Keyword

Abu Bakar Ash-Shidiq (2) Abu Daud (1) Abu Hurairah (2) Adab (2) Adam 'Alaihisalam (2) Adu Domba / Namimah (1) Adzab Allah (1) Agama (1) Ahli Bait (1) Ahlul Hadits (9) Ahlussunnah (2) Aib (1) Air Seni (1) Aisyah (1) Akhirat (1) Akhlak (37) Akhlaq (3) Al-Firqatun An-Najiyah (9) Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta (1) Al-Qur'an (11) alam (1) Alam Semesta (4) Ali bin Abi Tholib (1) Aliran Sesat (3) Alkohol (6) Amal (4) Amanah (1) Amirul Mu'minin (1) Anak (1) Anak Cucu dan Mantu Rasulullah (1) Anak Haram (1) Anak Yatim (1) Anak Yatim. Puasa Asyura (1) Aqidah (83) as (1) Asma' Allah (3) At-Tirmidzi (1) Aurat (2) Ayah Dan Ibu (Orang Tua) (2) Ayat Dan Hadits (4) Ayat Kursi (3) Azab Kubur (3) Bantahan (8) Bayi (1) Beda Agama (1) Bejana (1) Belajar Islam (3) Bencong (1) Berenang. Olah Raga (1) Berkah (1) Bersedekap (1) Bid'ah (28) Bid'ah Hasanah (1) Bid'ah Pembagiannya (1) Binatang (2) Biografi (11) Birul Walidain (3) Blogger (1) Bom (2) Buah (1) Buah Manggis (1) Buah Pepaya (1) Buah Pete (1) Buah Semangka (1) Buah Sirsak (5) Bukhary (1) Bulan Muharram (1) Bulan Syawal (1) Bulughul Maram (1) Bunuh (1) Bunuh Diri. (2) Cerai (1) Ceramah (2) Cinta (5) Cinta Nabi (3) Da'i (2) Dajjal (1) Dakwah (8) Dalam Kendaraan Dan Pesawat (1) Daun Salam (1) Debat (1) Dimana Allah (2) Din (1) Do'a (21) Do'a Zakat (2) Duduk Diantara Dua Sujud (1) Duduk Istirahat (1) Dukun (4) Dzikir (9) Dzikir Pagi Dan Petang (4) Etika (1) Faham (3) Fanatik (1) Fatwa (20) Fikih (34) Fikih Ciuman (1) Fiqih (13) Fiqih Shalat (9) Firqah (8) Fitnah (1) Futur (1) Gambar / Lukisan (3) Gereja (1) Ghuluw (7) Golongan (1) Habaib / Habib (2) Haddadiy (1) Hadits (41) Hadits Arba'in (12) Hadits Lemah (7) Hadits Palsu (7) Hajr (1) Halal Haram (3) Halal Haram Makanan Minuman (3) Hamil (10) Hamil Dan Menyusui (9) Hamil Diluar Nikah (1) Harakah (1) Haram (2) Hari Iedul Fitri (2) Hari Raya (7) Harut Dan Marut (3) Hasad (1) Hasmi (1) Hati (11) Hijab (2) Hijab Jilbab Cadar (1) Hipnotis (2) Hisab (2) Hizbiy (1) Hjab Jilbab Cadar (1) Hukum (8) Hutang (3) I'tidal (1) I'tikaf (7) Ibadah (16) Ibnul Jauzi (1) Ibnul Qayyim (1) Idris 'Alaihisalam (1) Ihsan (1) Ikhlas (7) Ilmu (2) Ilmu Agama (2) Ilmu Hadits (11) Ilmu Komputer (1) Ilmu Pengasih / Pelet (1) Ilmu Pengasih / Pelet / Tiwalah (1) Ilmu Pengetahuan (2) Imam (14) Imam Ad-Darimi (1) Imam Ahmad (1) Imam An-Nasa'i (1) Imam Ibnu Majah (1) Imam Malik (1) Imam Muslim (1) Imam Nawawi (12) Imam Syafi'i (20) Iman (4) Imsak (1) Info Dakwah (2) Insan Kamil (1) Islam (2) Isra' Mi'raj (1) Istri (2) Istri-istri Rasulullah (3) ITE (3) Jalalain (1) Jampi / Mantra (1) Jantung (1) Jibril (1) Jihad (5) Jima (1) Jimat / Tamimah (2) Jin (8) Jual Beli (1) Kafir (2) Karomah (1) Kata Aku Dan Kami Dalam Al-Qur'an (2) Kaum Padri (1) Keajaiban (1) Kehidupan (1) Keluarga (2) Keluarga Rasulullah (1) Keraguan / Was-was (1) Kesehatan (20) Khamer (3) Khawarij (2) Khitan (1) Khusyu' (2) Kiamat (10) Kisah Nyata (1) Kisah Teladan (13) Kitab (2) Kubur (6) Laknat (1) Lamar/Pinangan (1) Lemah Lembut (1) Luar Angkasa (1) Maaf (1) Mabuk (2) Mahram (1) Makam / Kuburan (5) Makanan Minuman (1) Maksiat (7) Malaikat (3) Malam Lailatul Qadar (3) Mandi (1) Manhaj Salaf (16) Marah (1) Mashalih Murshalah (1) Masjid (6) Mata 'Ain (1) Maulid Nabi (6) Membungkukkan Badan (2) Mencium Tangan (3) Menyusui (1) Mimpi (1) Minuman (1) Muawiyyah (1) Mubaligh (2) Mudik Lebaran (1) Muhammad Shalallahu'alaihi wa Salam (2) MUI (2) Musik (1) Muslimah (16) Nabi (10) Najd (1) Najis (1) Nasab (1) Nasehat (46) Neraka (4) Niat (7) Niat Puasa Ramadhan (2) Nikah (20) Nikmat Kubur (3) Nyanyian (2) Obat (3) Oral Seks (1) Pacaran (1) Pakaian (1) Paranormal (3) Parfum (1) Pecandu Internet (1) Pegunungan Dieng (1) Pendidikan (2) Pengobatan (2) Penuntut Ilmu (4) Penutup Aurat (1) Penyakit Hati (4) Perbedaan (1) Pernikahan (10) Perpecahan Ahlul Bid'ah (1) Persatuan Ahlussunnah (3) Perselisihan (2) Peta (1) Petasan Mercon Kembang Api (2) Photo (3) Piring (1) Pria (1) Puasa (21) Puasa 3 Hari Tiap Bulan (1) Puasa Arafah (1) Puasa Asyura (2) Puasa Daud (1) Puasa Muharram (1) Puasa Qadha Fidyah (10) Puasa Ramadhan (45) Puasa Senin Kamis (2) Puasa Sunnah (4) Puasa Sya'ban (1) Puasa Syawal (3) Pujian (2) Qadha (9) Qunut (1) Radio (2) Rahasia (1) Ramadhan (48) Ramalan (2) Rambut (1) Rasul (9) Rasulullah (4) Remaja (3) Riba (2) Riya' (3) Rizki (1) Rokok (5) Ruh (2) Ruku' (1) Rukun Iman (2) Rukun Islam (1) Rumah Tangga (2) Ruqyah (2) Sabar (6) Safar (1) Sahabat (12) Sakit (1) Salafiy (14) Salam (2) Sanad (1) Sejarah (1) Seks / Sex (1) Seledri (1) Semir (1) Shahabiyyah (5) Shalat (39) Shalat Dhuha (3) Shalat Ied (4) Shalat Jama'ah (1) Shalat Jum'at (2) Shalat Tarawih (2) Shalawat (3) Shirath Jembatan Diatas Neraka (1) Sifat-sifat Allah (18) Sihir (11) Simbol (1) Suami-Istri (4) Sujud (2) Sum'ah (1) Sunnah (6) Surat (2) Surat Al-'Ashr (1) Surat Al-Fatihah (1) Surat Ibrahim Ayat 27 (1) Surga (6) Sutra (1) Syafa'at (3) Syafi'i (1) Syaikh (1) Syaikh Abdul Aziz Bin Baz (3) Syaikh Abdurrozzaq Bin Abdul Muhsin Al-Abbad (2) Syaikh Ibnu Jibrin (1) Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd (1) Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin (12) Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (2) Syaikh Muqbil Bin Hadi Al-Wadi'i (1) Syaikh Shalih Fauzan Bin Abdillah Al-Fauzan (4) Syaikhul Islam (3) Syaikhul Islam Abu Ismail Ash-Shabuni (3) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (25) Syair (1) Syaithan / Setan (5) Syari'at (1) Syi'ah (5) Syiah (5) Syirik (18) Ta'addud / Poligami (1) Tabdi (1) Tafsir (7) Tahdzir (1) Tahun Baru (3) Tajwid (1) Takbiiratul Ihram (1) Takdir (2) Takfiri (2) Taklid (1) Talak (1) Tangis (1) Tarahum Mohon Rahmat (1) Tarikh (7) Tasyabuh (9) Tasyahud Akhir (1) TASYAHUD AWWAL (1) Taubat (3) Tauhid (73) Tauhid Asma Wa Sifat (2) Tauhid Rububiyyah (1) Tauhid Uluhiyyah (1) Tawasul (3) Tazkiyatun Nufus (25) Teman (1) Terjemahan Al-Qur'an (1) Tertawa (1) Thaifatul Manshurah (8) Timbangan (1) Tipu Muslihat Abu Salafy (1) Touring (1) Tsa'labah Bin Hathib (1) Turun Sujud (1) TV (2) Ucapan (3) Ujub (8) Ulama (8) Umar bin Khattab (2) Umum (1) Undang-undang (3) Usap Muka (1) Valentine's Day (2) Video (5) Wahabi (2) Wali (2) Wanita (12) Waria (1) Wudhu (3) Wudhu Wanita (1) Zakat (10) Zakat Fitri (9) Zinah (3)

Jumat, 30 Desember 2011

HATI PENYAKIT DAN OBATNYA BAGIAN KE 2

Hati Penyakit Dan Obatnya bagian ke 2


NHawadaa Chan

^ HATI, PENYAKIT DAN OBATNYA BAGIAN KE 2 ^
 Disusun oleh: Abu Ubaidillah alBamalanjy

QALBUN SALIM (hati yang sehat) 

Inilah hati yang sehat lagi selamat, yang akan memberi manfaat kepada pemiliknya pada hari kiamat. Sebagaimana firman Allah,

“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang salim.” (asy-Syu’ara`: 88-89)

Hati ini pulalah yang dimiliki Nabi Ibrahim ketika mendatangi Allah.

“Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar Termasuk golongannya (Nabi Nuh).

(lngatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang salim.” (ash-Shaffat: 83- 84)

Adapun maksud hati yang salim, maka para ulama telah berbeda-beda dalam mengungkapkannya. Dalam kitab Syifa`ul Qulub, Syekh Mushthafa al-Adawi menyebutkan tujuh pendapat para ulama tentang makna qalbun salim. Lalu beliau mengatakan, “...

Maka hati yang salim adalah hati yang selamat dari kesyirikan dan
kecintaan terhadap pelaku syirik. Selamat dari kesyirikan, selamat dari bid’ah, selamat dari dosa-dosa dan maksiat, selamat dari berbagai belenggu, selamat dari dengki. Hati yang memiliki sifat-sifat terpuji, bersih dari sifat-sifat rendahan. Yaitu hati yang merasa takut dan gentar terhadap Allah ‘azza wa jalla. Wallahu a’lam.”9

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Sesungguhnya istilah para ulama tentang makna qalbun salim berbeda-beda. Dan kesimpulan yang mencakup semuanya itu adalah, hati yang selamat dari seluruh syahwat yang bertentangan dengan perintah dan larangan Allah, dan selamat dari seluruh syubhat yang bertentangan dengan beritaNya. Maka hati itu selamat dari peribadahan kepada selainNya, selamat dari berhukum kepada selain rasulNya.

Hati itu selamat dalam mencintai Allah dengan selalu berhukum kepada rasulNya, juga dalam rasa takut kepada Allah, dalam berharap, bertawakal, kembali dan merendahkan diri kepadaNya, mendahulukan keridhaanNya dalam setiap keadaan, serta menjauhkan diri dari kemurkaanNya dengan berbagai jalan. Dan ini adalah hakikat ubudiyah (penghambaan) yang hanya pantas ditujukan kepada Allah semata.”10

Ibnu Rajab al-Hanbali berkata, “Maka hati yang salim adalah yang selamat dari segala kerusakan dan perkara yang dibenci. Yaitu yang padanya hanya ada kecintaan kepada Allah, rasa takut kepadaNya dan kepada apa yang menjauhkan dariNya.”11

Hati yang sehat dan selamat ini, karena kebersihan dan kemurnian yang ada padanya, berbagai fitnah dan cobaan yang menghampirinya tidak akan membahayakan hati ini. Bahkan hal tersebut akan menambah keimanan dan keyakinan yang ada padanya.

Rasulullah bersabda,

"Fitnah menempel kepada hati sebagaimana anyaman tikar, satu demi satu. Hati mana saja yang menerimanya, akan dituliskan padanya titik hitam. Dan hati mana saja yang mengingkarinya, akan dituliskan padanya titik putih. Sehingga jadilah hati itu menjadi dua macam. Hati yang putih bersih bagaikan batu licin yang bersih, sehingga fitnah tidak akan berbahaya padanya sama sekali selama langit dan bumi masih ada. Dan yang kedua adalah hati yang hitam keruh bagaikan cangkir terbalik, tidak mengenal kebaikan dan tidak mengingkari keburukan kecuali yang masuk dari hawa nafsunya."12

Ketika Allah menjadikan bilangan malaikat yang ditugasi menjaga neraka berjumlah sembilan belas, Allah menyebutkan bahwa hal itu sebagai fitnah (cobaan) bagi orangorang kafir dan yang di dalam hatinya ada penyakit, namun sebagai penguat keimanan orang-orang yang beriman. Allah berfirman,

"Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari Malaikat. Dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi al-kitab menjadi yakin, dan supaya orang yang beriman bertambah imannya, dan supaya orang-orang yang diberi al-kitab dan orangorang mukmin itu tidak ragu-ragu, dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan) , 'Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan? ' Demikianlah Allah membiarkan sesat orangorang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya. "
(al-Muddatstsir: 31)

QALBUN MAYYIT (hati yang mati) 

“Yaitu hati yang sama sekali tidak ada kehidupan padanya. Hati ini tidak mengenal Rabbnya, tidak beribadah kepadaNya dengan melaksanakan perintah dan segala yang dicintai dan diridhai olehNya. Akan tetapi bersikap sesuai dengan hawa nafsu dan kesenangannya belaka, meskipun hal itu menyebabkan kemarahan dan kemurkaan Rabbnya. Jika dia telah meraih syahwat dan bagiannya, dia tidak peduli apakah diridhai atau dimurkai Rabbnya. Maka dia menghambakan diri kepada selain Allah, dengan rasa cinta, takut, harap, ridha, murka, pengagungan dan perendahan diri. Jika mencintai, maka mencintai karena hawa nafsunya.

Jika membenci, membenci karena hawa nafsunya. Jika memberi, memberi karena hawa nafsunya. Jika mencegah pemberian, mencegah karena hawa nafsunya. Hawa nafsunya lebih dia utamakan dan dia cintai daripada keridhaan Maula-nya (Allah). Hawa nafsu adalah imamnya, syahwat adalah panglimanya, kebodohan adalah pengendalinya dan kelalaian adalah kendaraannya Hati ini penuh dengan pikiran untuk meraih tujuan-tujuan duniawi.

Tertutup oleh hawa nafsu yang memabukkan dan kecintaan terhadap dunia. Mereka diseru kepada Allah dan hari akhirat dari tempat yang jauh. Tidak menyambut orang yang memberi nasihat, namun mengikuti setiap setan yang durhaka. Dunia lah yang menjadikan dia marah dan ridha, sedangkan hawa nafsu membuat dia tuli dan buta dari kebenaran.”13

Orang yang memiliki hati semacam ini, telah disebutkan oleh Allah sebagai makhluk yang lebih buruk dari binatang ternak. Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak mereka gunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak mereka gunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak mereka gunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (al- A’raf: 179)

Dan Allah berfirman tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahan,

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (al-Jatsiyah: 23)

Syekh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di v menjelaskan ayat tersebut,

“Allah berfirman, maka pernahkah kamu melihat seorang yang sesat, yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, segala yang disukai hawa nafsunya dia laksanakan, baik diridhai maupun dimurkai oleh Allah. Dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya bahwa hidayah tidak pantas baginya dan dia juga tidak pantas mendapat hidayah. Allah telah mengunci mati pendengarannya sehingga dia tidak bisa mendengarkan sesuatu yang bermanfaat baginya, juga mengunci hatinya sehingga dia tidak bisa menyimpan kebaikan.

Dan Allah telah meletakkan tutupan atas penglihatannya, yang akan menghalanginya dari melihat kebenaran. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah? Yakni, tidak ada seorang pun yang akan memberinya petunjuk, sedangkan Allah telah menutup atasnya segala pintu hidayah dan membuka segala pintu kesesatan untuknya. Allah tidaklah menzhaliminya, akan tetapi dialah yang menzhalimi diri sendiri dan menyebabkan tercegahnya rahmat Allah atasnya. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran, sehingga kamu melaksanakan yang bermanfaat bagimu dan menjauhi yang berbahaya atasmu?”14

Ketika menafsirkan ayat 7 dalam surat al-Baqarah, beliau menjelaskan sebab dikuncinya pendengaran dan hati serta ditutupnya penglihatan mereka. Beliau berkata,

“Jalan-jalan ilmu dan kebaikan ini telah ditutup atas mereka, sehingga tidak ada lagi harapan pada mereka, dan tidak ada kebaikan yang bisa diharapkan lagi di sisi mereka. Dan mereka terhalangi dari hal tersebut dan tertutup dari pintu-pintu keimanan hanyalah disebabkan karena kekafiran, penentangan dan pembangkangan mereka setelah jelas kebenaran bagi mereka.”15

Ketika sahabat yang mulia Hudzaifah bin al-Yaman menjelaskan pembagian hati, beliau membaginya menjadi empat macam.

Beliau berkata, “Hati ada empat.

1. (Pertama) hati yang murni, padanya ada pelita yang bercahaya, itulah hati orang yang beriman.

2. (Kedua) hati yang tertutup, itulah hati orang kafir.

3. (Ketiga) hati yang terbalik, itulah hati orang munafik, mengetahui kebaikan lalu mengingkari, melihat kebenaran lalu buta darinya. Dan

4. (keempat) hati yang dipengaruhi oleh dua unsur materi, unsur keimanan dan unsur kemunafikan. Maka hati ini dikuasai oleh unsur yang dominan dari keduanya.”16

Nampaknya, wallahu a’lam, beliau membagi hati yang mati menjadi dua bagian. Hati yang tertutup, yaitu hati orang kafir, dan hati yang terbalik, yaitu hati orang munafik. Karena kedua macam hati tersebut sama-sama tidak dapat mengambil manfaat dari
cahaya ilmu dan iman.

QALBUN MARIDH (hati yang sakit) 

Hati inilah yang disebutkan oleh Hudzaifah bin al-Yaman z sebagai jenis hati yang keempat. Yaitu hati yang terpengaruh oleh dua unsur materi, keimanan dan kemunafikan atau kekufuran.

Ibnul Qayyim berkata, “Hati ini memiliki kehidupan namun juga memiliki penyakit. Maka dia memiliki dua unsur materi, kadang dipengaruhi oleh yang satu, dan terkadang dipengaruhi oleh yang lain. Maka hati ini dimiliki oleh unsur yang dominan dari keduanya.

Maka dalam hati ini ada kecintaan kepada Allah, keimanan terhadapNya, ikhlas dan tawakal kepadanya, yang mana hal ini adalah unsur kehidupannya.

Namun juga dalam hati ini terdapat kecintaan dan pengutamaan terhadap syahwatnya serta keinginan untuk meraihnya, hasad, kibr, 'ujub, kecintaan terhadap kedudukan yang tinggi dan kerusakan di muka bumi dengan kepemimpinan, yang mana hal tersebut merupakan unsur kebinasaannya.

Maka dia diuji dengan dua penyeru. Penyeru yang mengajak kepada Allah, rasulNya dan hari akhirat. Dan penyeru yang mengajak kepada dunia.
Dan hati ini akan menjawab unsur yang paling dekat darinya.”17

Dan pada kesempatan ini, insyaallah, dengan senantiasa memohon taufik dariNya, akan kita bicarakan tentang penyakit hati ini, sebab-sebabnya dan bagaimana solusinya.

Semoga Allah memudahkan.

MACAM PENYAKIT HATI

Imam Ibnul Qayyim v dalam kitab beliau Ighatsatul Lahafan fi Masyayidisy Syaithan menjelaskan bahwa penyakit hati ada dua macam.18

Pertama, penyakit hati yang langsung bisa dirasakan seketika itu. Seperti rasa sedih, gundah, gelisah dan marah. Maka penyakit ini bisa hilang dengan pengobatanpengobata n secara thabi'i, seperti dengan menghilangkan sebab-sebabnya atau dengan melakukan hal yang berlawanan dengannya dan yang akan menolaknya. Dengan semata-mata adanya penyakit jenis ini dalam hati seorang hamba, tidak mesti menyebabkan kesengsaraan dan siksaan setelah kematian, berbeda dengan jenis penyakit hati yang kedua.

Dan merupakan kesempurnaan pengobatan terhadap penyakit hati jenis ini adalah dengan senantiasa memahami kelemahan dan kekurangan seorang hamba serta kesempurnaan Allah Sang pencipta. Sehingga dengan hal itu seorang hamba senantiasa meminta dan bertawakal hanya kepada Allah, Dzat yang menguasai manfaat dan madharat, untuk menghilangkan penyakit ini. Yang dengan itu dia akan mendapatkan manfaat tidak hanya di dunia, namun bahkan dia akan mendapatkan manfaat di akhirat.

Hal ini bisa kita perhatikan dari petunjuk Nabi dalam mengobati penyakit jenis ini. Di antaranya, petunjuk beliau kepada orang yang tertimpa musibah, sebagaimana dalam sabda beliau,

“Jika seorang hamba tertimpa suatu musibah lalu dia mengatakan ‘inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, Allahumma`jurni fi mushibati wa akhlifli khairan minha,’19 niscaya Allah memberikan pahala untuknya pada musibahnya tersebut dan Allah akan memberikan ganti yang lebih baik dari musibah tersebut untuknya.”20

Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata21, “Kalimat ini merupakan obat paling ampuh untuk orang yang tertimpa musibah, dan paling bermanfaat baginya baik di dunia maupun di akhirat. Karena kalimat ini mengandung dua pokok (keyakinan) yang agung.

Jika seorang hamba benar-benar mengetahuinya, dia akan terhibur dan terlupa dari musibahnya.

Pertama, bahwa sebenarnya seorang hamba, keluarga dan hartanya adalah milik Allah . Dan Allah menjadikannya pada diri hamba sebagai pinjaman. Jika Allah mengambilnya dari hamba, maka sama saja dengan pemberi pinjaman yang mengambil barangnya dari orang yang meminjam.

Selain itu, sesungguhnya seorang hamba dibatasi oleh dua ketiadaan, ketiadaan sebelumnya dan ketiadaan sesudahnya. Dan kepemilikan seorang hamba, baginya hanyalah pemanfaatan barang pinjaman yang sementara.

Dia bukan orang yang mengadakannya dari ketiadaan sehingga menjadi pemilik yang sebenarnya. Dan juga bukan orang yang bisa menjaganya dari kerusakan setelah adanya, tidak pula mampu melanggengkan keberadaannya. Maka dia tidak memiliki pengaruh sama sekali maupun kepemilikan yang hakiki padanya.

Kemudian, perlakuan seorang hamba terhadapnya adalah bagaikan perlakuan seorang budak yang diperintah dan dilarang, tidak sebagaimana perlakuan orang yang memiliki. Oleh karena itu, dia tidak boleh memperlakukannya kecuali dengan perlakuan yang sesuai dengan perintah Pemiliknya yang sebenarnya.

Kedua, bahwa tempat kembali dan pulangnya seorang hamba adalah kepada Allah, Maula-nya yang sebenarnya. Dan dia pasti akan meninggalkan dunia dan akan mendatangi Rabb-nya dalam keadaan sendirian sebagaimana Dia menciptakannya pertama kali, tanpa istri, harta dan keluarga. Akan tetapi (dia akan mendatangiNya) dengan membawa kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan. Jika demikian permulaan dan akhir seorang hamba beserta apa yang dikuasakan kepadanya, kenapa dia sangat gembira dengan apa yang ada dan berputus asa atas apa yang hilang?! Maka pikirannya terhadap permulaan dan tempat kembalinya, merupakan obat terampuh untuk penyakit ini.”

Petunjuk yang lain, sabda Nabi,

“Jika seorang hamba tertimpa rasa sedih dan gelisah, lalu membaca doa (yang artinya), ‘ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hambaMu (Adam) dan anak hamba perempuanMu (Hawa). Ubun-ubunku di tanganMu, hukumMu berlaku padaku dan ketetapanMu kepadaku adalah adil. Aku memohon kepadaMu dengan setiap nama yang Engkau miliki, yang telah Engkau sebutkan untuk diriMu, Engkau ajarkan kepada salah satu makhlukMu, Engkau turunkan dalam kitabMu, atau Engkau khususkan untuk diriMu dalam ilmu ghaib di sisiMu, agar Engkau jadikan al-Qur`an sebagai penghidup hatiku, cahaya di dadaku, penghilang kesedihan dan kegelisahanku,’ niscaya Allah akan menghilangkan kegelisahan dan kesedihannya, dan menggantikannya dengan kelapangan.”22

Ibnul Qayyim v berkata, “Hadits yang agung ini mengandung beberapa perkara tentang ma’rifah, tauhid dan ubudiyah.”23

Dari sini nampak, bahwa semakin kuat tauhid seorang hamba dan semakin kuat ma’rifah-nya kepada Allah dan hakikat dirinya sebagai seorang hamba, maka penyakit hati jenis ini akan mudah diatasi. Oleh karena itu, ketika para nabi ‘alaihimus salam menghadapi suatu perkara yang menyebabkan kegelisahan, kegundahan dan rasa takut, mereka senantiasa mengembalikan urusan mereka kepada Allah.

Dari Ibnu Abbas , dia berkata, “Hasbunallah wa ni’mal wakil (cukuplah Allah bagi kami, dan Dia adalah sebaik-baik Dzat yang diserahi segala urusan), kalimat ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim ketika beliau dilemparkan ke dalam api.”24

Allah berfirman tentang orang-orang yang beriman,

“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka’, Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung’.” (Ali ‘Imran: 173)

Kedua, penyakit hati yang tidak bisa dirasakan seketika itu. Penyakit inilah yang menjadikan hati sebagai qalbun maridh. Dan jenis ini jauh lebih berbahaya dari jenis penyakit hati yang pertama, namun karena rusaknya, hati yang mengidap penyakit ini tidak bisa merasakannya. Hal itu karena hawa nafsu dan kebodohan yang memabukkan telah menghalangi antara hati ini dengan rasa sakit yang ditimbulkan.

Penyakit hati ini yang banyak disebutkan oleh Allah dalam al-Qur`an. Di antaranya, Allah berfirman,

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah tambah penyakitnya. Dan bagi mereka siksa yang pedih.. disebabkan mereka berdusta (al Baqarah 10)

“Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. (al-Hajj 53)

“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (al- Ahzab: 32)

“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu) , niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar.” (al-Ahzab: 60)

Dan penyakit jenis inilah yang berbahaya bagi diri seorang hamba di akhirat, karena akan menyebabkan kesengsaraan dan siksaan yang pedih, jika tidak segera diberikan obat penawarnya.

Adapun obat terhadap penyakit ini, hanyalah dengan ilmu dan keimanan yang telah Allah jelaskan melalui utusanNya yang mulia dan diteruskan oleh para ulama pewaris Nabi. Dan inilah yang akan kita bahas pada poin-poin selanjutnya, insyaallah.

Foot Note

9 Lihat Syifa`ul Qulub karya Syekh Mushthafa al-‘Adawi, hlm. 8-9
10 Mawaridul Aman, hlm. 33-34
11 Iqazhul Himam al-Muntaqa min Jami'il 'Ulum wal Hikam, karya Syekh Salim al-Hilali, hlm. 120
12 Riwayat Muslim (144)
13 Mawaridul Aman, hlm. 36
14 Taisirul Karimir Rahman, hlm. 777
15 Taisirul Karimir Rahman, hlm. 42
16 Lihat Mawaridul Aman, hlm. 40-41
17 Mawaridul Aman, hlm. 37
18 Lihat Mawaridul Aman hlm. 51-53
19 Artinya, “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali kepadaNya. Wahai Allah,
berilah aku pahala pada musibahku ini dan berilah aku ganti yang lebih baik darinya.”
20 Riwayat Muslim (918)
21 Zadul Ma’ad (3/92-93)
22 Riwayat Ahmad (3712), dishahihkan oleh Syekh al-Albani dalam ash-Shahihah (199)
23 Al-Fawa`id, karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah, hlm. 23
24 Lihat Kitab at-Tauhid, karya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, bab qaulillah wa ‘alallahi
fatawakkalu in kuntum mu`minin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar