Syarah Hadits Nuzul [Turunnya Allah Ke Langit Dunia] 2
SYARAH HADITS NUZUL [TURUNNYA ALLAH KE LANGIT DUNIA]
oleh Mochamad Azhar Zulfikar pada 27 Februari 2012 pukul 16:37
Sumber :
Artikel Terkait :
SYARAH HADITS NUZUL [TURUNNYA ALLAH KE LANGIT DUNIA] 1
http://abdullahissgafa.blogspot.com/2012/06/syarah-hadits-nuzul-turunnya-allah-ke.html

SYARAH HADITS NUZUL [TURUNNYA ALLAH KE LANGIT DUNIA]
oleh Mochamad Azhar Zulfikar pada 27 Februari 2012 pukul 16:37
KANDUNGAN HADITS
Hadits di atas memiliki beberapa hal penting untuk kita
cermati sekaligus fahami, diantaranya adalah: [Lihat Syarh Al-‘Aqidah
Al-Wasithiyyah (hal. 18)]
1. Allah berada di atas langit, istiwa’ di atas
‘arsy-Nya.
Hadits di atas merupakan bukti yang terang dan jelas yang
menyebutkan bahwa Allah berada tinggi di atas sekalian makhluk-Nya. Karena jika
benar perkataan sebagian orang bahwa Allah berada dimana-mana maka tidak akan
dikatakan bahwa Allah turun, sebab Allah sudah berada dimana-mana, termasuk di
bumi atau di langit dunia.
Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata,
“Dalam hadits ini terdapat dalil yang menyebutkan bahwa Allah berada di atas
langit, (istiwa’) di atas ‘arsy sebagaimana dikatakan oleh para ulama.
Dan hadits ini termasuk dalam salah satu hujjah para ahlus
sunnah terhadap kelompok Mu’tazilah dan Jahmiyah yang mengatakan bahwa Allah
ada dimana-mana dan bukan di atas ‘arsy.” [Lihat At-Tamhid(III/338),Kitab
At-Tauhid(hal. 126), danDar’u Ta’arudz Al-‘Aqli wan Naqli(VII/7]
2. Allah memiliki sifat kalam (bicara).
Disebutkan dalam hadits di atas bahwa Allah akan menjawab
do’a-do’a hamba-Nya. Sebagaimana disebutkan juga dalam firman-Nya,
وَكَلَّمَ اللهُ مُوسَى تَكْلِيْمًا …
Artinya: “Dan Allah berbicara kepada Musa secara
langsung…” (Qs. An-Nisa’: 164)
3. Penetapan sifat fi’liyyah bagi Allah,
yaitu turunnya Allah ke langit dunia, sebagaimana yang disabdakan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara yang Dia
kehendaki.
4.Waktu yang paling baik bagi seorang hamba adalah pada
sepertiga malam terakhir.
Sepertiga malam terakhir merupakan waktu yang paling baik
untuk berdzikir dan bermunajat kepada Allah, karena saat itulah ketika Allah
berada paling dekat dengan hamba-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah
riwayat,
أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الرَّبُّ مِنَ الْعَبْدِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ
الْآخِرِ، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُوْنَ مِمَنْ يَذْكُرُ الله فِي تِلْكَ
السَّاعَةِ فَكُنْ .
“Keadaaan paling dekat antara Rabb dengan hamba-Nya adalah
pada waktu separuh malam terakhir. Oleh karena itu, jika engkau bisa menjadi
orang yang berdzikir kepada Allah ketika itu maka lakukanlah.” [Hadits shahih,
riwayat Tirmidzi (no. 3579), Abu Dawud (no. 1277), dan An-Nasa’i (no. 572),
dari jalur ‘Amru bin Abasah radhiyallahu’anhu]
***
Hadits di atas telah dinukil dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam secara mutawatir dari zaman ke zaman. Para ulama
telah bersepakat bahwa hadits ini adalah salah satu hadits yang masyhur dan
menjadi “buah bibir” dikalangan para ulama ahli hadits. Oleh karena itu, wajib
bagi setiap Muslim untuk menerima dan mengimani hadits tersebut sebagaimana
teksnya.
Adapun turunnya Allah Tabaraka wa Ta’ala ke
langit dunia pada setiap sepertiga malam terakhir merupakan sifat fi’liyyah Allah.
Turunnya Allah tidaklah sama dengan turunnya manusia dari atas ke bawah, yang
mana ketika dia turun maka akan ada atap atau langit yang menaunginya,
sedangkan Allah Maha Suci dari hal-hal yang demikian itu dan tidak serupa
dengan makhluk-Nya. Dia turun ketika Dia menghendaki dan kapan saja saat Dia
menghendaki.
Adapun makna turun telah diketahui (ma’lum), tetapi
bagaimana sifat turunnya Allah tidaklah diketahui secara jelas dan pasti (majhul),
sementara mengimaninya adalah wajib, dan mempertanyakannya adalah suatu bentuk
kebid’ahan.
Cukuplah bagi kita untuk mengimani bahwa Allah turun ke
langit dunia pada sepertiga malam dengan cara yang Dia kehendaki, sebagaimana
pula Dia mengatur kehidupan dan keseimbangan alam semesta dengan cara yang Dia
kehendaki. Kita tidak pernah diperintahkan untuk memberat-beratkan diri kita
dalam memikirkan hal-hal yang ilmunya ada disisi Allah. Allah hanya
memerintahkan kita untuk tetap beriman kepada khabar-khabar shahih
yang dinukil dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
“Barang siapa berpendapat sesuai dengan jama‘ah kaum muslimin
maka berarti ia berpegang kepada jama‘ah mereka. Dan barang
siapa yang menyelisihijama‘ah kaum muslimin maka ia
menyelisihi jama‘ah, padahal dia diperintahkan untuk
mengikutinya. Sesungguhnya kesalahan itu ada dalam perpecahan, adapun jama‘ah maka
tidak mungkin semuanya bersatu untuk menyelisihi Al-Qur’an, as-sunnah,
dan qiyas, insya Allah.” [Lihat Ar-Risalah (hal.
475-476)]
والله تعالى أعلم
سبحانك اللهم وبحمدك أشهـد أن لا إله إلا أنت، استغـفـرك وأتوب إليك
***
muslimah.or.id
Penyusun: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Maraji’:
1. Al-Muwaththa’ Imam Malik, Imam Malik bin
Anas, cet. Maktabah Al-Furqan.
2. ‘Aqidah As-Salaf wa Ash-habul Hadits, Imam Ash-Shabuni,
cet. Darul ‘Ashimah, Riyadh.
3. Ar-Risalah, Imam Muhammad bin ‘Idris
Asy-Syafi’i, tahqiq dan syarah: Ahmad Muhammad
Syakir, cet. Maktabah Darut Turats, Kairo.
4. Asy-Syari’ah. Imam Al-Ajurri, cet. Mausu’ah
Qurthubah.
5. Ijtima’ul Juyusy Al-Islamiyyah ‘ala Ghazwil
Mu’aththilah wal Jahmiyyah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah,tahqiq: Basyir
Muhammad ‘Uyun, cet. Maktabah Darul Bayan, Beirut.
6. Kitab As-Sunnah, Al-Hafizh Ibnu Abi ‘Ashim,
cet. Al-Maktab Al-Islamiy, Amman.
7. Mukhtashar Al-‘Uluw lil ‘Aliyyil ‘Azhim, Imam
Abu ‘Abdillah Muhammad Adz-Dzahabi, tahqiq: Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, cet. Al-Maktab Al-Islami, Amman.
8. Mukhtashar Shawa’iq Al-Mursalah ‘Alal Jahmiyyah
wal Mu’aththilah, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, cet. Maktabah Adhwa’us
Salaf, Riyadh.
9. Shahih Al-Bukhari, Imam Al-Bukhari, cet. Dar
Ibnu Katsir, Damaskus.
10. Shahih Muslim, Imam Muslim, cet. Dar
Al-Mughni, Saudi Arabia.
11. Sunan Abu Dawud, Imam Abu Dawud, cet.
Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh.
12. Sunan At-Tirmidzi, Imam At-Tirmidzi, cet.
Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh.
13. Sunan Ibnu Majah, Imam Ibnu Majah, cet.
Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh.
14. Syarh ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cet. Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta.
15. Syarh ‘Aqidah Al-Wasithiyyah, Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cet. Dar Ibnul Jauzi, Riyadh.
16. Syarh Hadits An-Nuzul, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah, tahqiq: Muhammad bin ‘Abdurrahman Al-Khumaiyis, cet.
Darul ‘Ashimah, Riyadh.
17. Syarh I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Imam
Al-Lalika’i, cet. Dar Al-Hadits, Kairo.
Artikel Terkait :
SYARAH HADITS NUZUL [TURUNNYA ALLAH KE LANGIT DUNIA] 1
http://abdullahissgafa.blogspot.com/2012/06/syarah-hadits-nuzul-turunnya-allah-ke.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar