Mengenal Apa Itu Khamer ?

MENGENAL APA ITU KHAMER ?

Selasa, 22 Desember 2009 00:00 Muhammad Abduh Tuasikal Hukum
Islam
Segala puji bagi Allah Ta’ala, shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kerancuan seputar alkohol sudah muncul sejak lama. Mulai
dari penggunaan alkohol dalam parfum, dalam obat-obatan atau alkohol yang ada
dalam makanan seperti tape. Di antara kekeliruan selama ini adalah penilaian
bahwa yang namanya alkohol pastilah khomr. Sehingga orang awam pun ragu
mengenai status kehalalan parfum atau obat-obatan yang mengandung alkohol.
Tulisan ini mudah-mudahan bisa menjawab beberapa kerancuan
yang selama ini terjadi. Penulis mengawalinya dengan membahas dari membahas hal-hal
yang berkaitan dengan khomr. Kemudian kami pun akan mengangkat pembahasan
alkohol dalam ilmu kimia. Setelah itu melangkah ke pembahasan alkohol yang
ramai diperbincangkan.
Hanya Allah yang memberikan kemudahan.
MENGENAL APA ITU KHOMR
Setiap orang yang mendengar kata “khomr” kadangkala
mengartikannya dengan minuman beralkohol. Namun dalam syari’at Islam yang
sempurna, khomr bukanlah terbatas pada minuman beralkohol
saja. Makna khomr sebenarnya lebih luas dari itu.
Definisi Khomr secara Bahasa
Khomr secara bahasa bermakna buah anggur yang
diperas dan bisa memabukkan. Khomr disebut demikian
karena khomrbisa menutupi akal. Jadi, secara bahasa khomr berasal
dari anggur, bukan berasal dari jenis lainnya.[1]
Namun Al Fairuz Abadi dalam Al Qomus Al Muhith mengatakan
bahwa khomr bisa lebih umum daripada itu, yaitu diqiyaskan
pada setiap perasan yang memabukkan karena sama-sama bisa menutupi akal.[2]
Definisi Khomr secara Istilah
Para ulama pakar fiqih berselisih pendapat dalam menentukan
definisi khomr secara istilah.
Pendapat pertama yang mengatakan bahwa khomr itu
meliputi segala sesuatu yang memabukkan sedikit ataupun banyak, baik berasal
dari anggur, kurma, gandum, atau yang lainnya. Pendapat ini dipilih oleh para
ulama Madinah, ulama-ulama Hijaz, para pakar hadits, ulama Hambali, dan
sebagian ulama Syafi’iyyah.
Dalil dari pendapat pertama ini sebagai berikut.
Pertama: Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Setiap yang memabukkan adalah khomr. Setiap yang
memabukkan pastilah haram.”[3]
Kedua: Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ditanya mengenai al Bit’i (arak yang biasa diminum penduduk
Yaman). Beliau mengatakan,
كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ
“Setiap minuman yang memabukkan, maka itu adalah haram.”[4]
Ketiga: Ibnu ‘Umar pernah mendengar ayahnya –‘Umar bin
Khottob- berkhutbah di mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu ‘Umar mengatakan,
أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ
وَهْىَ مِنْ خَمْسَةٍ ، مِنَ الْعِنَبِ وَالتَّمْرِ وَالْعَسَلِ وَالْحِنْطَةِ
وَالشَّعِيرِ ، وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ
“Amma ba’du. Wahai sekalian manusia, Allah telah
menurunkan pengharaman khomr. Dan khomr itu berasal dari lima macam: anggur,
kurma, madu lebah, hinthoh (gandum), dan sya’ir (gandum). Khomr adalah segala
sesuatu yang dapat menutupi akal.” [5]
Pendapat kedua yang mengatakan bahwa yang
dimaksud khomr adalah anggur yang diperas jika berefek
memabukkan. Pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama Syafi’iyyah, murid Abu
Hanifah seperti Abu Yusuf dan Muhammad, dan sebagian ulama Malikiyah.[6] Pendapat
ini asalnya adalah dari defisi khomr secara bahasa.
Pendapat yang Lebih Tepat dalam Mendefinisikan Khomr
Di antara dua pendapat di atas, pendapat pertama dinilai
lebih tepat dengan beberapa alasan berikut.
Pertama: Dalil syar’i lebih mesti didahulukan
daripada definisi bahasa. Perasan anggur adalah pengertian khomr secara
bahasa. Sedangkan secara sya’i, khomr bermakna lebih luas yaitu segala sesuatu
yang memabukkan, baik berasal dari perasan anggur, perasan kurma, dan lainnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Yang semestinya
diketahui dengan seksama bahwa lafazh yang terdapat dalam Al Qur’an dan Al
Hadits jika telah diketahui tafsirannya dan pengertiannya dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka seharusnya tidak perlu menoleh lagi pada berbagai
hujjah yang disampaikan oleh pakar bahasa dan lainnya.”[7]
Kedua: Jika khomr dibatasi hanya pada perasan kurma,
berarti kita telah mengeluarkan berbagai macaman minuman yang memabukkan dari
definisi khomr. Padahal definisi khomr yang tepat adalah
sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu
segala sesuatu yang memabukkan. Jika melakukan demikian, maka itu berarti kita
telah melakukan taqshir(pengurangan) dan taqshir termasuk
bentuk kelewatan dalam batasan-batasan Allah. Jika kita menetapkan bahwa segala
sesuatu yang memabukkan, maka kita pun tidak perlu berdalil dengan qiyas untuk
menetapkan hukum bagi minuman yang memabukkan lainnya.[8]
Ketiga: Di Madinah dulu, tidak ada satu pun khomr
yang terbuat dari anggur. Malah khomr yang ada terbuat dari
kurma.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Kata khomr yang
terdapat dalam bahasa Arab yang digunakan dalam Al Qur’an mencakup segala
sesuatu yang memabukkan baik itu kurma dan selainnya, tidak dikhususkan hanya
pada anggur saja.
Ada riwayat shahih yang bisa dijadikan
hujjah dalam masalah ini. Tatkala khomr diharamkan di Madinah An Nabawiyyah
(setelah perang Uhud) pada tahun 3 H, pada saat itu tidak ada satu pun khomr
yang terbuat dari anggur karena tidak ada pohon anggur ketika itu.
Khomr
penduduk Madinah yang ada berasal dari kurma. Tatkala Allah mengharamkan
khomr, penduduk Madinah menuangkan khomr mereka atas perintah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, bahkan mereka menghancurkan bejana khomr yang ada.
Mereka menyebut minuman yang dihancurkan tadi dengan khomr. Oleh karena itu,
diketahui bahwa kata khomr dalam Al Qur’an itu lebih umum dan bukan hanya
dikhususkan pada perasan anggur saja.”[9]
Kesimpulan: Khomr adalah segala
sesuatu yang memabukkan, bukan hanya dibatasi pada perasan anggur saja.
Narkotik[10] dan
Semacamnya Termasuk Khomr
Dari definisi di atas, setiap yang mengacaukan/menutup akal
atau menghilangkan kesadaran termasuk khomr.
Hal ini berdasarkan
perkataan ‘Umar bin Al Khottob,
وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ
“Khomr adalah segala sesuatu yang dapat menutupi
(mengacaukan) akal.”[11]
Oleh karena itu, yang juga termasuk khomr adalah
narkotik, ganja, heroin, morfin, ekstasi dan segala macam zat adiktif yang
dapat menutup akal, membuat sakau dan tidak sadarkan diri. Narkotik dan
semacamnya tadi dihukumi haram berdasarkan kesepakatan para ulama.[12]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya, “Apakah
narkotik (atau semacamnya) boleh dikonsumsi karena ada sebagian orang yang
membolehkan untuk mengkonsumsinya?”
Beliau rahimahullah menjawab, “Mengkonsumsi narkotik semacam
ini adalah haram. Zat semacam itu adalah sejelek-jelek makanan,
baik dikonsumsi sedikit ataupun banyak. Kebanyakan zat yang memabukkan dari zat
semacam itu adalah haramberdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Barangsiapa
yang menganggapnya halal, maka sungguh dia telah kafir dan harus dimintai
pertaubatannya. Jika tidak, maka dia harus dibunuh karena dianggap kafir
murtad.”[13]
Perhatian: Meminum Sedikit Khomr Tetap
Haram
Jika sesuatu dalam keadaan banyak sudah memabukkan, maka
meminum sedikit pun dinilai haram. Inilah pendapat mayoritas ulama[14].
Mayoritas ulama Syafi’iyyah yang berpendapat bahwa disebut khomr jika
berasal dari perasan kurma saja, mereka tidak menyelisihi pendapat jumhur dalam
point ini.[15]
Dasar dari pendapat ini adalah sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ
“Sesuatu yang apabila banyaknya memabukkan, maka meminum
sedikitnya dinilai haram.”[16]
Apabila khomr yang dalam keadaan banyak sudah membuat mabuk
dan mengacaukan akal sehingga menghilangkan kesadaran, maka jika khomr tersebut
dikonsumsi dalam jumlah sedikit tetap dinilai haram. Namun yang jadi patokan
mabuk atau tidaknya di sini adalah bukan orang yang punya kebiasaan minum
minuman keras, tetapi orang yang belum terbiasa. Karena jika orang yang jadi
patokan adalah orang yang sudah terbiasa minum minuman keras, maka dalam jumlah
banyak pun boleh jadi ia belum teler.
Catatan:
Ada sebagian orang yang keliru dalam memahami hadits di
atas. Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullahmengatakan,
“Mereka menyangka bahwa makna hadits tersebut adalah jika sedikit khomr tercampur
dengan minuman selainkhomr, maka minuman tersebut menjadi haram. Ini
bukanlah makna dari hadits di atas. Namun makna hadits yang sebenarnya adalah
jika sesuatu diminum dalam jumlah banyak sudah memabukkan, maka kalau diminum
dalam jumlah sedikit tetap dinilai haram.”[17]
Yang dimaksud Syaikh Ibnu ‘Utsaimin pemahaman yang keliru,
kami deskripsikan sebagai berikut.
Jika air segentong kemasukan miras sesendok maka air
segentongnya, ada yang menganggapnya haram. Ini pemahaman keliru dalam memahami
hadits “Sesuatu yang apabila banyaknya memabukkan, maka meminum sedikitnya
dinilai haram.”
Namun yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah jika ada
miras diminum 500 mL memabukkan, maka meminum miras tersebut sebanyak 1 sendok
tetap dinilai haram meskipun orang yang bersangkutan belum mabuk jika hanya
minum sebanyak itu.
-bersambung insya Allah ke pembahasan keharaman khomr-
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (Alumnus Teknik Kimia UGM
angkatan '02-'07)
Artikel http://rumaysho.com
[1] Lihat Al
Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Quwaitiyyah, 2/1446, Multaqo Ahlul Hadits
[2] Lihat Al
Qomus Al Muhith, Al Fairuz Abadi, 1/399, Mawqi’ Al Waraq
[3] HR.
Muslim no. 2003
[4] HR.
Bukhari no. 5586 dan Muslim no. 2001
[5] HR.
Bukhari no. 5581 dan Muslim no. 3032
[6] Lihat
pembahasan dua pendapat ini dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al
Quwaitiyyah, 2/1446-1447
[7] Majmu’
Al Fatawa, 7/286, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.
[8] Lihat I’lamul
Muwaqi’in ‘an Robbil ‘Alamin, 1/266-267, Darul Jail, 1973
[9] Majmu’
Al Fatawa, 34/187-188, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.
[10] Berdasarkan
UU RI No. 22 tahun 1997, narkotika didefinisikan sebagai zat atau obat yang
berasal dari tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. (Sumber: Narkoba dan
Permasalahannya, Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DIY, 2004, hal. 2)
[11] HR.
Bukhari no. 5581 dan Muslim no. 3032
[12] Lihat Shahih
Fiqh Sunnah, 1/387
[13] Majmu’
Al Fatawa, 34/213.
[14] Lihat Al
Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Quwaitiyyah, 2/1450
[15] Lihat Shahih
Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, 1/386, Al Maktabah At
Taufiqiyah
[16] HR.
Abu Daud no. 3681, At Tirmidzi no. 1865, An Nasa-i no. 5607, Ibnu Majah
no. 3393. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Lihat Ghoyatul Marom 58.
[17] Majmu’
Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 11/189, Asy Syamilah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar