Prinsip-Prinsip Imam Asy-Syafi’i Dalam Beragama : Prinsip Kedelapan
Mei 26, 2011
PRINSIP KEDELAPAN
Perhatian Kepada Ilmu Agama
- Defenisi Ilmu Menurut Imam Syafi’i
Perlu diketahui bahwa setiap ilmu yang dipuji oleh dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits maksudnya adalah ilmu agama, ilmu Al-Qur’an dan sunnah, sekalipun kita tidak mengingkari ilmu-ilmu dunia seperti kedokteran, arsitek, pertanian, perekonomian dan sebagainya.
Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali berkata: “Ilmu yang bermanfaat adalah mempelajari Al-Qur’an dan sunnah serta memahami makna kandungan keduanya dengan pemahaman para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. Demikian juga dalam masalah hukum halal dan haram, zuhud dan masalah hati, dan lain sebagainya”.[1]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu syar’i, ilmu yang berfaedah untuk mengetahui kewajiban seorang hamba berupa perkara agama, baik dalam ibadah maupun pergaulannya sehari-hari. Ilmu yang berbicara tentang Alloh dan sifat-sifatNya, serta apa yang wajib bagi dirinya dalam menjalankan perintah Alloh, mensucikan Alloh dari segala kekurangan, ilmu yang demikian berkisar pada ilmu tafsir, hadits dan fiqh”.[2]
Imam Syafi’i berkata:
كُلُّ الْعُلُومِ سِوَى الْقُرْآنِ مَشْغَلَةٌ
إِلَّا الْحَدِيثَ وَإِلَّا الْفِقْهَ فِي الدِّين
الْعِلْمُ مَا كَانَ فِيهِ قَالَ حَدَّثَنَا
وَمَا سِوَى ذَاكَ وَسْوَاسُ الشَّيَاطِينِ
Setiap ilmu selain Al-Qur’an adalah menyibukkan
Kecuali hadits dan fiqih dalam agama
Ilmu adalah yang terdapat di dalamnya Haddatsana (hadits)
Selain itu adalah was-was Syetan.[3]
- Keutamaan Ilmu Menurut Imam Syafi’i
Keutamaan-keutamaan ilmu agama banyak sekali, di antaranya adalah apa yang disebutkan oleh Imam Syafi’i bahwa:
1. Ilmu adalah sebab kebaikan di dunia dan akherat
Imam Syafi’i berkata:
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Barangsiapa yang menghendaki dunia, maka hendaknya dia berilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki akherat, maka hendaknya dia berilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki dunia akherat, maka hendaknya dia berilmu. [4]
Dalil yang menguatkan hal ini adalah sabda Nabi:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ اْلدِّيْنِ
“Barangsiapa yang Alloh kehendaki kebaikan, maka Alloh akan faqihkan ia dalam agamaNya”.[5]
2. Ilmu Sebagai benteng dari syubhat dan fitnah
Imam Syafi’i berkata:
لَوْلاَ الْمَحَابِرُ لَخَطَبَتِ الزَّنَادِقَةُ عَلَى الْمَنَابِرِ
“Seandainya bukan karena tinta (ilmu), niscaya orang-orang zindiq akan berkhutbah di mimbar-mimbar”[6]
Dengan ilmu kita dapat menjaga diri kita dari berbagai syubhat yang menyerang. [7] Dengan ilmu juga kita dapat membantah argumen orang-orang yang ingin merusak agama. Oleh karenanya jihad ada dua macam: karena itu, jihad ada dua macam: Jihad dengan tangan dan lisan.[8]
3. Ilmu adalah amalam yang paling utama
Imam Asy-Syafi’i berkata:
لَيْسَ شَيْءٌ بَعْدَ الْفَرَائِضِ أَفْضَلُ مِنْ طَلَبِ الْعِلْمِ
“Tidak ada satupun yang lebih utama setelah menunaikan kewajiban selain menuntut ilmu”.[9]
4. Menuntut ilmu lebih utama daripada ibadah sunnah
Imam Syafi’i berkata:
طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ النَّافِلَةِ
“Menuntut ilmu lebih utama daripada sholat sunnah”.[10]
Dalil yang menguatkan hal ini adalah sabda Nabi:
وَ إِنَّ اْلعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِيْ اْلسَّمَاوَاتِ وَ مَنْ فِيْ اْلأَرْضِ حَتىَّ اْلحِيْتَانُ فِيْ اْلمَاءِ, وَ فَضْلُ اْلعَالِمِ عَلىَ اْلعَابِدِ كَفَضْلِ اْلقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلىَ سَائِرِ اْلكَوَاكِبِ
“Orang yang berilmu, ia akan dimintakan ampun oleh penghuni langit dan bumi hingga ikan yang ada didalam air. Keutamaan orang yang berilmu dibandingkan dengan ahli ibadah bagaikan bulan dimalam purnama atas seluruh bintang”.[11]
- Semangat Imam Syafi’i Dalam Menuntut Ilmu
Imam Syafi’i adalah seorang ulama yang sangat bersemangat tinggi dalam menuntut ilmu.
Al-Humaidi menceritakan bahwa dirinya tatkala di Mesir pernah keluar pada suatu malam, ternyata lampu rumah Syafi’i masih nyala. Tatkala dia naik ternyata dia mendapati kertas dan alat tulis. Dia berkata: Apa semua ini wahai Abu Abdillah (Syafi’i)?! Beliau menjawab: Saya teringat tentang makna suatu hadits dan saya khawatir akan hilang dariku, maka sayapun segara menyalakan lampu dan menulisnya”.[12]
Termasuk bukti semangat Imam Syafi’i dalam menunutut ilmu adalah ucapan beliau kepada Imam Ahmad bin Hanbal:
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِالأَخْبَارِ الصِّحَاحِ مِنَّا، فَإِذَا كَانَ خَبَرٌ صَحِيْحٌ، فَأَعْلِمْنِيْ حَتَّى أَذْهَبَ إِلَيْهِ، كُوْفِيًّا كَانَ أَوْ بَصْرِيًّا أَوْ شَامِيًّا
“Engkau lebih tahu tentang hadits-hadits shahih daripada diriku. Apabila ada hadits shohih maka beritahukanlah padaku sehingga aku akan mendatanginya baik Kufah, Bashroh atau Syam”.[13]
- Kunci-Kunci Ilmu Menurut Imam Syafi’i
Mungkin kita bertanya-tanya: Bagaimana kiat menuntut ilmu? Apa saja kunci-kuncinya? Berikut ini jawaban Imam Syafi’i:
أَخِي لَنْ تَنَالَ الْعِلْمَ إلَّا بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيكَ عَنْ تَفْصِيلِهَا بِبَيَانِ
ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌوَبُلْغَةٌ وَصُحْبَةُ أُسْتَاذٍ وَطُولُ زَمَانِ
Saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara
Akan aku kabarkan padamu perinciannya degan jelas
Kecerdasan, kemauan keras, semangat, bekal cukup
Bimbingan ustadz dan waktu yang lama.[14]
Imam Syafi’i juga berkata:
فَحُقَّ عَلَى طَلَبَةِ الْعِلْمِ بُلُوْغُ غَايَةِ جُهْدِهِمْ فِي الاسْتِكْثَارِ مِنْ عِلْمِهِ وَالصَّبْرُ عَلَى كُلِّ عَارِضٍ دُوْنَ طَلَبِهِ وَإِخْلاَصُ النِّيَّةِ لِلَّهِ فِي اسْتِدْرَاكِ عِلْمِهِ نَصًّا وَاسْتِنْبَاطًا وَالرَّغْبَةُ إِلَى اللهِ فِي الْعَوْنِ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ لاَ يُدْرَكُ خَيْرٌ إِلاَّ بِعَوْنِهِ
“Maka hendaknya bagi para penunutut ilmu untuk:
1. Mencurahkan tenaganya dalam memperbanyak ilmu
2. Bersabar menghadapi tantangan dalam menuntut ilmu
3. Mengikhlaskan niat karena Allah untuk menggapai ilmunya secara nash ataupun istinbath (menggali hukum)
Berdoa mengharapkan pertolongan Allah, karena tidak mungkin meraih kebaikan kecuali dengan pertolonganNya”.[15]
Sumber : Makalah Dauroh Akbar Medan 2011 dari kajianonlinemedan.com
[1] Fadhlu Ilmi Salaf ‘ala Ilmi Khalaf hlm. 26.
[2] Fathul Bari 1/192.
[3] Diwan Syafi’i hlm. 88.
[4] Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab 1/30 oleh an-Nawawi. Dan sebagian orang menganggapnya sebagai hadits Nabi padahal tidak ada asalnya. Lihat buku penulis Kritik Hadits-Hadits Dho’if Populer hlm. 57
[5] HR.Bukhori 71 dan Muslim 1037.
[6] Siyar A’lam Nubala’ 3/3291 oleh adz-Dzahabi.
[7] Alangkah berharganya nasehat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah kepada muridnya Ibnul Qoyyim: “Janganlah engkau jadikan hatimu terhadap syubhat seperti spon yang menyerapnya serta merta, tetapi jadikanlah hatimu seperti kaca yang kuat, sehingga tatkala syubhat mampir padanya, dia dapat melihat dengan kejernihannya dan mengusir dengan kekuatannya. Tetapi apabila engkau jadikan hatimu menyerap setiap syubhat, maka dia akan menjadi sarang syubhat.” (Miftah Dar Sa’adah 1/443). Lalu Ibnul Qoyyim berkomentar: “Tidaklah saya mendapatkan faedah untuk menangkis syubhat lebih dari pada wasiat ini”.
[8] Miftah Daar Sa’adah 1/70 Ibnu Qoyyim.
[9] Miftah Darr Sa’adah 1/391.
[10] Al-Majmu’ 1/40 oleh an-Nawawi.
[11] HR. Abu Dawud 3641, Tirmidzi 2682, Ibnu Majah 223, Ahmad 5/196. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Shohih Targhib 1/138.
[12] Adab Syafi’i wa Manaqibuhu karya Ibnu Abi Hatim hal. 44-45.
[13] Hilyatul Auliya’ 9/170 oleh Abu Nu’aim. Lihat takhrij lengkap dan panjang terhadap atsar ini dalam risalah At-Ta’dzim wal Minnah hlm. 45-46 oleh Syaikh Salim al-Hilali.
[14] Diwan Syafi’i hlm. 20.
[15] Ar-Risalah hlm. 19.
http://abangdani.wordpress.com/2011/05/26/prinsip-prinsip-imam-asy-syafi%E2%80%99i-dalam-beragama-prinsip-kedelapan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar