Alkohol Dan Obat-obatan
ALKOHOL DAN OBAT-OBATAN

Minggu, 21 Maret 2010 18:00 Muhammad Abduh Tuasikal Hukum
Islam
Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa
‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Para pengunjung setia Rumaysho.com yang semoga selalu
dirahmati oleh Allah Ta’ala. Pembahasan kali ini adalah pembahasan lanjutan
mengenai alkohol dari pembahasan kami sebelumnya. Sekarang kita akan meninjau
bagaimanakah pengaruh alkohol dalam obat-obatan dan bagaimana hukum menggunakan
obat semacam itu.
Kami berawal dengan menjelaskan alkohol dalam obat batuk.
Karena inilah obat-obatan yang sering menggunakan bahan campuran alkohol.
Alkohol dalam Obat Batuk
Batuk merupakan salah satu penyakit yang cukup sering
dialami banyak kalangan. Sehingga batuk diidentikan sebagai reaksi fisiologik
yang normal. Batuk terjadi jika saluran pernafasan kemasukan benda-benda asing
atau karena produksi lendir yang berlebih. Benda asing yang sering masuk ke
dalam saluran pernafasan adalah debu. Gejala sakit tertentu seperti asma dan
alergi merupakan salah satu sebab kenapa batuk terjadi. Obat batuk yang beredar
di pasaran saat ini cukup beraneka ragam. Baik obat batuk berbahan kimia hingga
obat batuk berbahan alami atau herbal. Jenisnya pun bermacam-macam mulai dari
sirup, tablet, kapsul hingga serbuk (jamu). Terdapat persamaan pada semua jenis
obat batuk tersebut, yaitu sama-sama mengandung bahan aktif yang berfungsi
sebagai pereda batuk. Akan tetapi terdapat pula perbedaan, yaitu pada penggunaan
bahan campuran/penolong. Salah satu zat yang sering terdapat dalam obat batuk
jenis sirup adalah alkohol.
Temuan di lapangan diketahui bahwa sebagian besar obat batuk
sirup mengandung kadar alkohol. Sebagian besar produsen obat batuk baik dari
dalam negeri maupun luar negeri menggunakan bahan ini dalam produknya. Beberapa
produk memiliki kandungan alkohol lebih dari 1 persen dalam setiap volume
kemasannya, seperti Woods’, Vicks Formula 44, OBH Combi, Benadryl,
Alphadryl Expectorant, Alerin, Caladryl, Eksedryl, Inadryl hingga Bisolvon.
Fungsi Alkohol dalam Obat Batuk Menurut Pakarnya
Menurut pendapat salah seorang pakar farmasi Drs Chilwan
Pandji Apt Msc, fungsi alkohol itu sendiri adalah untuk melarutkan atau
mencampur zat-zat aktif, selain sebagai pengawet agar obat lebih tahan lama.
Dosen Teknologi Industri Pertanian IPB itu menambahkan bahwa berdasarkan
penelitian di laboratorium diketahui bahwa alkohol dalam obat batuk tidak
memiliki efektivitas terhadap proses penyembuhan batuk, sehingga dapat dikatakan
bahwa alkohol tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan frekuensi
batuk yang kita alami.
Sedangkan salah seorang praktisi kedokteran, dr Dewi
mengatakan, “Efek ketenangan akan dirasakan dari alkohol yang terdapat dalam
obat batuk, yang secara tidak langsung akan menurunkan tingkat frekuensi
batuknya. Akan tetapi bila dikonsumsi secara terus menerus akan menimbulkan
ketergantungan pada obat tersebut.”
Berdasarkan informasi tersebut sebenarnya alkohol bukan
satu-satunya bahan yang harus ada dalam obat batuk. Ia hanya sebagai penolong
untuk ekstraksi atau pelarut saja. [1]
Bedakan Antara Alkohol Pelarut dan Khomr
Sebagaimana telah diketahui tadi bahwa fungsi alkohol dalam
obat semacam obat batuk adalah sebagai solvent (pelarut). Oleh karenanya,
sebagaimana penjelesan kami yang telah lewat mengenai alkohol, mohon alkohol
yang bertindak sebagai solvent (pelarut) ini dibedakan baik-baik dengan alkohol
pada khomr.
Karena kedua alkohol ini berbeda.
Perlu kita ketahui terlebih dahulu, khomr adalah
segala sesuatu yang memabukkan. Dalilnya adalah sabda
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Setiap yang memabukkan adalah khomr. Setiap yang
memabukkan pastilah haram.”[2]
Yang jadi illah (sebab) pengharaman khomr
adalah karena memabukkan. Khomr diharamkan karena illah (sebab
pelarangan) yang ada di dalamnya yaitu karena memabukkan. Jika illah
tersebut hilang, maka pengharamannya pun hilang. Karena sesuai kaedah “al
hukmu yaduuru ma’a illatihi wujudan wa ‘adaman (hukum itu ada dilihat
dari ada atau tidak adanya illah)”. Illahdalam
pengharaman khomr adalah memabukkan dan illah ini berasal dari
Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan ulama kaum muslimin).”[3]
Inilah sebab pengharaman khomr yaitu karena memabukkan. Oleh
karenanya, tidak tepat jika dikatakan bahwa khomr itu diharamkan karena alkohol
yang terkandung di dalamnya. Walaupun kami akui bahwa yang jadi patokan
dalam menilai keras atau tidaknya minuman keras adalah karena alkohol di
dalamnya. Namun ingat, alkohol bukan satu-satunya zat yang dapat menimbulkan
efek memabukkan, masih ada zat lainnya dalam minuman keras yang juga sifatnya
sama-sama toksik (beracun). Dan sekali lagi kami katakan bahwa Al Qur’an dan Al
Hadits sama sekali tidak pernah mengharamkan alkohol, namun yang dilarang
adalah khomr yaitu segala sesuatu yang memabukkan.
Sedangkan alkohol yang bertindak sebagai pelarut sebenarnya
tidak memabukkan karena kadarnya yang terlalu tinggi sehingga mustahil untuk
dikonsumsi. Kalau mau dikonsumsi, maka cuma ada dua kemungkinan yaitu sakit
perut, atau bahkan mati. Sehingga alkohol pelarut bukanlah khomr, namun
termasuk zat berbahaya jika dikonsumsi sebagaimana layaknya Baygon.
Jadi yang tepat kita katakan bahwa alkohol disebut khomr
jika memabukkan dan tidak disebut khomr jika tidak memabukkan.
Pandangan Ilmu Fiqih Mengenai Obat Beralkohol
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menjelaskan, “Adapun
beberapa obat yang menggunakan campuran alkohol, maka itu tidaklah haram selama
campuran tersebut sedikit dan tidak nampak memberikan pengaruh.”[4]
Obat yang mengandung alkohol ini dibolehkan karena
adanya istihlak. Yang dimaksud dengan istihlak adalah
bercampurnya benda haram atau najis dengan benda lainnya yang suci dan halal
yang jumlahnya lebih banyak sehingga menghilangkan sifat najis dan keharaman
benda yang sebelumnya najis, baik rasa, warna dan baunya.[5]
Apakah benda najis yang terkalahkan oleh benda suci tersebut
menjadi suci? Pendapat yang benar adalah bisa menjadi suci.
Alasannya adalah dua dalil berikut.
Hadits pertama, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَاءُ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
“Air itu suci, tidak ada yang dapat menajiskannya.”[6]
Hadits kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ
“Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak mungkin
dipengaruhi kotoran (najis).”[7]
Dua hadits di atas menjelaskan bahwa apabila benda yang
najis atau haram bercampur dengan air suci yang banyak, sehingga najis tersebut
lebur tak menyisakan warna atau baunya, maka dia menjadi suci.
Jadi suatu saat air yang najis, bisa berubah menjadi suci
jika bercampur dengan air suci yang banyak. Tidak mungkin air yang najis
selamanya berada dalam keadaan najis tanpa perubahan.
Tepatlah perkataan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Siapa saja yang mau merenungkan
dalil-dalil yang telah disepakati dan memahami rahasia hukum syari’at, niscaya
akan jelas baginya bahwa pendapat inilah yang lebih tepat. Sangat tidak mungkin
ada air atau benda cair yang tidak mungkin mengalami perubahan menjadi suci
(tetap najis). Ini sungguh bertentangan dengan dalil dan akal sehat.”[8]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin juga mengatakan,
“Begitu pula khomr apabila dia bercampur dengan zat lain yang halal dan tidak
memberikan pengaruh apa-apa, maka campuran yang ada akan tetap halal.”[9]
Di samping itu pula selain karena alasan istihlak sebagaimana
dijelaskan di atas, obat yang mengandung alkohol diperbolehkan karena illah (sebab)
seperti yang ada pada khomr tidak ada lagi, yaitu memabukkan. Padahal hukum
berputar sesuai dengan ada tidaknya illah (sebab).
Sebagian orang mungkin ada yang salah memahami hadits
berikut.
مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ
“Sesuatu yang apabila banyaknya memabukkan, maka meminum
sedikitnya dinilai haram.”[10]
Sehingga
dari sini ada sebagian yang mengatakan bahwa dalam obat ini terdapat alkohol
sekian persen, maka itu terlarang dikonsumsi.
Kami katakan bahwa pernyataan seperti ini muncul, di
antaranya karena kurang memahami hadits di atas.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
mengatakan, “Mereka menyangka bahwa makna hadits tersebut adalah jika
sedikit khomr tercampur dengan minuman selain khomr,
maka minuman tersebut menjadi haram. Ini bukanlah makna dari hadits di atas.
Namun makna hadits yang sebenarnya adalah jika sesuatu diminum dalam jumlah
banyak sudah memabukkan, maka kalau diminum dalam jumlah sedikit tetap dinilai
haram.”[11] Sedangkan
yang ada pada obat-obatan tidaklah demikian.
Untuk Kehati-hatian
Chilwan Pandji mengatakan, “Konsumsi alkohol berlebih akan
menimbulkan efek fisiologis bagi kesehatan tubuh, yaitu mematikan sel-sel baru
yang terbentuk dalam tubuh. Selain itu juga efek sirosis dalam hati, di mana
jika dalam tubuh manusia terdapat virus maka virus tersebut akan bereaksi dan
menimbulkan penyakit hati (kuning).”
Chilwan Pandji menambahkan bahwa pada saat ini telah
ditemukan berbagai macam obat alternatif yang memiliki fungsi sama dengan obat
batuk yang mengandung alkohol tersebut.[12]
Oleh karena itu, dari sisi inilah obat yang mengandung
alkohol bisa kita katakan sebaiknya dijauhi. Alasannya, karena jika
dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan efek samping.
Padahal
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa’: 29).
Di antara maksud ayat
ini adalah janganlah menjerumuskan diri dalam kebinasaan yaitu yang dapat
mencelakakan diri sendiri.[13] Di
antara bentuknya adalah mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat
membahayakan jiwa.
Begitu pula sebagaimana dikatakan oleh Chilwan Pandji di
awal, berdasarkan penelitian di laboratorium diketahui bahwa alkohol dalam obat
batuk tidak memiliki efektivitas terhadap proses penyembuhan batuk, sehingga
dapat dikatakan bahwa alkohol tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
penurunan frekuensi batuk yang kita alami.[14]
Sebagaimana pula hasil rapat Komisi Fatwa MUI tahun 2001
menyimpulkan bahwa minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol minimal
1% (satu persen).[15] Sehingga
untuk kehati-hatian, kami sarankan untuk meninggalkan obat beralkohol jika
kandungan alkoholnya di atas 1%.
Penutup
Sebagai solusi, kami sarankan menggunakan obat herbal, di
mana diketahui tidak membutuhkan alkohol dalam pelarutan zat-zat aktif, tetapi
dapat menggunakan air sebagai bahan pelarut. Obat batuk herbal yang berasal
dari bahan alami ini pada dasarnya tidak berbahaya, dan dari segi kehalalannya
sudah lebih dapat dibuktikan. Inilah solusi yang lebih aman.
Demikian sekelumit pembahasan mengenai obat beralkohol
seperti obat batuk. Semoga bermanfaat.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Diselesaikan di Panggang-GK, Ahad, 6 Rabi’ul Akhir 1431 H
(21/03/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
-------------------------------------------------------------------------------------
[1] Sumber
bacaan dalam point ini dari sini: http://www.republika.co.id/berita/23358/alkohol-dalam-obat-batuk
[2] HR.
Muslim no. 2003, dari Ibnu ‘Umar.
[3] Majmu’
Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 11/195, Asy Syamilah
[4] Majmu’
Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 11/195, Asy Syamilah
[5] Pembahasan
istihlak ini ada jika kita menganggap bahwa alkohol adalah khomr dan khomr itu
najis. Namun jika khomr sudah dianggap tidak ada najis, maka jelas yang
bercampur adalah benda suci dan benda suci.
[6] HR.
Tirmidzi, Abu Daud, An Nasa’i, dan Ahmad. Hadits ini dikatakan shohih oleh
Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobihno. 478
[7] HR.
Ad Daruquthni. Para ulama berselisih mengenai keshahihan hadits air dua qullah.
Sebagian ulama menilai bahwa hadits tersebut mudhthorib (termasuk dalam
golongan hadits dho’if/lemah) baik secara sanad maupun matan (isi hadits).
Namun ulama hadits abad ini, yaitu Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini shahih. Beliau
rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ad Darimi, Ath
Thohawiy, Ad Daruquthniy, Al Hakim, Al Baihaqi, Ath Thoyalisiy dengan sanad
yang shohih. Hadits ini juga telah dishohihkan oleh Ath Thohawiy, Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al Hakim, Adz Dzahabiy, An Nawawiy dan Ibnu Hajar Al
‘Asqolaniy.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Mayoritas pakar
hadits menyatakan bahwa hadits ini hasan dan berhujah dengan hadits ini. Mereka
telah memberikan sanggahan kepada orang yang mencela (melemahkan) hadits ini.”
(Disarikan dari Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin
‘Abdirrahman Al Bassam, 1/116, cetakan pertama, 1425 H)
[8] Lihat Majmu’
Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 21/507-508, Darul Wafa’, cetakan
ketiga, 1426 H.
[9] Majmu’
Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 11/195
[10] HR.
Abu Daud no. 3681, At Tirmidzi no. 1865, An Nasa-i no. 5607, Ibnu Majah
no. 3393. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Lihat Ghoyatul Marom 58.
[11] Majmu’
Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 11/189, Asy Syamilah
[12] Sumber
bacaan dalam point ini dari sini: http://www.republika.co.id/berita/23358/alkohol-dalam-obat-batuk
[13] Lihat Taisir
Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 175,
Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H.
[14] Sumber
bacaan dalam point ini dari sini: http://www.republika.co.id/berita/23358/alkohol-dalam-obat-batuk
[15] Lihat: http://www.republika.co.id/print/17587
Tidak ada komentar:
Posting Komentar