Prinsip-Prinsip Imam Asy-Syafi’i Dalam Beragama : Prinsip Ketujuh
Mei 19, 2011
PRINSIP KETUJUH
Membantah Para Penyimpang Agama
Membantah ahli bathil merupakan tugas yang sangat mulia, bahkan termasuk jihad fi sabilillah bagi orang yang dikarunia ilmu.[1] Syaikhul Islam mengatakan bahwa orang yang membantah ahli bid’ah termasuk orang yang berjihad, sampai-sampai Yahya bin Yahya berkata: “Membela sunnah lebih utama daripada jihad”.[2]
Prinsip mulia telah diterapkan oleh Imam Syafi’i dalam banyak kesempatan sehingga Allah memberikan manfaat yang banyak dengan sebab itu.
Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata: “Saya tidak mengetahui seorangpun yang lebih berjasa pada Islam pada zaman Syafi’i daripada Syafi’i”. Abu Zur’ah berkata: “Benar Ahmad bin Hanbal. Saya juga tidak mengetahui seorangpun yang lebih berjasa pada Islam di zaman Syafi’i daripada Syafi’i dan seorangpun yang membela sunnah Rasulullah seperti pembelaan Syafi’i dan membongkar kedok para kaum (ahli bid’ah) seperti yang dilakukan oleh Syafi’i”.[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga berkata: “Manaqib (keutamaan) Imam Syafi’i dan kesungguhannya dalam mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah serta kesungguhannya dalam membantah orang yang menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah sangat banyak sekali”.[4]
Berikut beberapa contoh praktek Imam Syafi’i terhadap prinsip mulia ini:
- Imam Syafi’i Menggugat Para Penipu Agama
Akhir-akhir ini banyak orang menampakkan aksi-aksi luar biasa bahkan disiarkan di media massa dan media kaca yang disaksikan oleh banyak penonton setia, padahal hal itu adalah sihir dan penipuan yang amat nyata.
Kedigdayaan dan keluarbiasaan yang muncul pada seseorang tidak mesti menunjukkan kebaikan seseorang tersebut. Akan tetapi kebaikan seseorang harus diukur dengan barometer syariat. Tidakkah engkau lihat bahwa Dajjal juga memiliki keluarbiasaan, tetapi apakah hal itu menunjukkan dia sholih dan baik?!! Jadi dalam hal ini harus dibedakan antara karomah dan istidroj. Karomah adalah keluarbiasaan yang Alloh q\ anugerahkan kepada hamba-Nya yang beriman dan bertakwa, adapun kedigdayaan yang muncul dari orang yang menyimpang, penyihir dan para Dajjal, maka hal itu disebut istidroj dan tipu daya Iblis.
Imam Syafi’i telah menyingkap kedok mereka jauh-jauh hari.
ابْنُ أَبِيْ حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يُوْنُسُ، قُلْتُ لِلشَّافِعِيِّ: صَاحِبُنَا اللَّيْثُ يَقُوْلُ : لَوْ رَأَيْتُ صَاحِبَ هَوَى يَمْشِيْ عَلَى الْمَاءِ مَا قَبِلْتُه ُ. قَالَ : قَصَّرَ، لَوْ رَأَيْتُهُ يَمْشِيْ فِي الْهَوَاءِ لَمَا قَبِلْتُهُ
Ibnu Abi Hatim berkata: menceritakan kami Yunus, aku berkata kepada Syafi’i: Kawan kita Laits mengatakan: Seandainya saya melihat pengekor hawa nafsu berjalan di atas air, saya tidak akan menerimanya. Syafi’i berkata: “Dia masih kurang, seandainya saya melihatnya dapat berjalan di udara, saya tidak akan menerimanya”.[5]
- Imam Syafi’i dan Ilmu Kalam/Filsafat
Imam adz-Dzahabi berkata: “Telah mutawatir dari Imam Syafi’i bahwa beliau mencela ilmu kalam dan ahli kalam. Beliau adalah seorang yang semangat dalam mengikuti atsar (sunnah) baik dalam masalah aqidah atau hukum fiqih”.[6]
Bahkan beliau memberikan kecaman keras kepada para ahli kalam. Simaklah ucapan Imam Syafi’i berikut:
حُكْمِيْ فِيْ أَهْلِ الْكَلاَمِ أَنْ يُضْرَبُوْا بِالْجَرِيْدِ، وَيُحْمَلُوْا عَلَى الإِبِلْ، وَيُطَافُ بِهِمْ فِي الْعَشَائِرِ، يُنَادَى عَلَيْهِمْ : هَذَا جَزَاءُ مَنْ تَرَكَ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ وَأَقْبَلَ عَلَى الْكَلاَمِ
“Hukumanku bagi ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, dan dinaikkan di atas unta, kemudian dia kelilingkan ke kampung seraya dikatakan pada khayalak: Inilah hukuman bagi orang yang berpaling dari Al-Qur’an dan sunnah lalu menuju ilmu kalam/filsafat.”[7]
- Imam Syafi’i dan Shufiyyah
Kaum Shufi belakangan banyak mengumpulkan beberapa penyimpangan dari agama Islam dan dakwah Imam Syafi’i[8]. Oleh karenanya, Imam Syafi’i memperingatkan kita dari kelompok tersebut. Beliau berkata:
لَوْ أَنَّ رَجُلاً تَصَوَّفَ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ لَمْ يَأْتِ عَلَيْهِ الظُّهْرُ إِلاَّ وَجَدْتَهُ أَحْمَقَ
“Seandainya seorang menjadi shufi di awal siang hari, maka sebelum dhuhur akan engkau dapati dia termasuk orang yang pandir”.[9]
أُسُّ التَّصَوُّفِ الْكَسْلُ
“Pokok utama tashawuf adalah kemalasan”.[10]
خَلَّفْتُ بِبَغْدَادَ شَيْئًا أَحْدَثَتْهُ الزَّنَادِقَةُ يُسَمُّوْنَهُ “التَّغْبِيْرَ” يُشْغِلُوْنَ بِهِ النَّاسَ عَنِ الْقُرْآنِ
“Saya tinggalkan kota Baghdad sesuatu yang dibuat orang-orang zindiq, mereka menamainya dengan taghbir untuk melalaikan manusia dari Al-Qur’an”.[11]
Taghbir adalah dzikir atau lantunan syair-syair zuhud dengan suara merdu, ini adalah kebiasaan orang-orang sufi. Maka Imam Syafi’i dengan kesempurnaan ilmu dan imannya mengetahui bahwa semua itu dapat memalingkan manusia dari Al-Qur’an[12].
- Imam Syafi’i dan Rofidhoh
Kaum Rofidhoh adalah kaum yang memiliki banyak penyimpangan dan kesamaan dengan kaum Yahudi[13]. Oleh karenanya, Imam Syafi’i memperingatkan keras kepada kita akan kejelekan mereka. Beliau menyebut mereka dengan kelompok yang paling jelek[14]. Beliau juga mengatakan :
لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ أَشْهَدَ باِِلزُّوْرِ مِنَ الرَّافِضَةِ
“Saya tidak mendapati seorangpun dari pengekor hawa nafsu yang lebih pendusta daripada kaum Rofidhoh”.[15]
[1] Ya, membantah ahli bid’ah ini hanyalah bagi mereka yang memiliki ilmu. Oleh karenanya tidak boleh tergesa-gesa membantah mereka kecuali dengan ilmu dan hikmah. Adapun apabila anak-anak kemarin sore tergesa-gesa menangani masalah ini tanpa ilmu dan tanpa adab, maka kita khawatir kerusakan lebih besar. (Lihat Al-Mantsur hlm. 30 oleh al-Maqdisi).
[2] Idem 4/13.
[3] Manaqib Imam Syafi’i hlm. 93 oleh al-Aburri, Manaqib Syafi’i 2/278-279 oleh al-Baihaqi.
[4] Majmu Fatawa 20/330.
[5] Siyar A’lam Nubala’ 3/3282 oleh adz-Dzahabi.
[6] Mukhtashor Al-Uluw hlm. 177.
[7] Manaqib Syafi’i al-Baihaqi 1/462, Tawali Ta’sis Ibnu Hajar hal. 111, Syaraf Ashabil Hadits al-Khathib al-Baghdadi hal. 143. Imam adz-Dzahabi berkata dalam Siyar A’lam Nubala’ 3/3283: “Ucapan ini mungkin mutawatir dari Imam Syafi’i”.
[8] Lihat buku khusus masalah ini “Mukholafat Shufiyyah lil Imam Syafi’i” oleh Syaikh Abdul Kholiq al-Washobi.
[9] Manaqib Syafi’i 2/207 oleh al-Baihaqi.
[10] Hilyatul Ulama 9/136-137 oleh Abu Nu’aim.
[11] Manaqib Syafi’i 1/283, Talbis Iblis hlm. 230.
[12] Lihat Al-Istiqomah hlm. 127 dan Al-Fahrasat hlm. 445 oleh Ibnu Nadim.
[13] Syaikh Abdullah Al-Jamili menulis sebuah kitab besar berjudul “Badzlul Majhud fi Itsabt Musyabahah Bainan Rofidhoh wal Yahud” (Mencurahkan Jerih Payah Untuk Menetapkan Kemiripan Antara Rofidhoh dengan Yahudi). cet Maktabah Ghuroba Atsariyyah.
[14] Manaqib Syafi’i 1/468 oleh al-Baihaqi.
[15] Adab Syafi’i hlm. 187-189 oleh Ibnu Abi Hatim.
http://abangdani.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar