Keyword

Abu Bakar Ash-Shidiq (2) Abu Daud (1) Abu Hurairah (2) Adab (2) Adam 'Alaihisalam (2) Adu Domba / Namimah (1) Adzab Allah (1) Agama (1) Ahli Bait (1) Ahlul Hadits (9) Ahlussunnah (2) Aib (1) Air Seni (1) Aisyah (1) Akhirat (1) Akhlak (37) Akhlaq (3) Al-Firqatun An-Najiyah (9) Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta (1) Al-Qur'an (11) alam (1) Alam Semesta (4) Ali bin Abi Tholib (1) Aliran Sesat (3) Alkohol (6) Amal (4) Amanah (1) Amirul Mu'minin (1) Anak (1) Anak Cucu dan Mantu Rasulullah (1) Anak Haram (1) Anak Yatim (1) Anak Yatim. Puasa Asyura (1) Aqidah (83) as (1) Asma' Allah (3) At-Tirmidzi (1) Aurat (2) Ayah Dan Ibu (Orang Tua) (2) Ayat Dan Hadits (4) Ayat Kursi (3) Azab Kubur (3) Bantahan (8) Bayi (1) Beda Agama (1) Bejana (1) Belajar Islam (3) Bencong (1) Berenang. Olah Raga (1) Berkah (1) Bersedekap (1) Bid'ah (28) Bid'ah Hasanah (1) Bid'ah Pembagiannya (1) Binatang (2) Biografi (11) Birul Walidain (3) Blogger (1) Bom (2) Buah (1) Buah Manggis (1) Buah Pepaya (1) Buah Pete (1) Buah Semangka (1) Buah Sirsak (5) Bukhary (1) Bulan Muharram (1) Bulan Syawal (1) Bulughul Maram (1) Bunuh (1) Bunuh Diri. (2) Cerai (1) Ceramah (2) Cinta (5) Cinta Nabi (3) Da'i (2) Dajjal (1) Dakwah (8) Dalam Kendaraan Dan Pesawat (1) Daun Salam (1) Debat (1) Dimana Allah (2) Din (1) Do'a (21) Do'a Zakat (2) Duduk Diantara Dua Sujud (1) Duduk Istirahat (1) Dukun (4) Dzikir (9) Dzikir Pagi Dan Petang (4) Etika (1) Faham (3) Fanatik (1) Fatwa (20) Fikih (34) Fikih Ciuman (1) Fiqih (13) Fiqih Shalat (9) Firqah (8) Fitnah (1) Futur (1) Gambar / Lukisan (3) Gereja (1) Ghuluw (7) Golongan (1) Habaib / Habib (2) Haddadiy (1) Hadits (41) Hadits Arba'in (12) Hadits Lemah (7) Hadits Palsu (7) Hajr (1) Halal Haram (3) Halal Haram Makanan Minuman (3) Hamil (10) Hamil Dan Menyusui (9) Hamil Diluar Nikah (1) Harakah (1) Haram (2) Hari Iedul Fitri (2) Hari Raya (7) Harut Dan Marut (3) Hasad (1) Hasmi (1) Hati (11) Hijab (2) Hijab Jilbab Cadar (1) Hipnotis (2) Hisab (2) Hizbiy (1) Hjab Jilbab Cadar (1) Hukum (8) Hutang (3) I'tidal (1) I'tikaf (7) Ibadah (16) Ibnul Jauzi (1) Ibnul Qayyim (1) Idris 'Alaihisalam (1) Ihsan (1) Ikhlas (7) Ilmu (2) Ilmu Agama (2) Ilmu Hadits (11) Ilmu Komputer (1) Ilmu Pengasih / Pelet (1) Ilmu Pengasih / Pelet / Tiwalah (1) Ilmu Pengetahuan (2) Imam (14) Imam Ad-Darimi (1) Imam Ahmad (1) Imam An-Nasa'i (1) Imam Ibnu Majah (1) Imam Malik (1) Imam Muslim (1) Imam Nawawi (12) Imam Syafi'i (20) Iman (4) Imsak (1) Info Dakwah (2) Insan Kamil (1) Islam (2) Isra' Mi'raj (1) Istri (2) Istri-istri Rasulullah (3) ITE (3) Jalalain (1) Jampi / Mantra (1) Jantung (1) Jibril (1) Jihad (5) Jima (1) Jimat / Tamimah (2) Jin (8) Jual Beli (1) Kafir (2) Karomah (1) Kata Aku Dan Kami Dalam Al-Qur'an (2) Kaum Padri (1) Keajaiban (1) Kehidupan (1) Keluarga (2) Keluarga Rasulullah (1) Keraguan / Was-was (1) Kesehatan (20) Khamer (3) Khawarij (2) Khitan (1) Khusyu' (2) Kiamat (10) Kisah Nyata (1) Kisah Teladan (13) Kitab (2) Kubur (6) Laknat (1) Lamar/Pinangan (1) Lemah Lembut (1) Luar Angkasa (1) Maaf (1) Mabuk (2) Mahram (1) Makam / Kuburan (5) Makanan Minuman (1) Maksiat (7) Malaikat (3) Malam Lailatul Qadar (3) Mandi (1) Manhaj Salaf (16) Marah (1) Mashalih Murshalah (1) Masjid (6) Mata 'Ain (1) Maulid Nabi (6) Membungkukkan Badan (2) Mencium Tangan (3) Menyusui (1) Mimpi (1) Minuman (1) Muawiyyah (1) Mubaligh (2) Mudik Lebaran (1) Muhammad Shalallahu'alaihi wa Salam (2) MUI (2) Musik (1) Muslimah (16) Nabi (10) Najd (1) Najis (1) Nasab (1) Nasehat (46) Neraka (4) Niat (7) Niat Puasa Ramadhan (2) Nikah (20) Nikmat Kubur (3) Nyanyian (2) Obat (3) Oral Seks (1) Pacaran (1) Pakaian (1) Paranormal (3) Parfum (1) Pecandu Internet (1) Pegunungan Dieng (1) Pendidikan (2) Pengobatan (2) Penuntut Ilmu (4) Penutup Aurat (1) Penyakit Hati (4) Perbedaan (1) Pernikahan (10) Perpecahan Ahlul Bid'ah (1) Persatuan Ahlussunnah (3) Perselisihan (2) Peta (1) Petasan Mercon Kembang Api (2) Photo (3) Piring (1) Pria (1) Puasa (21) Puasa 3 Hari Tiap Bulan (1) Puasa Arafah (1) Puasa Asyura (2) Puasa Daud (1) Puasa Muharram (1) Puasa Qadha Fidyah (10) Puasa Ramadhan (45) Puasa Senin Kamis (2) Puasa Sunnah (4) Puasa Sya'ban (1) Puasa Syawal (3) Pujian (2) Qadha (9) Qunut (1) Radio (2) Rahasia (1) Ramadhan (48) Ramalan (2) Rambut (1) Rasul (9) Rasulullah (4) Remaja (3) Riba (2) Riya' (3) Rizki (1) Rokok (5) Ruh (2) Ruku' (1) Rukun Iman (2) Rukun Islam (1) Rumah Tangga (2) Ruqyah (2) Sabar (6) Safar (1) Sahabat (12) Sakit (1) Salafiy (14) Salam (2) Sanad (1) Sejarah (1) Seks / Sex (1) Seledri (1) Semir (1) Shahabiyyah (5) Shalat (39) Shalat Dhuha (3) Shalat Ied (4) Shalat Jama'ah (1) Shalat Jum'at (2) Shalat Tarawih (2) Shalawat (3) Shirath Jembatan Diatas Neraka (1) Sifat-sifat Allah (18) Sihir (11) Simbol (1) Suami-Istri (4) Sujud (2) Sum'ah (1) Sunnah (6) Surat (2) Surat Al-'Ashr (1) Surat Al-Fatihah (1) Surat Ibrahim Ayat 27 (1) Surga (6) Sutra (1) Syafa'at (3) Syafi'i (1) Syaikh (1) Syaikh Abdul Aziz Bin Baz (3) Syaikh Abdurrozzaq Bin Abdul Muhsin Al-Abbad (2) Syaikh Ibnu Jibrin (1) Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd (1) Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin (12) Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (2) Syaikh Muqbil Bin Hadi Al-Wadi'i (1) Syaikh Shalih Fauzan Bin Abdillah Al-Fauzan (4) Syaikhul Islam (3) Syaikhul Islam Abu Ismail Ash-Shabuni (3) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (25) Syair (1) Syaithan / Setan (5) Syari'at (1) Syi'ah (5) Syiah (5) Syirik (18) Ta'addud / Poligami (1) Tabdi (1) Tafsir (7) Tahdzir (1) Tahun Baru (3) Tajwid (1) Takbiiratul Ihram (1) Takdir (2) Takfiri (2) Taklid (1) Talak (1) Tangis (1) Tarahum Mohon Rahmat (1) Tarikh (7) Tasyabuh (9) Tasyahud Akhir (1) TASYAHUD AWWAL (1) Taubat (3) Tauhid (73) Tauhid Asma Wa Sifat (2) Tauhid Rububiyyah (1) Tauhid Uluhiyyah (1) Tawasul (3) Tazkiyatun Nufus (25) Teman (1) Terjemahan Al-Qur'an (1) Tertawa (1) Thaifatul Manshurah (8) Timbangan (1) Tipu Muslihat Abu Salafy (1) Touring (1) Tsa'labah Bin Hathib (1) Turun Sujud (1) TV (2) Ucapan (3) Ujub (8) Ulama (8) Umar bin Khattab (2) Umum (1) Undang-undang (3) Usap Muka (1) Valentine's Day (2) Video (5) Wahabi (2) Wali (2) Wanita (12) Waria (1) Wudhu (3) Wudhu Wanita (1) Zakat (10) Zakat Fitri (9) Zinah (3)

Sabtu, 31 Desember 2011

SHALAT 3 BERSEDEKAP

Shalat 3 Bersedekap



Abu Zuhriy Rikiy Dzulkifliy
SHALAT 3 BERSEDEKAP

Beliau bersabda:

إِنَّا مَعْشَرَ الأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا بِتَعْجِيلِ فِطْرِنا ، وَتَأْخِيرِ سُحُورِنا ، وَوَضْعِ أيمَانِنَا عَلَى شمائِلِنا فِي الصَّلا


“Kami, para nabi diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika melakukan sholat.”

(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya’ dengan sanad shahih).

LARANGAN BERSEDEKAP DENGAN TANGAN KIRI DIATAS TANGAN KANAN

Dalam sebuah riwayat pernah beliau melewati seorang yang sedang sholat, tetapi orang ini meletakkan tangan kirinya pada tangan kanannya, lalu beliau melepaskannya, kemudian orang itu meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya.

(Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang shahih).

CARA BERSEDEKAP: Meletakkan atau menggenggam

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada punggung telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya berdasar hadits dari Wail bin Hujur:

“Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan tangan kiri atau lengan kirinya.”

(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).

Beliau terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya, berdasarkan hadits Nasa’i dan Daraquthni:

“Tetapi beliau terkadang menggenggam"

MENGHADAPKAN PANDANGAN KE TEMPAT SUJUD

Pada saat mengerjakan sholat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam sholat).”

(HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah shalat dengan mengangkat pandangannya ke langit.

Maka turunlah ayat :

الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

“(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya”

{QS. Al-Mukminun : 2}

Maka beliau kemudian menundukkan kepalanya”

[HR. Al-Hakim no. 3483; shahih sesuai syarat Muslim]

LARANGAN MENENGADAHKAN PANDANGAN KE LANGIT

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ رَفْعِهِمْ أَبْصَارَهُمْ عِنْدَ الدُّعَاءِ فِي الصَّلَاةِ إِلَى السَّمَاءِ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ

“Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka.”

(HR. Muslim, Nasa’i dan Ahmad).

LARANGAN MENOLEH KEKANAN, KEKIRI, KEDEPAN (tanpa ada alasan yang syar'iy)

Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau bersabda:

dari 'Aa-isyah, beliau berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang menoleh dalam shalat."

Maka Beliau bersabda:

هُوَ اخْتِلَاسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلَاةِ الْعَبْدِ

"Itu adalah sambaran yang sangat cepat yang dilakukan oleh setan terhadap shalatnya hamba."

(HR. Bukhariy)

Dalam Zaadul Ma’aad (I/248) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang yang sedang sholat menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan.

Ibnu Abdil Bar berkata,

“Jumhur ulama mengatakan bawa menoleh yang ringan tidak menyebabkan shalat menjadi rusak.”

Juga dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi atau di tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan atau ukiran, dihadapan dinding yang bergambar dan sebagainya.

LARANGAN MENENGADAHKAN PANDANGAN KE LANGIT

dari Anas, bahwa Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي صَلَاتِهِمْ

"Mengapa orang-orang itu menengadahkan penglihatan mereka ke langit saat shalat?".

Teguran nabi tersebut semakin keras sampai beliau mengatakan,

لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ

"Mereka mau benar-benar berhenti atau penglihatan mereka dibutakan ".

(Shahiih, HR. Ahmad, Nasaa-iy, dll. dishahiihkan syaikh al-albaaniy dalam shahiih an Nasaa-iy)

Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَا يَرْفَعْ بَصَرَهُ إِلَى السَّمَاءِ أَنْ يُلْتَمَعَ بَصَرُهُ

"Jika salah seorang dalam Shalat, maka janganlah menengadahkan penglihatannya ke langit, karena dikhawatirkan penglihatannya akan disambar ".

(HR. Ahmad, dishahiihkan Syaikh Muqbil)

LARANGAN MELAKUKAN GERAKAN SIA-SIA 

Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullåh ditanya:
Banyak orang melakukan gerakan yang sia-sia di dalam shalatnya, adakah batasan tertentu tentang bergerak yang membatalkan shalat? Apakah batasan tiga kali gerakan berturut-turut ada dasarnya? Apa nasehat Anda kepada orang yang sering melakukan gerakan yang sia-sia di dalam shalat?

Beliau Menjawab:

Wajib bagi seorang mukmin dan mukminah untuk thuma’ninah (tenang dan tidak tergesa-gesa) di dalam shalat, karena thuma’ninah termasuk rukun shalat berdasarkan riwayat yang terdapat di dalam Ash Shahihain, bahwa Beliau shallallahu ’alaihi wasallam memerintahkan orang yang tidak thuma’ninah di dalam shalatnya untuk mengulangi shalatnya.

Disyariatkan setiap muslim dan muslimah khusyu’ di dalam shalat, konsentrasi, dan menghadirkan seluruh perhatian dan hatinya di hadapan Allah subhanahu wata’ala, hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala,

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ * الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (Al Mu’minun:1-2).

Dan dimakruhkan melakukan gerakan sia-sia terhadap pakaiannya, jenggotnya, atau lainnya. Jika banyak melakukan itu dan berturut-turut, maka sejauh yang kami ketahui, bahwa itu diharamkan menurut syariat, dan itu berarti membatalkan shalat.

Tidak ada batasan tertentu dalam hal ini. Pendapat yang membatasinya dengan tiga kali gerakan adalah pendapat yang LEMAH karena tidak ada dasarnya. Maka yang dijadikan landasan adalah gerakan sia-sia yang banyak –dalam keyakinan orang yang shalat itu sendiri-.

Jika orang yang shalat itu berkeyakinan bahwa gerakannya yang sia-sia banyak dan berturut-turut, maka hendaklah ia mengulangi shalatnya jika itu shalat fardhu, di samping itu, hendaklah ia bertaubat dari perbuatan tersebut.

Nasehatku untuk setiap muslim dan muslimah, hendaknya mereka memelihara pelaksanaan shalat disertai kekhusyu’an di dalamnya, serta meninggalkan gerakan yang sia-sia dalam pelaksanaannya walaupun sedikit, karena agungnya perkara shalat dan karena shalat itu merupakan tiang agama Islam serta rukun Islam terbesar setelah syahadatain.

Lagipula, pada hari kiamat nanti, yang pertama kali dihisab (dihitung) dari seorang hamba adalah shalatnya. Semoga Allah subhanahu wata’ala menunjuki kaum muslimin kepada jalan yang diridhai-Nya.

Sumber: Fatawa Muhimah Tata’allaqu Bish Shalah.

BOLEHNYA BERGERAK APABILA DIPERLUKAN

Yaitu gerakan yang sedikit karena ada hajat (butuh) atau gerakan yang banyak karena darurat. Contoh gerakan yang sedikit karena ada hajat adalah perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat sambil menggending Umamah binti Abil ‘Ash, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Zainab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kakeknya dari ibunya. Ketika itu beliau berdiri sambil menggendongnya dan ketika sujud beliau meletakknya. (HR. Bukhari no. 5996 dan Muslim no. 543)
[ http://abdullahissgafa.blogspot.com/2012/01/banyak-gerak-dalam-shalat.html ]

dari Aisyah radhiallahu anha berkata: pernah Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, shalat di rumahnya, dan pintunya dalam keadaan tertutup. Lalu aku datang, maka beliau berjalan hingga membukakan pintu untukku lalu beliau kembali ke tempatnya semula dan Aisyah menyebutkan bahwa pintunya berada di bagian kiblat.

Maka jika pergerakan tersebut adalah pergerakan yang mengharuskan seseorang untuk berpindah tempat atau berjalan beberapa langkah, maka hendaknya ia tetap menghadap kiblat.

[Lihat Fatwa Lajnah Daaimahlil buhuts iliyah wal-ifta]

Termasuk dalam hal ini adalah seseorang yang MEMATIKAN HANDPHONEnya ketika berdering sewaktu ia shalat. Karena hal ini merupakan pergerakan yang diperlukan, dan maslahatnya besar, yaitu tetap mempertahankan kekhusyu'an, beleum lagi jika seseorang shalat berjama'ah di mesjid, yang jika tidak mematikannya, maka akan mengganggu jama'ah lain, yang justru mendatangkan dosa baginya. Wallahul musta'aan.

MEMBACA DO'A ISTIFTAH

Råsulullåh shållallåhu 'alayhi wa sallam bersabda,

إِنَّهَا لَا تَتِمُّ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ حَتَّى يُسْبِغَ الْوُضُوءَ كَمَا أَمَرَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

"Tidak sempurna shalat salah seorang dari kalian sehingga dirinya menyempurnakan wudlu' sebagaimana yang di perintahkan Allah Azza wa Jalla,

فَيَغْسِلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ وَيَمْسَحَ بِرَأْسِهِ وَرِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Maka hendaknya ia membasuh mukanya dan kedua tangannya sampai kedua sikunya, dan membasuh kepalanya dan kedua kakinya hingga kedua mata kakinya,

ثُمَّ يُكَبِّرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَيَحْمَدَهُ ثُمَّ يَقْرَأَ مِنْ الْقُرْآنِ مَا أَذِنَ لَهُ فِيهِ وَتَيَسَّرَ

kemudian mengucapkan takbir, memuji Allah [yakni membaca istiftah] dan membaca Al Qur'an yang mudah baginya…"

[HR. Abu Dawud dan al-Hakim, dan beliau menshahihkannya dan disepakati oleh adz-Dzahabiy]

Berikut beberapa doa istiftah yang diambil dari sumber-sumber shahiyh:

1. Dengan membaca

سبحانك اللهم وبحمدك وتبارك اسمك وتعالى جدك ولا إله غيرك

“Subhanakallahumma wa bihamdika wa tabaaraka ismuka wa ta’ala jadduka wa laa ilaaha ghairuka, A’udzubillahiminasy syaithanirrajim”

(Maha suci Engkau Ya Allah dengan memuji-Mu, Maha Mulia nama-Mu, Maha Tinggi kemuliaan-Mu, tiada Ilah yang berhak disembah selain-Mu.)

[Shahih, HR. Abu Dawud dan Al-Hakim, dan beliau menshahihkannya dan disepakati oleh adz-Dzahabiy. Lihat al-Irwa (341)]

2. atau membaca:

اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا ، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا ، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّاَصِيْلاً

Allahu akbar kabiraw wal hamdulillahi katsiraw wasubhaanallahi bukrataw wa ashiilaa

(Allah Maha Agung lagi Maha Besar, segala puji yang begitu banyak hanya milik Allah, Maha Suci Allah pada pagi hari dan petang hari)

[Shahih, HR. Muslim dan Abu 'Awanah, dishahihkan at-Tirmidziy]

3. atau membaca:

اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

Allohumma baa 'idbayniy wa bayna khothooyaaya kamaa baa'ad-ta bayna masy'-riki wal maghribi

Ya Allah! Jauhkanlah diriku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan timur dan barat.

اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلاَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ

allohumma naq-qoniy min khothooyaaya ka maa yuna-q-qots-tshållallåhu 'alaihi wa sallambul ab-yadhu minadda nasi

Ya Allah! Bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku seperti kain putih yang dibersihkan dari kotoran

اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

allahummag silniy, min khothooyaaya bilmaa-i wat-talji wal barod

Ya Allah! Sucikanlah diriku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, dengan air dingin (air batu) dan embun”

[HR. Bukhariy dan Muslim]

KESALAHAN DALAM ISTIFTAH

Seluruh bacaan istiftah diatas terpisah, tidak ada doa yang digabung-gabungkan!

Sebagaimana kebanyakan kita lihat orang yang menggabungkan dua istiftah diatas (seperti yang diajarkan di TPA-TPA, sekolah-sekolah dan lainnya) seperti berikut:

اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا ، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا ، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّاَصِيْلاً

Allahu akbar kabiiran; walhamdulilaahi katsiiran, wa subhaanallahu bukratan wa ashiilaa

إِنّ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ للَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْ

inni wajjahtu wajhiya lilladziy fatharas samawaati wal ardh haniifan musliman wa maa ana minal musyrikiin

إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

inna shalaati wanusuki wa mahyaaya wa mamaati lillahi rabbil 'aalamiin

لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ

LAA SYARIIKA LAHU WA BIDZAALIKA UMIRTU WA ANAA MINAL MUSLIMIIN 

Tidak ada riwayat yang shohih yang meriwayatkan do'a istiftah seperti itu; marilah kita menggunakan do'a-do'a yang shohih daripada menggunakan do'a-do'a isftitah yang lemah periwayatannya (atau bahkan yang tidak ada asal-usulnya) yang tidak bisa dijadikan hujjah, apalagi untuk diamalkan.

Adapun YANG BENAR, yaitu berdasarkan hadits diriwayatkan imam muslim, dari 'Ali bin Abu Thalib dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam; Biasanya apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat, beliau membaca (do'a iftitah) sebagai berikut:

وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ

WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATHARAS SAMAAWAATI WAL ARDLA HANIIFAN WAMAA ANAA MINAL MUSYRIKIIN

Aku hadapkan wajahku kepada Allah, Maha pencipta langit dan bumi dengan keadaan ikhlas dan tidak mempersekutukanNya.

إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِي

INNA SHALAATII WA NUSUKII WA MAHYAAYA WA MAMAATII LILLAHI RABBIL 'AALAMIIN

Sesungguhnya shalatku, segala ibadahku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam.

نَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ

LAA SYARIIKA LAHU WA BIDZAALIKA UMIRTU WA ANAA MINAL MUSLIMIIN

Tidak ada sekutu bagiNya, dan karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan berserah diri kepadaNya.

اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau.

أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ

ALLAHUMMA ANTAL MALIKU LAA ILAAHA ILLAA ANTA, ANTA RABBII WA ANAA 'ABDUKA ZHALAMTU NAFSII WA'TARAFTU BI DZANBII FAGHFIL LII DZUNUUBII JAMII'AN INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUB ILLAA ANTA

Engkaulah Rabbku dan aku adalah hambaMu. Aku telah menzhalimi diriku dan aku mengakui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang berwenang untuk mengampuni segala dosa melainkan Engkau.

وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ

WAH DINII LIAHSANAIL AKHLAAQ LAA YAHDII LIAHSANIHAA ILLAA ANTA

Dan tunjukilah kepadaku akhlak yang paling bagus. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau.

وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ

WASHRIF 'ANNII SAYYI`AHAA LAA YASHRIFU 'ANNII SAYYI`AHAA ILLAA ANTA

Dan jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya Engkau.

لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ

LABBAIK WA SA'DAIK WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIK WASY SYARRU LAISA ILAIKA ANAA BIKA WA ILAIKA

Labbaik wa sa'daik (Aku patuhi segala perintahMu, dan aku tolong agamaMu). Segala kebaikan berada di tanganMu. Sedangkan kejahatan tidak datang daripadaMu. Aku berpegang teguh denganMu dan kepadaMu.

تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

TABAARAKTA WA TA'AALAITA ASTAGHFIRUKA WA ATUUBU ILAIKA

Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampun dariMu dan aku bertobat kepadaMu"

(HR. Muslim)

Hadits dhaif dalam doa istiftah

الله أكبرا كبيرا, الله أكبرا كبيرا, الله أكبرا كبيرا

Allahu akbar kabiiraa, Allahu akbar kabiiraa, Allahu akbar kabiiraa

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.

والحمد لله كثيرا, والحمد لله كثيرا, والحمد لله كثيرا

Wal hamdulillaahi katsiiraa, Wal hamdulillaahi katsiiraa, Wal hamdulillaahi katsiiraa

Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak

وسبحان الله بكرة وأصيلا

Wa subhanallahi bukrataw wa ashiilaa

Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore

(dibaca tiga kali)

أعوذ بالله من الشيطان: من نفخه, ونفثه, وهمزه

'Audzubillaahi minasy syaithan; min nafkhihi wa naftsihi, wa hamzihi

“Aku berlindung kepada Allah dari tiupan, bisikan dan godaan Syaithan”

(Dhåif, HR. Abu Dawud 1/203; Ibnu Majah 1/256; Ahmad 4/85).

[Hadits ini didla’ifkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Dha’if Abu Dawud no. 764; Dha’if Ibnu Majah no. 155; Al-Misykah no. 817; Irwa’ul Ghalil no. 342]

MEMBACA TA'AWWUDZ

Kemudian setelah membaca istiftah, kita memaca ta'awwudz. Para ulama sepakat bahwa hukum membaca isti’adzah di permulaan shalat (maksudnya : sebelum membaca Al-Fatihah) adalah wajib. Akan tetapi mereka berselisih pendapat tentang kewajiban membacanya di tiap raka’at.

Allah ta’ala berfirman :

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّهِ مِنَ الشّيْطَانِ الرّجِيمِ

“Apabila kamu hendak membaca Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk”

[QS. An-Nahl : 98].

Adapun bacaan-bacaannya adalah:

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

a'udzu billahi minasy syaitonirrojiim

(Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk)

atau

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ.

a'udzu billahi minasy syaitonirrojiim min hamzihi wa nafkhihi wa naf-tsih

”Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkan gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq).”

(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).

atau

أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ

a'udzu billahi minas sami'il 'alim minasy syaitonirrojim min hamzihi wa naf-khihi wa naf-tsih

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dari syaitan terkutuk dari tipuan, bisikan dan godaannya”.

(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).

MEMBACA AL-FATIHAH

dalilnya:

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

"Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah."

(Muttafaqun 'alaih)

Juga dalil (orang yang salah shalatnya):

إِذَا قُمْتَ فَتَوَجَّهْتَ إِلَى الْقِبْلَةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ بِأُمِّ الْقُرْآنِ وَبِمَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَقْرَأَ

"Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, dan wajahmu telah menghadap ke arah kiblat, maka bertakbirlah lalu BACALAH UMMUL QUR-AAN dan surat sesuka hatimu, dan sesuai kehendak Allah untuk kamu baca..."

(HR. Bukhariy, Muslim, Abu Dawud, dan selainnya)

Wajib membacanya baik itu imam atau makmum atau yang shalat sendiri. Berdasarkan keumuman hadits diatas tidak membedakan.

Tidak tepat mengatakan hadits diatas dikhususkan dengan ayat dan hadits berikut:


وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apabila dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”

[QS. Al-A’raf : 204].

dan juga hadits:

إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا ، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا ، وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا

“Imam itu hanyalah untuk diikuti. Apabila ia bertakbir, maka bertakbirlah. Dan apabila ia membaca, maka diamlah”

[Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 922; shahih. Tambahan lafadh ‘apabila ia membaca, maka diamlah’; telah dishahihkan oleh Muslim dalam Shahih-nya no. 404].

karena ada hadits lain yang telah MENGECUALIKAN ayat atau hadits diatas; yaitu hadits:

فَلَا تَقْرَءُوا بِشَيْءٍ مِنْ الْقُرْآنِ إِذَا جَهَرْتُ إِلَّا بِأُمِّ الْقُرْآنِ

Janganlah kalian membaca sesuatu pun ketika aku mengeraskan bacaan, KECUALI bacaan Al Fatihah.”

dalam riwayat lain:

لَا تَفْعَلُوا إِلَّا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا

“Jangan lakukan itu KECUALI (MEMBACA) AL-FAATHIHAH, karena tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Faatihah”

dalam riwayat lain:

فَلا تَفْعَلُوا وَلْيَقْرَأْ أَحَدُكُمْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فِي نَفْسِهِ

“Jangan kalian lakukan. Hendaklah salah seorang di antara kalian membaca Al-Faatihah bagi dirinya sendiri” (HR Bukhariy)

[ Shahiih li ghayrihi (shahiih, dengan dikuatkan oleh jalan-jalan yang lain); simak takhrijnya disini :
http://abdullahissgafa.blogspot.com/2012/01/tidak-sah-shalat-bagi-orang-yang-tidak.html ]

Al-Imam ibnul-'Utsaimin berkata (secara makna):

"Nash-nash yang menyebutkan tentang kewajiban membaca al-fatihah, --baik dalam keadaan jahr maupun sirr, baik imam maupun makmum, maupun shalat sendirian-- adalah SHAHIIH dan SHÅRIIH"

LANTAS KAPAN MEMBACA AL FATIHAH?

Tidak ada nash yang menyebutkan kapan waktu untuk membaca al faatihah sebagaimana disebutkan oleh Imam ash-Shan'aniy dalam subulus salam.

akan tetapi kita mengembalikan kepada ke-MUTHLAQ-an hadits-hadits diatas, yaitu boleh dibaca kapansaja.

berkata Mak-hul;

"Bacalah Al Fatihah dengan suara lirih (pelan) ketika imam mengeraskan bacaannya ketika berhenti dari membaca Al Fatihah, apabila imam tidak berhenti (diam), maka bacalah sebelum imam membaca atau membaca bersamanya atau setelah imam membacanya, yang penting, janganlah kamu meninggalkannya (tidak membaca Al Fatihah)."

(HR. an Nasaa-iy; diriwayatkan juga oleh al-Imam ad-Daruquthniy dan beliau berkata: رواته ثقات "para perawi dalam hadits ini seluruhny TSIQAH")

namun yang terbaik, adalah membaca al-faatihah bersama imam, sehingga kita bisa megucapkan aamiin bersamanya, sehingga kita bisa langsung menyimak surat yang dibacanya setelahnya. wallahu a'lam.

MEMBACA AL-FATIHAH DENGAN SEMPURNA

Berkata syaikh al utsaimin rahimahullah:

"Huruf (Alif-Lam, “Al“) pada Al-Fatihah menunjukkan keumuman,yaitu membacanya DENGAN SEMPURNA; (yakni) tertib dengan ayat-ayatnya, kata-katanya, huruf-hurufnya,dan harokat-harokatnya.

Seandainya dibaca hanya enam ayat saja maka tidak sah.

Seandainya dibaca tujuh ayat akan tetapi tertinggal membaca (Adh-dhollin) saja maka tidak sah.

Seandainya dibaca lengkap semua ayat tidak tertinggal satu kalimat pun akan tetapi tertinggal satu huruf semisal membaca “Shirotholladzina an’am ‘alaihim dimana tertinggal huruf “ta” maka tidaklah sah.

Seandainya tertinggal harokat juga tidak sah."

(lihat syarhul mumti' syaikh al-'utsaimin)

MEMBACA AAMIIN (bagi imam, makmum dan orang yang shlat sendiri)

Hukum Bagi Imam dan orang yang shalat sendiri

Membaca amin disunnahkan bagi imam sholat.

Dari Abu hurairah, dia berkata: “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika selesai membaca surat Ummul Kitab (Al Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca aamin.”

(Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al Hakim, Al Baihaqi, Ad Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al Albani dalam Al Silsilah Al Shahihah dikatakan sebagai hadits yang berkualitas shahih)

“Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau mengucapkan aaamiin dengan suara keras dan panjang.”

(Hadits shahih dikeluarkan oleh Al Imam Al- Bukhari dan Abu Dawud)

Hadits tersebut mensyari’atkan para imam untuk mengeraskan bacaan amin, demikian yang menjadi pendapat Al Imam Al Bukhari, Asy Syafi’i, Ahmad, Ishaq dan para imam fikih lainnya.

Dalam shahihnya Al Bukhari membuat suatu bab dengan judul ‘baab jahr al imaan bi al ta miin’ (artinya: bab tentang imam mengeraskan suara ketika membaca amin). Di dalamnya dinukil perkataan (atsar) bahwa Ibnu Al- Zubair membaca amin bersama para makmum sampai seakan-akan ada gaung dalam masjidnya.

Juga perkataan Nafi’ (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca aaamiin dengan suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu kepada semua orang. Aku pernah mendengar sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal itu.”

Berkata Imam asy-Syawkaniy:

Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka hukumnya hanya sunnah.

(lihat Nailul Authaar, II/262).

Hukum Bagi Makmum

Dalam hal ini ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para shahabat dan perkataan para ulama.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

إِذَا أَمَّنَ الْإِمَامُ فَأَمِّنُوا

“Jika imam membaca aamiin maka hendaklah kalian juga membaca aamiin.”

Hal ini mengisyaratkan bahwa membaca aamiin itu hukumnya wajib bagi makmum. Pendapat ini dipertegas oleh Asy Syaukani. Namun hukum wajib itu tidak mutlak harus dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca aaamiin ketika imam juga membacanya.

(lihat Nailul Authaar, II/262).

Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam berbsabda:

إِذَا قَالَ الْإِمَامُ { غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ }

“Bila imam membaca غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ,

فَقُولُوا آمِينَ فَإِنَّهُ

ucapkanlah aaamiin [karena malaikat juga mengucapkan aamiin dan imam pun mengucapkan aamiin], .

مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلَائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa ucapan aamiin-nya bersamaan dengan aamiin para malaikat, dosanya yang lalu diampuni."

(HR. Nasaa-iy)

(dalam riwayat lain disebutkan:)

إِذَا قَالَ أَحَدُكُمْ آمِينَ وَقَالَتْ الْمَلَائِكَةُ فِي السَّمَاءِ آمِينَ فَوَافَقَتْ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“bila seseorang diantara kamu mengucapkan amin dalam sholat bersamaan dengan malaikat dilangit mengucapkannya), dosa-dosanya masa lalu diampuni.”

(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari, Muslim, An Nasai dan Ad Darimi)

Syaikh Al Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut:

“Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam, dan tidak mendahuluinya."

(Tamaamul Minnah hal. 178)

MEMBACA SURAT-SURAT LAIN DALAM AL-QUR'AN SETELAH AL-FATIHAH

Kemudian setelah membaca al-fatihah, membaca surat-surat lain dalam al-qur'an.

Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِذَا قُمْتَ فَتَوَجَّهْتَ إِلَى الْقِبْلَةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ بِأُمِّ الْقُرْآنِ وَبِمَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَقْرَأَ

"Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, dan wajahmu telah menghadap ke arah kiblat, maka bertakbirlah lalu bacalah Ummul Qur'an dan surat sesuka hatimu, dan sesuai kehendak Allah untuk kamu baca"

(Hasan, HR. Abu Dawud ihat shahiih abi dawud karya syaikh al-Albaaniy)

Dari Abi Hurairah radliyallaahu ta’ala ‘anhu ia berkata :

"Al-Qur’an dibaca pada setiap shalat. Bacaan yang dikeraskan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, kami pun mengeraskannya ketika kami menjadi imam. Dan bacaan yang tidak dikeraskan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka kami pun tidak mengeraskannya. Jika kamu tidak menambah bacaan selain Ummul-Qur’an (Al-Fatihah), maka itu sudah cukup. Jika kamu menambah bacaan surat selain Ummul-Qur’an, maka itu lebih baik"

[HR. Al-Bukhari no. 738].

Maka hukumnya adalah SUNNAH, BUKAN WAJIB. Membaca surat Al Quran ini dilakukan pada dua roka’at pertama. Banyak hadits yang menceritakan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang itu.

- Disunnahkan membaca surat pada rakaat ketiga dan keempat

Dari Abi Sa’id Al-Khudri radliyallaahu ‘anhu : “Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam membaca surat (setelah Al-Fatihah) dalam dua raka’at pertama shalat Dhuhur untuk setiap raka’atnya sekitar tigapuluh ayat. Sedangkan dalam dua raka’at terakhir beliau membaca sekitar lima belas ayat”

[HR. Muslim no. 452].

- Memperhatikan Pendeknya Surat Yang Dibaca

Pada sholat munfarid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat-surat yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk, sedangkan kalau sebagai imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya (misalnya ada bayi yang menangis maka bacaan diperpendek).

Rasulullah berkata: “Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya akan tetapi, tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku memperpendek sholatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena tangis bayi itu.” (Muttafaq ‘alaih)

- Memperhatikan pembagian dalam pembacaan Surat

Dalam satu sholat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua roka’at, kadang pula surat yang sama dibaca pada roka’at pertama dan kedua.

(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Ya’la, juga hadits shahih yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Al Baihaqi atau riwayat dari Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim, disahkan oleh Al Hakim disetujui oleh Ad Dzahabi)

Terkadang beliau membolehkan membaca dua surat atau lebih dalam satu roka’at.

(Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari dan At Tirmidzi, dinyatakan oleh At Tirmidzi sebagai hadits shahih)

- Tata Cara Bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya membaca surat dengan jumlah ayat yang berimbang antara roka’at pertama dengan roka’at kedua.

(berdasar hadits shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari dan Muslim)

Dalam sholat yang bacaannya dijahrkan Nabi membaca dengan keras dan jelas. Tetapi pada sholat dzuhur dan ashar juga pada sholat maghrib pada roka’at ketiga ataupun dua roka’at terakhir sholat isya’ Nabi membacanya dengan lirih yang hanya bisa diketahui kalau Nabi sedang membaca dari gerakan jenggotnya, tetapi terkadang beliau memperdengarkan bacaannya kepada mereka tapi tidak sekeras seperti ketika di-jahr-kan.

(Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering membaca suatu surat dari awal sampai selesai selesai. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Berikanlah setiap surat haknya, yaitu dalam setiap (roka’at) ruku’ dan sujud.”

(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan ‘Abdul Ghani Al-Maqdisi)

Dalam riwayat lain disebutkan: “Untuk setiap satu surat (dibaca) dalam satu roka’at.”

(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At Thohawi)

Dijelaskan oleh Syaikh Al Albani:

“Seyogyanya kalian membaca satu surat utuh dalam setiap satu roka’at sehingga roka’at tersebut memperoleh haknya dengan sempurna.” Perintah dalam hadits tersebut bersifat sunnah bukan wajib.

Dalam membaca surat Al Quran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya dengan tartil, tidak lambat juga tidak cepat -sebagaimana diperintahkan oleh Allah- dan beliau membaca satu per satu kalimat, sehingga satu surat memerlukan waktu yang lebih panjang dibanding kalau dibaca biasa (tanpa dilagukan).

Rasulullah berkata bahwa orang yang membaca Al Quran kelak akan diseru:

ثُمَّ يُقَالُ لَهُ اقْرَأْ وَاصْعَدْ فِي دَرَجَةِ الْجَنَّةِ وَغُرَفِهَا فَهُوَ فِي صُعُودٍ مَا دَامَ يَقْرَأُ هَذًّا كَانَ أَوْ تَرْتِيلًا

Kemudian dikatakan padanya: Bacalah dan naiklah ke tingkat surga dan kamar-kamarnya. Ia senantiasa naik selama ia membaca dengan cepat atau dengan tartil.

(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At Tirmidzi, dishahihkan oleh At Tirmidzi)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al Quran dengan suara yang bagus, maka beliau juga memerintahkan yang demikian itu:

زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ

“Perindahlah/hiasilah Al Quran dengan suara kalian [karena suara yang bagus menambah keindahan Al Quran].”

(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari , Abu Dawud, Ad Darimi, Al Hakim dan Tamam Ar Razi)

Dalam riwayat Bukhariy dan Muslim disebutkan:

مَا أَذِنَ اللَّهُ لِشَيْءٍ مَا أَذِنَ لِنَبِيٍّ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ

"Allah tidak menaruh perhatian terhadap sesuatu, seperti perhatianNya terhadap Nabi yang melagukan Al Qur`an dengan suara yang indah."

(HR. Bukhariy dan Muslim (dan ini lafazhnya)]

Dalam hadits ain

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ

“Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al Quran.”

(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al Hakim, dishahihkan oleh Al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi)

YANG DIBACA NABI DALAM SHALAT

---shalat shubuh---

Beliau membaca ayat-ayat panjang (thiwal) mufashshal [tujuh surat panjang dibagian akhir qur-aan; diawali surat Qaaf] (HR. Nasaa-iy dan Ahmad, shahiih)

Kadang beliau membaca al Waqi'ah dan sejenisnya dalam dua raka'at (HR. Ahmad, Khuzaymah, al-Hakim; dan beliau (al Hakim) menshahiihkannya dan disepakati oleh adz Dzahabiy)

Kadang beliau baca surat Qaaf dan sejenisnya, [pada raka'at pertama] (HR. Muslim dan Tirmidziy)

Kadang beau membaca ayat pendek yang mufashshal seperti surat at Takwiir (HR. Muslim dan Abu Dawud)

Pernah pula beliau membaca az Zalzalah (HR. Abu Dawud dan Bayhaqiy dengan sanad yang shahiih)

Kadang dalam safar beliau membaca surat al Falaq dan an Naas (HR. Abu Dawud, Ibnu Khuzaymah, Ibnu Busyran, Ibn Abi Syaibah, dan al Hakim; al Hakim menshahiihkannya dan disepakati oleh adz Dzahabiy)

Kadang pula beliau membaca surat ar Rum (HR. Nasaa-iy, Ahmad, dan al Bazzar dengan sanad shahiih)

Kadang pula beliau membaca surat Yaasiin (HR. Ahmad, shahiih)

Pernah pula beliau shalat shubuh di mekkah dan membuka dengan surat al Mukminuun (HR Bukhariy dan Muslim)

--Shalat Zhuhur--

Beliau membaca pada masing-masing raka'at sekitar tiga puluh ayat, sekuruan as sajadah dan al fatihah (HR. Ahmad dan Muslim)

Terkadang juga beliau membaca ath Thariq, al Buruj, al Layl atau surat lainnya (HR. Bukhariy dan Muslim)

Kadang beliau baca surat al Insyiqaq dan sejenisnya (HR Ibn Khuzaymah)

--shalat 'Ashr--

Beliau membaca pada dua raka'at tersebut sekitar 15 (lima belas) ayat, separuh dari bacaan beliau pada dua raka'at pertama shalat zhuhur. Dan beliau menjadikan dua raka'at terkahir lebih pendek dari dua raka'at pertama sekitar separuhnya (HR. Ahmad dan Muslim)

--Shalat Maghrib--

Pada saat safar beliau membaca at Tiin pada raka'at kedua (HR. Ahmad dan ath thayalisiy dengan sanad yang shahiih)

Pernah beliau membaca surat Muhammad (HR. Ibnu Khuzaymah, ath Thabraniy dan al Maqdasiy dengan sanad yang shahiih)

Kadang beliau membaca surat al Mursalat dan ini beliau baca pada shalat terakhir yang beliau kerjakan (HR Bukhariy dan Muslim)

Kadang pula beliau membaca surat yang paling panjang dari dua surat yaitu al A'raaf dalam dua raka'at (HR. bukhari, abu dawud dan ath thabraniy)

--shalat 'isya--

Beliau biasa membaca surat mufashshal (surat-surat dari qaaf s/d an Naas) yang pertengahan (tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek). [HR. Ahmad dan Nasaa-iy]

Kadang beliau membaca surat asy syams dan surat-surat serupa (Ahmad dan Tirmidizy)

Kadang pula beliau membaca al Insyiqaaq dan sujud dengannya (Bukhariy dan Muslim)

Pernah beliau ketika safar membaca at Tiin (dalam raka'at pertama) (HrR Bukhariy, Muslim dan Nasaa-iy)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar