto yang sesuai dengan syarat-syarat kami.”
Istriku tetap berusaha untuk meyakinkannya… tetapi tidak ada
hasilnya! Akhirnya ia diam dan berdiri, aku menoleh kepadanya dan mengulangi
perkataanku sebelumnya, “Wahai istriku yang terhormat, Allah tidak akan
memberikan beban kepada seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, dan kita
dalam keadaan darurat, sampai kapan kita berkeliling di kantor-kantor
pengurusan paspor?”
Dia menjawab, “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah,
niscaya Dia adakan baginya jalan keluar dan Dia karuniakan kepadanya rizki dari
arah yang tidak diduga-duga.”
Perdebatan antara aku dengannya semakin sengit, direktur
pengurusan paspor itupun marah dan kami diusir dari kantornya. Kami keluar
sambil menyeret langkah-langkah kami, perasaanku antara kasihan dan marah
kepada istriku. Kami pun pergi untuk saling mempelajari perkara ini di kamar
kami. Aku berusaha untuk meyakinkannya, akan tetapi ia tetap bersungguh-sungguh
meyakinkanku, sampai larut malam. Kami pun shalat Isya’. Fikiranku tetap risau
dengan musibah ini, kemudian kami makan malam seadanya lalu aku letakkan
kepalaku untuk tidur.
Bagaimana engkau bisa tidur…
Ketika ia melihatku seperti itu, wajahnya berubah lalu
menoleh kepadaku seraya berkata, "Khalid, engkau akan tidur?!” Aku
menjawab, “Ya, apakah engkau tidak merasa capek?!”
Ia berkata, "Subhanallah, dalam kondisi yang sulit ini
engkau bisa tidur?! Kita sedang melewati saat-saat yang kita harus lari kepada
Allah, bangun dan mohonlah kepada Allah dengan sungguh-sungguh, karena ini
adalah waktu untuk memohon.”
Aku pun bangun dan shalat sesuai dengan yang Allah kehendaki
untukku, kemudian aku tidur, adapun dia tetap berdiri untuk shalat dan shalat,
setiap kali aku terbangun dan melihatnya, aku dapati dia masih dalam keadaan
ruku’ atau sujud atau berdiri atau berdoa atau menangis, sampai terbit fajar.
Kemudian ia membangunkanku seraya berkata, "Telah masuk waktu fajar, mari
kita shalat berjam’ah.”
Aku pun bangun, berwudhu’ dan shalat berjama’ah, kemudian ia
tidur sejenak. Setelah matahari terbit ia terbangun seraya berkata, "Mari
kita pergi ke kantor pengurusan paspor!!”
Aku berkata, “Kita akan pergi ke kantor pengurusan paspor
lagi?! Dengan argumen apa?! Mana foto-fotonya, kita masih belum memiliki
foto-foto itu!!”
Ia berkata, "Marilah kita pergi dan berusaha, jangan
putus asa dari rahmat Allah.” Kami pun pergi. Demi Allah, ketika kaki-kaki kami
menginjak lantai ruang pertama kantor pengurusan paspor tersebut dan mereka
melihat istriku -yang sudah mereka ketahui sebelumnya- dengan hijabnya itu,
tiba-tiba salah seorang petugas memanggil, ”Engkau Fulanah?”
Istriku menjawab, “Ya, benar!” Petugas itu berkata, “Ambillah
paspormu.” Dan ternyata paspor itu telah beres, lengkap dengan foto-fotonya
yang berjilbab. Aku merasa gembira, lalu ia menoleh kepadaku seraya berkata,
"Bukankah telah aku katakan kepadamu, barangsiapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Dia adakan baginya jalan keluar.”
Tatkala kami ingin keluar, petugas itu berkata, “Kalian
harus kembali ke kota yang kalian datangi pertama kali agar paspor Anda
distempel di sana.” Kami pun kembali ke kota yang pertama dan aku berkata dalam
hatiku, ini adalah kesempatan untuk mengunjungi keluarganya sebelum kami
meninggalkan Rusia. Akhirnya kami sampai di kota keluarganya. Kami menyewa
sebuah kamar kemudian kami menstempel paspor tersebut.
Perjalanan yang penuh siksaan…
Kami pergi mengunjungi keluarganya. Ternyata rumah itu
tampak kuno dan sederhana. Nampak jelas ada tanda-tanda kemiskinan di sana.
Kami mengetuk pintu rumah tersebut dan yang membukakan pintu adalah kakak
laki-lakinya yang tertua, ia seorang pemuda yang kekar otot-ototnya. Istriku
gembira dapat bertemu dengan kakaknya, ia membuka wajahnya dan tersenyum serta
mengucapkan selamat berjumpa! Adapun sang kakak -ketika pertama kali melihat
adiknya- wajahnya terlihat gembira dengan kepulangannya yang selamat tapi
bercampur heran karena pakaiannya yang hitam dan menutup semuanya itu.
Istriku masuk sambil tersenyum dan memeluk saudaranya. Aku
pun ikut masuk di belakangnya dan duduk di ruang tamu, aku duduk seorang diri.
Adapun dia, terus masuk ke dalam rumah. Aku mendengar mereka berbicara dengan
bahasa Rusia. Aku tidak faham sama-sekali, tetapi aku perhatikan nada suara
mereka semakin meninggi dan keras!! Logatnya pun berubah!! Teriakan mulai
meninggi!!… Tiba-tiba mereka semua meneriaki istriku, sementara ia membela diri
dan menyanggah perkataan mereka. Aku merasa ada hal yang tidak baik dalam
urusan ini, tetapi aku tidak bisa memastikannya karena aku tidak faham
sedikitpun dari pembicaraan mereka.
Tiba-tiba suara mereka semakin mendekat ke ruangan tamu
–dimana aku berada di situ- kemudian keluarlah tiga orang pemuda dipimpin oleh
seorang yang agak tua menemuiku. Pada mulanya aku menduga bahwa mereka akan
menyambut kedatangan suami dari anak mereka! Ternyata mereka menyerangku
seperti binatang buas. Tiba-tiba sambutan berubah menjadi pukulan-pukulan dan tamparan-tamparan!!
Aku berusaha untuk membela diri dari serangan mereka, aku berteriak dan minta
tolong, hingga habis kekuatanku. Aku merasa di rumah inilah akhir hidupku.
Mereka semakin menghujaniku dengan pukulan-pukulan. Sementara itu aku berusaha
menoleh ke sekitarku, aku berusaha mengingat-ingat dari pintu mana aku tadi
masuk supaya aku bisa keluar. Ketika aku melihat pintu, aku segera bangkit
membuka pintu dan kabur. Sementara mereka mengejar di belakangku. Aku masuk di
tengah kerumunan orang hingga tersembunyi dari mereka.
Kemudian aku menuju ke kamarku yang kebetulan tidak jauh
dari rumah itu. Aku berdiri membersihkan darah dari wajah dan mulutku. Aku
melihat diriku, ternyata pukulan dan tamparan-tamparan itu meninggalkan bekas
pada kening, pipi dan hidungku. Darah mengalir dari mulutku, pakaianku robek.
Aku memuji Allah yang telah menyelamatkanku dari binatang-binatang buas
tersebut. Tetapi aku berkata dalam hati, “Aku telah selamat, tetapi bagaimana
dengan istriku?!” Wajahnya terbayang-bayang di hadapanku, apakah ia juga
menerima pukulan dan tamparan sepertiku? Laki-laki saja hampir-hampir tak
sanggup menghadapinya… sementara ia adalah seorang wanita, apakah ia mampu
menanggungnya?! Aku khawatir wanita yang lemah itu roboh…
Inikah saatnya perpisahan…??
Syetan mulai bekerja dan membisikkan kepadaku, “Ia akan
murtad dari agamanya dan kembali menjadi Kristen, lalu engkau akan kembali ke
negerimu seorang diri.” Aku jadi bingung, apa yang harus aku perbuat? Di negeri
ini, kemana aku harus pergi, apa yang mesti aku lakukan? Nyawa di negeri ini
murah, engkau bisa menyewa seseorang untuk membunuh orang lain hanya dengan
sepuluh dollar!! Uuuh … bagaimana kalau keluarga istriku menyiksanya lalu ia
menunjukkan kepada mereka tempatku, kemudian mereka mengutus seseorang untuk
membunuhku di kegelapan malam…?
Aku kunci kamar, aku tetap merasa takut dan cemas sampai
pagi. Kemudian aku berganti pakaian lalu pergi untuk mencari-cari informasi,
aku lihat rumah mereka dari kejauhan, aku mengawasinya dan mengikuti apa yang terjadi
di situ. Akan tetapi pintunya tertutup. Aku terus menunggu. Tiba-tiba pintu
terbuka dan keluarlah tiga orang pemuda dan seorang tua. Ketiga pemuda itulah
yang menyiksaku. Dari penampilannya nampaknya mereka akan pergi ke tempat
kerja. Pintu pun tertutup dan terkunci kembali. Aku tetap mengawasi dan
mengintai. Aku berharap dapat melihat wajah istriku, akan tetapi tak berhasil.
Aku terus mengawasinya sampai berjam-jam. Kemudian para
laki-laki yang pergi itu kembali dari pekerjaan mereka dan memasuki rumah
mereka. Aku merasa lelah, lalu kembali ke kamarku.
Pada hari kedua, aku pergi mengawasi kembali. Akan tetapi
aku tidak melihat istriku. Pada hari ketiga pun sama. Aku sudah putus asa akan
kehidupannya, aku menduga ia sudah mati karena kerasnya siksaan atau dibunuh!
Akan tetapi seandainya ia telah mati tentu paling tidak akan terlihat kesibukan
di rumah itu, akan ada yang datang untuk berta’ziah (melayat) atau menjenguk.
Akan tetapi ketika aku tidak melihat sesuatu yang aneh. Akhirnya aku meyakinkan
diriku bahwa ia masih hidup dan kesempatan bertemu kembali masih ada.
Pertemuan…
Pada hari yang keempat, aku tidak sabar untuk duduk di
kamarku, lalu aku pergi untuk mengawasi rumah mereka dari kejauhan. Ketika para
pemuda itu pergi bersama ayah mereka ke tempat kerjanya seperti biasa,
sementara aku tetap mengawasi dan berharap, tiba-tiba pintu terbuka… dan
ternyata wajah istriku terlihat dari balik pintu.
Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, aku melihat ke wajahnya,
ternyata penuh dengan lingkaran-lingkaran merah dan bekas-bekas pukulan yang
membiru, karena banyaknya pukulan dan tamparan. Pakaiannya bersimbah darah. Aku
merasa cemas dan iba ketika melihat penampilannya. Aku segera menghampirinya.
Aku melihatnya semakin jelas, ternyata darah mengalir dari luka-luka di
wajahnya. Kedua tangan dan kakinya pun mengalirkan darah. Pakaiannya
robek-robek, tidak tersisa kecuali secarik kain sederhana yang menutupinya.
Kedua kakinya terikat dengan belenggu!! Kedua tangannya pun diikat ke belakang
dengan rantai. Tatkala aku melihatnya seperti itu aku menangis. Aku tidak dapat
menguasai diriku, aku panggil ia dari kejauhan…
Keteguhan…
Istriku berkata kepadaku sambil menahan air matanya dan
merintih karena pedihnya siksaan, “Dengarkan wahai Khalid, jangan engkau
mencemaskan diriku, aku tetap teguh di atas perjanjian. Demi Allah yang tidak
ada Tuhan selain Dia, apa yang aku temui sekarang ini tidak sebanding seujung
rambut pun dengan apa yang ditemui oleh para sahabat dan tabi’in, apalagi para
Nabi dan Rasul. Dan aku mengharap agar engkau tidak ikut campur dalam urusan
antara aku dan keluargaku, dan pergilah cepat-cepat sekarang juga serta
tunggulah di kamar sampai aku datang, insya Allah, akan tetapi perbanyaklah
doa, qiyamullail dan shalat.”
Aku pun pergi dari sisinya sementara aku merasa sangat iba
dan sedih atas dirinya, aku tinggal di kamarku sehari penuh menunggunya, aku
mengharapkan kedatangannya. Hari berikutnya pun lewat. Hari ketiga juga
berlalu, sampai malam telah larut, tiba-tiba pintu kamarku diketuk! Aku
terkejut… siapakah gerangan yang di balik pintu?! Siapa yang mengetuk itu? Akan
merasa sangat takut, siapa yang datang pada tengah malam begini? Boleh jadi
keluarganya telah mengetahui tempatku, atau boleh jadi istriku telah mengaku
lalu keluarganya datang untuk membunuhku. Aku ditimpa ketakutan seperti mau
mati, tidak ada jarak antara aku dengan kematian kecuali seujung rambut. Aku
bertanya dengan mengulang-ulang, “Siapa yang mengetuk pintu itu?”
Tiba-tiba terdengar suara istriku berkata dengan penuh
kelembutan, “Bukalah pintu, aku Fulanah.” Kemudian aku nyalakan lampu kamar dan
aku buka pintu. Ia masuk dalam keadaan gemetar dan kondisi yang mengenaskan,
sementara luka-luka disekujur tubuhnya. Ia berkata, “Cepat kita pergi
sekarang!” Aku berkata, “Sementara keadaanmu seperti ini?!” Ia menjawab, “Ya,
cepatlah.” Aku mulai membereskan pakaianku sementara ia mengambil kopernya, ia
mengganti pakaiannya dan mengeluarkan hijab dan ‘aba’ah (mantel luar) nya lalu
dipakainya. Kami segera mengambil semua barang-barang kami lalu turun dan naik
taksi. Wanita yang lemah itu menghempaskan tubuhnya yang lapar dan penuh luka
itu ke kursi mobil…
Ke Bandara …
Begitu aku naik taksi, aku langsung berkata kepada sopir
dengan bahasa Rusia, “Ke bandara pak!” Aku memang sudah mengetahui beberapa
kata dalam bahasa Rusia. Tetapi istriku berkata, “Tidak, kita tidak akan pergi
ke bandara, tetapi kita akan pergi ke suatu desa.”
Aku bertanya, "Kenapa? Bukankah kita akan kabur?!” Ia
menjawab, “Benar, akan tetapi jika keluargaku tahu akan kepergianku mereka
pasti akan segera mencari kita di bandara. Kita pergi saja ke suatu desa, jika
kita telah sampai di desa tersebut kita akan turun, lalu naik mobil lain ke
desa yang lainnya, kemudian ke desa lainnya, kemudian ke sebuah kota lain yang
di situ ada bandara internasional.”
Ketika kami telah sampai di bandara internasional, kami
segera memesan tiket untuk pulang ke negeri kami, akan tetapi pemesanan
terlambat, lalu kami menyewa sebuah kamar dan tinggal di situ. Tatkala kami
sudah merasa tenang tinggal di kamar, istriku melepas aba’ah (mantel luar) nya.
Aku melihat kepadanya, ya Allah … ternyata tidak ada satu tempat pun yang
selamat dari darah!! Kulitnya tercabik, darah-darah yang membeku, rambut yang
terpotong-potong dan bibir yang membiru …
Kisah yang menakutkan…
Aku bertanya kepadanya, “Apa yang telah terjadi?.” Ia
menjawab, “Ketika kita telah masuk ke rumah, aku duduk bersama keluargaku, lalu
mereka berkata kepadaku, ‘Pakaian apa ini?!! Aku menjawab, ‘Ini adalah pakaian
Islam.’ Mereka berkata, ‘Dan siapakah laki-laki itu?!’ Aku menjawab, ‘Dia
suamiku, aku telah masuk Islam dan menikah dengan laki-laki tersebut.’ Mereka
berkata, ‘Tidak mungkin ini terjadi!’”
Kemudian aku berkata, "Dengarkanlah dulu ceritaku.”
Lalu aku ceritakan kepada mereka kisah laki-laki Rusia yang ingin menarikku ke
lembah prostitusi, lalu bagaimana aku bisa lari darinya, kemudian pertemuanku
denganmu. Mereka berkata, "Seandainya engkau menempuh jalan prostitusi
tentu lebih kami sukai daripada engkau datang kepada kami sebagai muslimah.”
Mereka juga berkata kepadaku, “Sekali-kali engkau tidak akan bisa keluar dari
rumah ini kecuali sebagai wanita kristen orthodox atau mayat yang kaku!!”
Sejak saat itu mereka menyiksa dan memukuliku, kemudian
mereka menuju kepadamu dan memukulimu, sementara aku mendengar mereka
memukulimu dan engkau berteriak minta tolong, sedangkan aku saat itu dalam
keadaan terikat. Dan ketika engkau lari, saudara-saudaraku kembali kepadaku dan
menumpahkan cacian serta cercaannya kepadaku. Kemudian mereka pergi dan membeli
rantai belenggu, lalu mereka mengikatku.
Mereka mulai mencambukku, aku merasakan cambukan yang
meninggalkan bekas, mereka mencambukku dengan cambuk-cambuk yang aneh dan
asing!! Setiap hari pemukulan dimulai ba’da ‘ashar sampai tiba waktu tidur,
adapun di pagi hari, ayah dan saudara-saudaraku pergi ke tempat kerja,
sedangkan ibuku di rumah. Nah, inilah waktu istirahatku satu-satunya. Tidak ada
di sampingku selain adik perempuan yang umurnya 15 tahun. Ia mendatangiku dan
menertawakan keadaanku. Percayakah engkau bahwa hingga tidur pun aku dalam
keadaan pingsan? Mereka mencambukku sampai aku pingsan dan tertidur. Mereka
hanya menuntut dariku agar murtad dari Islam, tetapi aku menolaknya dan
berusaha keras untuk bersabar. Setelah itu adik perempuanku mulai bertanya kepadaku,
“Kenapa engkau tinggalkan agamamu dan agama ibu, ayah serta kakek-kakekmu?.”
Dia adakan baginya jalan keluar …
Aku berusaha untuk meyakinkannya, aku jelaskan kepadanya
tentang dien ini, aku terangkan tentang tauhid, lalu ia pun mulai merasa puas
dan terkesan!! Gambaran tentang Islam mulai jelas di hadapannya!! Tiba-tiba aku
dikejutkan olehnya ketika ia berkata, “Engkau di atas kebenaran … inilah agama
yang benar, inilah agama yang seharusnya aku anut juga!!” Kemudian ia berkata
kepadaku, “Aku akan membantumu.” Aku menjawab, “Jika engkau memang ingin
membantuku maka bantulah aku untuk menemui suamiku.”
Adik perempuanku mulai melihat dari atas rumah, lalu ia
melihatmu sedang berjalan, ia segera berkata kepadaku, “Sesungguhnya aku
melihat seorang laki-laki yang begini dan begitu cirinya.” Aku berkata, “Dialah
suamiku, jika engkau melihatnya maka bukakanlah pintu untukku agar aku bisa
berbicara kepadanya.”
Dan benar, ia pun membukakan pintu lalu aku keluar dan
berbicara kepadamu, akan tetapi aku tidak bisa keluar menghampirimu karena aku
dalam keadaan terikat dengan dua rantai belenggu yang kuncinya dipegang oleh
saudaraku, dan rantai yang ketiga diikatkan ke salah satu tiang rumah agar aku
tidak bisa keluar. Kuncinya dipegang oleh adik perempuanku ini dan akan
dibukanya bila aku hendak ke kamar mandi.
Ketika aku berbicara kepadamu waktu itu dan aku meminta
kepadamu agar tetap tinggal sampai aku datang, keadaanku masih terikat dengan
rantai belenggu. Lalu aku mulai meyakinkan adik perempuanku tentang Islam, maka
ia pun masuk Islam dan ingin berkorban dengan pengorbanan yang lebih besar dari
pengorbananku. Ia pun memutuskan untuk melepasku agar bisa keluar rumah, akan
tetapi kunci-kunci rantai belenggu dipegang oleh saudaraku dan ia sangat
menjaganya.
Pada hari tersebut, adik perempuanku menyiapkan untuk
saudara-saudaraku khamr yang kental dan berat. Lalu mereka pun meminumnya
sampai mabuk berat dan tidak sadar sama sekali. Kemudian adikku mengambil kunci
tersebut dari kantong saudaraku dan membuka rantai-rantai belenggu itu dariku.
Lalu aku datang menemuimu pada kegelapan malam itu.
Aku bertanya kepada istriku, “Bagaimana adik perempuanmu?
Apa yang akan terjadi dengannya?” Ia menjawab, “Tidak masalah, aku sudah
meminta kepadanya agar merahasiakan ke-Islamannya sampai kita bisa memikirkan
urusannya.”
Kami pun bisa tidur malam itu, dan keesokan harinya kami
pulang ke negeri kami. Begitu kami sampai di negeri kami, langsung aku masukkan
istriku ke rumah sakit. Ia tinggal di situ beberapa hari menjalani pengobatan
karena bekas cambukan-cambukan dan penyiksaan. Dan sekarang ini kami berdoa
untuk adik perempuannya agar Allah Subhanahu wa Ta'ala meneguhkan hatinya di
atas dien-Nya.
(Kisah ini dikutip dari kaset yang berjudul Qishash
Mu’atstsirah, oleh Dr. Ibrahim Al Faris. Sumber: Majalah Qiblati).
Diposting oleh Abu Fahd Negara Tauhid
Sumber Note Abu Fahd Negara Tauhid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar