Muslimah Cantik, Bermahkota Rasa Malu
www.muslimah.or.id

MUSLIMAH CANTIK, BERMAHKOTA RASA MALU
“Muslimah cantik, menjadikan malu
sebagai mahkota kemuliaannya…”
(SMS dari seorang sahabat)
Membaca SMS di atas, mungkin pada sebagian orang menganggap
biasa saja, sekedar sebait kalimat puitis. Namun ketika kita mau untuk
merenunginya, sungguh terdapat makna yang begitu dalam. Ketika kita menyadari
fitrah kita tercipta sebagai wanita, mahkluk terindah di dunia ini, kemudian
Allah mengkaruniakan hidayah pada kita, maka inilah hal yang paling indah dalam
hidup wanita. Namun sayang, banyak sebagian dari kita—kaum wanita—yang tidak
menyadari betapa berharganya dirinya. Sehingga banyak dari kaum wanita
merendahkan dirinya dengan menanggalkan rasa malu, sementara Allah telah
menjadikan rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((إنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا ، وَإنَّ خُلُقَ الإسْلاَمِ الحَيَاءُ))
“Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak
Islam itu adalah rasa malu.”
(HR. Ibnu Majah, hasan)
Sabda beliau yang lain:
“Malu itu adalah bagian dari iman dan iman itu di surga.”
Sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam yang
lain,
((الحَيَاءُ وَالإيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا ، فَإنْ رُفِعَ أحَدُهُمَا
رُفِعَ الآخَرُ))
“Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah
satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.”
(HR. Al Hakim dalam
Mustadroknya)
Begitu jelas Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memberikan
teladan pada kita, bahwasanya rasa malu adalah identitas akhlaq Islam. Bahkan
rasa malu tak terlepas dari iman dan sebaliknya. Terkhusus bagi seorang
muslimah, rasa malu adalah mahkota kemuliaan bagi dirinya. Rasa malu yang ada
pada dirinya adalah hal yang membuat dirinya terhormat dan dimuliakan.
Namun sayang, di zaman ini rasa malu pada wanita telah
pudar, sehingga hakikat penciptaan wanita—yang seharusnya—menjadi perhiasan
dunia dengan keshalihahannya, menjadi tak lagi bermakna. Di zaman ini wanita
hanya dijadikan objek kesenangan nafsu. Hal seperti ini karena perilaku wanita
itu sendiri yang seringkali berbangga diri dengan mengatasnamakan emansipasi,
mereka meninggalkan rasa malu untuk bersaing dengan kaum pria.
Allah telah menetapkan fitrah wanita dan pria dengan
perbedaan yang sangat signifikan. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam
akal dan tingkah laku. Bahkan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 228 yang
artinya; ‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang sepatutnya’, Allah telah menetapkan hak
bagi wanita sebagaimana mestinya. Tidak sekedar kewajiban yang dibebankan,
namun hak wanita pun Allah sangat memperhatikan dengan menyesuaikan fitrah
wanita itu sendiri. Sehingga ketika para wanita menyadari fitrahnya, maka dia
akan paham bahwasanya rasa malu pun itu menjadi hak baginya. Setiap wanita,
terlebih seorang muslimah, berhak menyandang rasa malu sebagai mahkota
kemuliaannya.
Sayangnya, hanya sedikit wanita yang menyadari hal ini…
Di zaman ini justeru banyak wanita yang memilih mendapatkan
mahkota ‘kehormatan’ dari ajang kontes-kontes yang mengekspos kecantikan para
wanita. Tidak hanya sebatas kecantikan wajah, tapi juga kecantikan tubuh
diobral demi sebuah mahkota ‘kehormatan’ yang terbuat dari emas permata. Para
wanita berlomba-lomba mengikuti audisi putri-putri kecantikan, dari tingkat
lokal sampai tingkat internasional. Hanya demi sebuah mahkota dari emas permata
dan gelar ‘Miss Universe’ atau sejenisnya, mereka rela menelanjangi dirinya sekaligus
menanggalkan rasa malu sebagai sebaik-baik mahkota di dirinya. Naudzubillah min
dzaliik…
Apakah mereka tidak menyadari, kelak di hari tuanya ketika
kecantikan fisik sudah memudar, atau bahkan ketika jasad telah menyatu dengan
tanah, apakah yang bisa dibanggakan dari kecantikan itu? Ketika telah berada di
alam kubur dan bertemu dengan malaikat yang akan bertanya tentang amal ibadah
kita selama di dunia dengan penuh rasa malu karena telah menanggalkan mahkota
kemuliaan yang hakiki semasa di dunia.
Dalam sebuah kisah, ‘Aisyah Radhiyyallahu ‘Anha pernah
didatangi wanita-wanita dari Bani Tamim dengan pakaian tipis, kemudian beliau
berkata, “Jika kalian wanita-wanita beriman, maka (ketahuilah) bahwa
ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian bukan wanita
beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.”
Betapa pun Allah ketika menetapkan hijab yang sempurna bagi
kaum wanita, itu adalah sebuah penjagaan tersendiri dari Allah kepada kita—kaum
wanita—terhadap mahkota yang ada pada diri kita. Namun kenapa ketika Allah
sendiri telah memberikan perlindungan kepada kita, justeru kita sendiri yang
berlepas diri dari penjagaan itu sehingga mahkota kemuliaan kita pun hilang di
telan zaman?
“Nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?”
(QS. Ar Rahman: 13)
Wahai, muslimah…
Peliharalah rasa malu itu pada diri kita, sebagai
sebaik-baik perhiasan kita sebagai wanita yang mulia dan dimuliakan. Sungguh,
rasa malu itu lebih berharga jika kau bandingkan dengan mahkota yang terbuat
dari emas permata, namun untuk mendapatkan (mahkota emas permata itu), kau
harus menelanjangi dirimu di depan public.
Wahai saudariku muslimah…
Kembalilah ke jalan Rabb-mu dengan sepenuh kemuliaan, dengan
rasa malu dikarenakan keimananmu pada Rabb-mu…
Jogja, Jumadil Ula 1431 H
Referensi:
-
Yaa Binti; Ali Ath-Thanthawi
- Al
Hijab; I’dad Darul Qasim
Penulis: Ummu Hasan 'Abdillah
Muroja'ah: M. A. Tuasikal
Artikel www.remaja
islam.com
www.muslimah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar