Prinsip-Prinsip Imam Asy-Syafi’i Dalam Beragama : Prinsip Keempat [1/3]
April 20, 2011
PRINSIP KEEMPAT [1/3]
Mengagungkan Sunnah dan Memerangi Bid’ah
- Imam Syafi’i Sangat Mengagungkan Sunnah
Dan Imam Syafi’i termasuk ulama yang dikenal sangat semangat dalam mengagungkan Sunnah Nabi sebagaimana pujian para ulama kepada beliau.
Imam Ahmad berkata: “Saya tidak melihat seorangpun yang lebih semangat dalam mengikuti sunnah daripada Imam Syafi’i”.[1]
Imam Al-Baihaqi membuat satu bab pembahasan dengan judul “Keterangan yang membuktikan baiknya madzhab Syafi’i dalam mengikuti Sunnah dan menjauhi bid’ah”.[2]
Imam adz-Dzahabi berkata memuji beliau: “Imam Syafi’i adalah seorang ulama yang sangat kuat dalam berpegang teguh terhadap Sunnah Rasulullah, baik dalam masalah aqidah maupun cabang agama”.[3]
Banyak sekali bukti dari Imam Syafi’i tentang pengagungan beliau terhadap sunnah Nabi. Cukuplah sebagai contoh petuah beliau:
لاَ يَجْمُلُ الْعِلْمُ وَلاَ يَحْسُنُ إِلاَّ بِثَلاَثِ خِلاَلٍ : تَقْوَى اللهِ وَإِصَابَةِ السُّنَّةِ وَالْخَشْيَةُ
“Ilmu itu tidaklah indah kecuali dengan tiga perkara: Taqwa kepada Allah, sesuai dengan sunnah dan rasa takut”.[4]
- Imam Syafi’i Menanamkan Tunduk Terhadap Sunnah
Imam Syafi’i berkata:
لَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا نَسَبَهُ النَّاسُ أَوْ نَسَبَ نَفْسَهُ إِلَى عِلْمٍ يُخَالِفُ فِيْ أَنَّ فَرْضَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ اتِّبَاعُ أَمْرِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَالتَّسْلِيْمُ لِحُكْمِهِ
“Saya tidak mendengar seorangpun yang dianggap manusia atau dia menganggap dirinya berilmu berselisih pendapat bahwa di antara kewajiban dari Allah adalah mengikuti dan mencontoh Rasulullah dan pasrah terhadap hukumnya”.[5].
- Imam Syafi’i Mengimani Kesempurnaan Islam
Di antara nikmat terbesar yang Alloh anugerahkan kepada umat ini adalah disempurnakannya agama ini sebagaimana dalam firmanNya:
[ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا]
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi agama bagi kalian. (QS. al-Maidah [5]: 3)
Imam Ibnu Katsir berkata: “Ini merupakan kenikmatan Allah yang terbesar kepada umat ini, dimana Allah telah menyempurnakan agama mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan agama selainnya dan Nabi selain Nabi mereka. Oleh karena itulah, Allah menjadikannya sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya kepada Jin dan manusia, maka tidak ada sesuatu yang halal selain apa yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang dia haramkan, tidak ada agama selain apa yang dia syari’atkan, dan setiap apa yang dia beritakan adalah benar dan jujur, tiada kedustaan di dalamnya”.[6]
Dengan sempurnanya Islam, maka segala perbuatan bid’ah dalam agama berarti suatu kelancangan terhadap syari’at dan ralat terhadap pembuat syari’at bahwa masih ada permasalahan yang belum dijelaskan. Imam Malik bin Anas rahimahullah mengeluarkan perkataan emas tentang ayat ini. Beliau berkata:
مَنِ ابْتَدَعَ فِيْ الإِسْلاَمِ بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً فَقَدْ زَعَمَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ r خَانَ الرِّسَالَةَ لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا فَلاَ يَكُوْنُ الْيَوْمَ دِيْنًا
Barangsiapa melakukan bid’ah dalam Islam dan menganggapnya baik (bid’ah hasanah), maka sesungguhnya dia telah menuduh Muhammad r mengkhianati risalah, karena Alloh Y berfirman, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu.” Maka apa saja yang di hari itu (pada zaman Nabi r) bukan sebagai agama, maka pada hari ini juga tidak termasuk agama.[7]
Camkanlah baik-baik perkataan berharga dari Imam yang mulia ini, niscaya anda akan mengetahui betapa bahayanya perkara bid’ah dalam agama.
Demikian juga Imam Syafi’i, beliau sangat meyakini akan kesempurnaan agama Islam. Alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syafi’i tatkala mengatakan:
فَلَيْسَتْ تَنْزِلُ فِيْ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ دِيْنِ اللهِ نَازِلَةٌ إِلاَّ وَفِيْ كِتَابِ اللهِ الدَّلِيْلُ عَلَى سَبِيْلِ الْهُدَى فِيْهَا
“Tidak ada suatu masalah baru-pun yang menimpa seorang yang memiliki pengetahuan agama kecuali dalam Al-Qur’an telah ada jawaban dan petunjuknya”.[8]
Kemudian Imam Syafi’i membawakan beberapa dalil untuk menguatkan ucapannya di atas, di antaranya adalah firman Allah dalam surat an-Nahl: 89:
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيداً عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيداً عَلَى هَـؤُلاء وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَاناً لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl: 89).
Sumber : Makalah Dauroh Akbar Medan 2011
[1] Manaqib Syafi’i 1/471 oleh al-Baihaqi.
[2] Manaqib Syafi’i 1/471.
[3] Mukhtashor Al-Uluw hlm. 177.
[4] Manaqib Syafi’i 1/470 oleh al-Baihaqi.
[5] Jima’ul Ilmi hlm. 11.
[6] Tafsir Al-Qur’anil Azhim 3/23.
[7] Al-I’tisham 1/64-65 Imam Syatibi, tahqiq Salim al-Hilali.
[8] Ar-Risalah hlm. 20.
http://abangdani.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar