Abu Hurairah Ad-Dausi

Sumber :

Abu Hurairah ad-Dausi (wafat 57 H)
oleh Abu Arsy Anargya pada 31 Januari 2012 pukul
1:58
Abu Hurairah telah menghafal untuk umat Islam
hadits-hadits Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam melebihi dari seribu enam
ratus hadits
. Dalam riwayat lain, ia meriwayatkan hadist sebanyak
5.374 hadist.
Tidak diragukan lagi bahwa kita telah mengenal bintang yang
bersinar diantara para sahabat Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam.
Adakah seseorang dikalangan umat Islam yang tidak mengenal Abu Hurairah??
Pada zaman jahiliyah orang banyak memanggilnya Abd Syams,
manakala Allaah Ta'ala memuliakannya dengan Islam dan menganugerahkan kepadanya
kesempatan bertemu dengan Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam, beliau bertanya
kepadanya, "Siapa namamu"?
Dia menjawab, "Abd Syams
Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidak,
tetapi Abdurrahman".
Abu Hurairah menjawab, "Ya benar, aku adalah
Abdurrahman ya Rosulullaah"
Adapun kun-yahnya, Abu Hurairah, ini dikarenakan semasa
kecil ia mempunyai seekor kucing kecil yang menemaninya saat ia bermain, maka
anak-anak sepermainannya memanggilnya
Abu Hurairah
Panggilan itu terus berlanjut dan menyebar sehingga
mengalahkan namanya yang sebenarnya. Manakala sebab-sebab bersambung dengan
sebab-sebab Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam, beliau sering
memanggilnya Abu Hirr, sebagai ungkapan kasih sayang dan kedekatan
beliau kepadanya. Abu Hurairah lebih memilih Abu Hirr atas Abu Hurairah, dia
berkata,
"Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam,
kekasihku memanggilku dengannya"
Hirr adalah kucing laki-laki, sedangkan Hurairah adalah
kucing betina, yang pertama lebih baik daripada yang kedua.
Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun terjadinya
perang Khibar, atas bimbingan ath-Thufail bin Amru ad-Dausi [1], namun Abu
Hurairah tetap tinggal di bumi kaumnya Daus sampai enam tahun setelah hijrah
dimana saat itu dia dengan beberapa orang kaumnya datang kepada Rosulullaah
Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam di Madinah.
Anak muda dari Daus ini berkonsentrasi untuk berkhidmat dan
menyertai Rosulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam, sehingga dia memilih
masjid sebagai rumahnya dan beliau sebagai pendidik dan imamnya. Karena semasa
hidup Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam, Abu Hurairah tidak beristri dan
tidak beranak. Abu Hurairah hanya mempunyai seorang ibu tua yang tetap
berpegang kepada kesyirikan. Abu Hurairah tidak pernah lelah untuk mengajak
ibunya kepada Islam sebagai ungkapan cinta dan kebaikannya kepadanya, namun
ibunya justru menjauh dan menghalang-halangi niat baiknya.
Abu Hurairah pun membiarkannya meski dirinya dalam keadaan
sangat bersedih. Kesedihan Abu Hurairah atasnya sangat menyayat hatinya. Suatu
hari Abu Hurairah mengajak ibunya kepada iman kepada Allaah dan Rosul-Nya,
namun ibunya justru mengucapkan kata-kata yang membuatnya bersedih dan berduka
terkait dengan Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam. Abu Hurairah menemui
Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam sambil menangis, lantas beliau
bertanya kepadanya, "Wahai Abu Hurairah, apa yang membuatmu
menangis"?
Dia menjawab, Sesungguhnya aku tidak pernah jemu
untuk menyeru ibuku kepada Islam, namun dia selalu saja menolak. Hari ini aku
mengajaknya kembali namun dia justru mengucapkan kata-kata yang tidak aku
sukai. Tolong berdo'alah untuk ibuku kepada Allaah Subhanahu wa Ta'ala agar
membawa hati ibuku kepada Islam." Maka Nabi Shallallaahu
'Alaihi wa Sallam berdo'a kepada Allaah Subhanahu wa Ta'ala untuk ibunya.
Abu Hurairah berkata, Aku pulang, aku melihat pintu rumah
tertutup, aku mendengar bunyi guyuran air, ketika aku hendak masuk, ibuku
berkata, Tetaplah ditempat wahai Abu Hurairah." Dia
lalu memakai bajunya dan berkata, "Sekarang masuklah". Maka
aku masuk dan Dia berkata, Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhaq
disembah selain Allaah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya"
Aku kembali menemui Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa
Sallam dalam keadaan menangis karena bahagia setelah sebelumnya aku menangis
karena bersedih, aku berkata, "Berbahagialah ya Rosulullaah
Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam, Allaah telah menjawab do'a mu dan memberikan
hidayah untuk ibuku kepada Islam".
Abu Hurairah menyintai Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa
Sallam, cintanya kepada beliau merasuki darah dan dagingnya, dia tidak pernah
bosan memandang beliau, dia berkata,
"Aku tidak melihat sesuatu yang lebih indah dan
lebih menawan daripada Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam, seolah-olah
matahari berada diwajah beliau".
Abu Hurairah memuji Allaah Tabaroka wa Ta'ala atas
karunia-Nya sehingga dia bisa menjadi sahabat Nabi-Nya dan mengikuti agamanya,
dia berkata,
"Segala puji bagi Allaah yang telah membimbing
Abu Hurairah kepada Islam. Segala puji bagi Allaah yang telah mengajarkan
Al-Qur'an kepada Abu Hurairah. Segala puji bagi Allaah yang telah memberikan
nikmat-Nya kepada Abu Hurairah sehingga dia menjadi sahabat Muhammad
Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam"
Sebagaimana Abu Hurairah sangat menyintai Rosulullaah
Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam, dia juga sangat menyintai Ilmu, dia menjadikan
ilmu sebagai santapan utama dan tujuan cita-citanya.
Zaid bin Tsabit rodhiyallaahu 'anhu berkata,
Ketika aku, Abu Hurairah dan seorang sahabat berada di
Masjid, yaitu ketika kami sedang berdo'a kepada Allaah dan berdzikir, saat itu
Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam masuk kepada kami, beliau berjalan
mendekat dan duduk di tengah-tengah kami, kami pun diam, maka beliau bersabda,"Teruskan
apa yang kalian lakukan".
Maka aku dan seorang sahabat tadi berdo'a sebelum Abu
Hurairah dan Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam mengamini do'a kami.
Kemudian Abu Hurairah berdo'a dan ia berkata,
Ya Allaah, aku memohon kepada-Mu apa yang diminta oleh
kedua temanku ini dan aku memohon kepada-Mu ilmu yang tidak terlupakan".
Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam berkata,
"Aamiin".
Kami berduapun berkata, "Kami pun memohon
kepada Allaah ilmu yang tidak terlupakan".
Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
"Abu Hurairah telah mendahului kalian"
Sebagaimana Abu Hurairah menyintai ilmu untuk dirinya, dia
juga menyintai ilmu untuk orang lain. Suatu hari Abu Hurairah masuk kepasar
Madinah, dia terkejut melihat kesibukan orang banyak, mereka tenggelam dalam
perniagaan jual-beli, menerima dan memberi, maka dia mendekat dan berdiri
dihadapan mereka, dia berkata,"Betapa lemahnya kalian wahai
penduduk Madinah"
Mereka bertanya, "Apa kelemahan kami yang
engkau ketahui wahai Abu Hurairah"??
Abu Hurairah berkata, "Warisan Rosulullaah
Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam dibagi namun kalian tetap disini? mengapa kalian
tidak berangkat dan mengambil bagian kalian darinya"?
Mereka bertanya, "Di mana wahai Abu
Hurairah"?
Abu Hurairah menjawab, "Masjid".
Maka orang banyakpun bergegas keluar dari pasar sementara
Abu Hurairah tetap berdiri di tempatnya sampai mereka kembali, manakala mereka
melihat Abu Hurairah, mereka berkata, "Wahai Abu Hurairah, kami
telah masuk masjid dan kami tidak melihat apapun disana."
Abu Hurairah balik bertanya, "Apakah kalian
tidak melihat orang banyak di Masjid"?
Mereka menjawab, Kami melihat, kami melihat
sekelompok orang sedang shalat, sekelompok orang sedang membaca Al-Qur'an dan
sekelompok orang belajar Halal dan Haram."
Abu Hurairah berkata, "Celaka kalian, itulah
warisan Muhammad Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam".
Kesungguhan Abu Hurairah kepada Ilmu dan kehadirannya di
majelis-majelis Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam telah membuatnya
harus memikul kelaparan dan kesulitan hidup yang tidak dipikul oleh orang lain.
Abu Hurairah berkata tentang dirinya sendiri ;
Aku pernah didera kelaparan yang sangat, sampai-sampai aku
terpaksa berpura-pura bertanya kepada seorang laki-laki dari sahabat-sahabat
Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam tentang satu ayat al-Qur'an padahal
aku sudah mengetahuinya, aku melakukan hal itu dengan harapan dia berkenan
membawaku ke rumahnya dan memberiku makan.
Suatu hari aku benar-benar merasa sangat lapar, sampai aku
mengganjal perutku dengan batu. Ak duduk di jalan yang biasa dilalui oleh para
sahabat. Tidak lama kemudian Abu Bakar pun lewat, aku bertanya kepadanya
tentang sebuah ayat di dalam kitab Allaah, aku tidak bertanya kepadanya kecuali
agar dia membawaku ke rumahnya, namun dia tidak melakukannya.
Kemudian Umar bin al-Khatthab lewat didepanku, aku melakukan
hal yang sama dengan yang kulakukan kepada Abu Bakar dan Umar juga melakukan
hal yang sama dengan Abu Bakar, sampai akhirnya Rosulullaah Shallallaahu
'Alaihi wa Sallam lewat didepanku, beliau tahu aku sedang lapar. beliau
bertanya, "Abu Hurairah"
Aku menjawab, "Ya Rosulullaah".
Lantas aku mengikuti masuk rumah bersama beliau. Beliau melihat
satu bejana berisi susu. Beliau bertanya kepada keluarga beliau, "Darimana
kalian mendapatkan susu ini"?
Mereka menjawab, "Fulan mengirimnnya untuku
engkau".
Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam bersabda kepadaku, "Abu
Hurairah, pergilah kepada ahli Shuffah [1] dan
panggil mereka kemari."
Permintaan beliau kepadaku untuk mengundang mereka tidak
menyenangkanku, aku berkata dalam diriku,
"Apa yang bisa dilakukan oleh susu ini terhadap
ahli shuffah? semestinya aku dulu yang minum sehingga aku kuat lalu aku pergi
kepada mereka."
Aku datang kepada ahli shuffah, aku mengundang mereka dan
mereka pun datang, manakala mereka duduk di hadapan Rosulullaah Shallallaahu
'Alaihi wa Sallam, beliau bersabda kepadaku, "Ambillah bejana
itu dan berikanlah kepada mereka".
Aku pun memberikan minum mereka satu persatu hingga mereka
semuanya kenyang, kemudian aku memberikan bejana susu tersebut kepada
Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam. Beliau memandangku dengan tersenyum
seraya bersabda, "Tinggal aku dan kamu wahai Abu Hurairah"
Aku menjawab, "Benar ya Rosulullaah"
Beliau bersabda, "Minumlah". Maka
aku pun minum.
Beliau bersabda, "Minumlah". Maka
aku minum.
Dan beliau terus bersabda, "Minumlah".
Dan aku terus minum sampai aku berkata,
"Demi Allaah yang mengutusmu dengan kebenaran,
tidak ada ruang dalam perutku untuknya".
Maka Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam mengambil bejana
dan minum sisanya.
Tidak perlu waktu lama setelah itu sehingga harta datang kepada
kaum Muslimin dengan melimpah. Harta-harta rampasan perang mengalir kepada
mereka. Abu Hurairah pun mulai memiliki harta, rumah dan perlengkapannya. Dia
juga memiliki istri dan anak.
Namun semua itu tidak merubah penampilan pribadinya yang
mulia sedikitpun. Tidak membuatnya melupakan hari-harinya yang telah berlalu,
dia sering berkata, "Aku tumbuh sebagai anak yatim, aku
berhijrah dalam keadaan miskin, aku adalah kuli Busrah binti Ghazwan dengan
upah makanan yang mengenyangkan perutku, aku melayani orang-orang jika mereka
singgah, menumpang kendaraan mereka jika mereka berangkat, lalu Allaah
menikahkanku dengannya. Segala puji bagi Allaah yang telah menjadikan agama
sebagai pilar utama dan menjadikan Abu Hurairah sebagai imam". [2]
Abu Hurairah beberapa kali menjadi gubernur Madinah atas
perintah Mu'awiyah bin Abu Sufyan, namun jabatan tersebut tidak merubah
tabiat-tabiatnya yang pemurah dan keramahannya sedikitpun.
Saat dia menjabat sebagai gubernur Madinah, dia melewati
salah satu jalan disana, dia memanggul kayu bakar diatas punggungnya untuk
keluarganya, dia melewati Tsa'labah bin Malik, maka dia berkata, "Berikan
jalan untuk gubernur wahai Ibnu Malik".
Tsa'labah menjawab, "Semoga Allaah
merahmatimu, apakah jalan seluas ini tidak mencukupimu?"
Maka dia berkata, "Berikan jalan untuk
gubernur dan untuk kayu bakar yang ada dipunggungnya".
Abu Hurairah menggabungkan keluasan ilmu dan kemurahan
hatinya dengan ketakwaan dan kebersihan hati, dia berpuasa di siang hari dan
bangun malam untuk shalat di sepertiga malam yang pertama, kemudian dia
membangunkan istrinya lalu istrinya shalat malam di sepertiga yang kedua, kemudian
istrinya membangunkan anak perempuannya lalu dia shalat di sepertiga yang
ketiga, sehingga rumah Abu Hurairah tidak terputus dari ibadah sepanjang malam.
Abu Hurairah mempunyai seorang hamba sahaya perempuan
berkulit hitam, hamba sahaya ini bertindak buruk kepadanya dan menyusahkan
keluarganya, maka dia berniat memgang cambuk untuk mencambukkannya, namun
tiba-tiba dia mengurungkan niatnya, dia berkata,
"Kalau tidak ada qishash niscaya aku sudah
mencambukmu seperti kamu telah menyusahkan kami, akan tetapi aku akan
menjualnya kepada seseorang yang akan membayar hargamu dan aku sangat
memerlukan harga tersebut, pergilah kamu bebas karena Allaah Subhanahu wa
Ta'ala".
Putrinya mengadu kepadanya, dia berkata, "Bapak,
teman-temanku mengejekku, mereka berkata, 'Mengapa bapakmu tidak menghiasimu
dengan emas"? maka Abu Hurairah berkata, "Katakan
kepada mereka, Sesungguhnya bapakku takut panasnya api neraka atasku".
Penolakan Abu Hurairah untuk mempercantik putrinya dengan
perhiasan bukan karena dia kikir atau rakus dalam menumpuk harta, tetapi karena
Abu Hurairah adalah laki-laki dermawan yang banyak memberi jalan Allaah
Subhanahu wa Ta'ala.
Marwan bin al-Hakam mengirimkan seratus dinar emas
kepadanya, esoknya dia mengutus seseorang kepada Abu Hurairah, dia
berkata, "Orangku salah telah menyerahkan dinar kepadamu, bukan
kamu yang aku inginkan, akan tetapi orang lain".
Abu Hurairah diam, lalu dia menjawab, "Aku
telah membelanjakannya di jalan Allaah dan tidak tersisa satu dinar pun di
tanganku, jika jatah pemberianku dari negara sudah keluar maka lunasilah ia
dengannya".
Marwan melakukan hal itu hanya untuk mengujinya, manakala
dia meneliti, dia melihat kebenarannya.
Abu Hurairah terus berbakti kepada ibunya selama hidupnya,
setiap kali dia ingin keluar, dia selalu berdiri di pintu kamarnya dan
berkata, "Assalaamu'alaiki wahai ibu wa rahmatullaahi wa
barokaatuh".
Lalu ibunya menjawab, "Wa alaika salam wahai
anakku wa rohmatullaahi wa barokaatuh".
Abu Hurairah berkata, "Semoga Allaah
merahmatimu, engkau telah mengasuhku ketika aku kecil".
Ibunya menjawab, "Semoga Allaah merahmatimu,
kamu telah berbakti ketika kamu besar". Jika Abu Hurairah
pulang maka dia melakukan hal itu.
Abu Hurairah sangat bersungguh-sungguh mengajak manusia
untuk berbakti kepada bapak ibu dan menjalin silaturahim. Suatu hari Abu
Hurairah melihat dua orang laki-laki, salah seorang dari keduanya lebih tua
dari yang lain, keduanya berjalan bersama, maka Abu Hurairah bertanya, "Siapa
laki-laki ini"?
Dia menjawab, "Bapakku".
Abu Hurairah berkata, "Jangan memanggilnya
dengan namanya, jangan berjalan didepannya dan jangan duduk
mendahuluinya".
Manakala Abu Hurairah sakit yang dalam sakitnya itu dia
meninggal dunia, dia menangis. Orang banyak bertanya, "Apa yang
membuatmu menangis wahai Abu Hurairah"?
Dia menjawab, "Aku tidak menangis atas dunia
kalian ini, akan tetapi aku menangis karena perjalanku jauh dan bekalku
sedikit. Aku tidak tahu kemana aku melangkah"?.
Marwan bin al-Hakam menjenguknya dan berkata
kepadanya, "Semoga Allaah menyembuhkanmu wahai Abu
Hurairah".
Maka Abu Hurairah menjawab, "Ya Allaah,
sesungguhnya aku menyintai perjumpaan dengan Mu maka cintailah perjumpaan
denganku dan segerakanlah". Marwan baru saja hendak
meninggalkan rumah, dan Abu Hurairah sudah wafat.
Alhamdulillaah telah selesai artikel tentang kisah sahabat
Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam. Semoga Allaah merahmati Abu
Hurairah dengan rahmat yang luas, dia telah menghafal untuk kaum muslimin lebih
dari seribu enam ratus sembilan hadits Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa
Sallam. Semoga Allaah membalasnya dengan kebaikan atas jasa mulianya bagi Islam
dan kaum Muslimin.[3] Dan
lunas sudah janji saya terhadap ibu Dian yang meminta untuk diposting kisah Abu
Hurairah Rodhiyallaahu 'Anhu.
Cilegon, 1 Februari 2012 / 8 Rabiul Awal 1433 H

Diambil dari buku : Mereka adalah Para
Sahabat
Judul Asl i
: Shuwaru min Hayatish Shahabah
Penulis : Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya
Muraja'ah : Team at-Tibyan
[1] Mereka adalah tamu-tamu Allaah dari kalangan kaum muslimin yang miskin, yang tidak mempunyai keluarga, tidak mempunyai harta dan tidak mempunyai anak, mereka tinggal di shuffah masjid Rosulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam sehingga mereka dikenal dengan ahli shuffah
[2] Maksudnya
adalah jabatan gubernur Madinah dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan
[3] Untuk
menambah wawasan tentang Abu Hurairah silakan merujuk ; Al-Ishabah (IV/202)
atau (at-Tarjamah) 1190; Al-Isti'ab dengan catatan kaki Al-Ishabah (IV/202); Usudul
Ghabah (V/315-317);Tahdzib at-Tahdzib (XII/262-267); Tarikh
al-Islam, adz-Dzahabi (II/333/339); Al-Jam'u baina Rijal
ash-Shahihain (II/600/601); Ghayah an-Nihayah (I/342); Tajrid
Asma' ash-shahabah (II/223); Al-Ma'rif, Ibnu Qutaibah
(120-121); Ath-Thabaqat al-Kubra (II/362-364); Abu Hurairah,
min Silsilah A'lam al-Arab, Muhammad Ajjaj al-Khatib; Hilyah al-Auliya (I376-385);Thabaqat
asy-Sya'rani (32-33); Ma'rifah al-Qurra' al-Kibar (40-41); Syadzarat
adz-Dzahab (I/63-64); Shifah ash-Shafwah (I/285-389); Taqrib
at-Tahdzib (II/484); Al-Bidayah wa an-Nihayah (103-115); Tadzkirah
al-Huffazh (I/28-31).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar