Tauhid : Aqidah 15 : Syarah Al-'Aqidah Al-Wasithiyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
( Studi Tentang Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah) [15]
oleh Abu Hashifah Rickywahyudi pada 18 April 2011 jam 8:30
SIKAP PERTENGAHAN AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH
ANTARA JABRIYAH DAN QADARIYAH DALAM MASALAH PERBUATAN HAMBA, ANTARA KAUM MURJIA'H DAN KAUM WA'IDIYAH DARI GOLONGAN QADARIYAH DALAM MASALAH ANCAMAN ALLAH
Oleh
Syaikh Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathani
SIKAP PERTENGAHAN AHLUS SUNNAH ANTARA JABRIYAH DAN QADARIYAH DALAM MASALAH PERBUATAN HAMBA
Ahlus Sunnah memiliki sikap yang pertengahan antara penganut paham Jabriyah dan Qadariyah,
serta yang lainnya. Kaum Jabariyah, yang juga merupakan penganut paham Jahmiyah dan pengikut Jahm bin Shafwan, mengatakan: Sesungguhnya, para hamba itu dipaksa atas perbuatan dan gerakan-gerakannya, serta dalam seluruh perilakunya, sebagaimana halnya gerakan-gerakan orang yang gemetar dan urat-urat yang berdenyut, kesemuanya merupakan perbuatan Allah. Adapun kaum Qadariyah, yaitu orang-orang Mu'tazilah pengikut Ma'bad Al-Juhaniy beserta orang-orang yang sepaham dengan mereka, mengatakan :Sesungguhnya, hambalah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya, tanpa campur tangan kehendak dan kekuasaan Allah. Jadi, mereka mengingkari bahwa Allah adalah pencipta perbuatan-perbuatan para hamba. Mereka mengatakan : Allah tidak menghendakinya dan tidak menginginkannya.
Allah telah memberikan petunjuk kepada Ahlus Sunnah wal Jama'ah untuk menjadi kaum yang
pertengahan di antara kedua kelompok ini. Mereka mengatakan : Sesungguhnya AllahTa'ala adalah
yang menciptakan para hamba berikut perbuatanperbuatan mereka, akan tetapi para hamba tersebut benar-benar melakukannya dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, sedangkan Allah adalah yang menciptakan mereka dan segala kemampuan mereka. Allah Ta'ala berfirman :
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
"Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu buat." (Ash-Shafat : 96).
Ahlus Sunnah juga meyakini bahwa seorang hamba memiliki kehendak dan ikhtiar yang mengikuti
kehendak Allah Ta'ala. Allah Ta'ala berfirman:
.لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ
وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُرَبُّ الْعَالَمِينَ
"Bagi siapa antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki
(menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Rabb semesta alam." (At-Takwir :28-29).
SIKAP PERTENGAHAN AHLUS SUNNAH ANTARA KAUM MURJIA'H DAN KAUM WA'IDIYAH DARI GOLONGAN QADARIYAH DALAM MASALAH ANCAMAN ALLAH
M u r j i ' a h : Berasal dari kata irja', yang artinya menangguhkan. Mereka dinamakan demikian dikarenakan mereka menunda amal dari iman. Mereka mengatakan ; Suatu dosa tidak memberikan mudharat dengan adanya iman, sebagaimana suatu ketaatan tidak berguna dengan adanya kekafiran.
Jadi, menurut mereka, amal tidaklah termasuk dalam sebutan iman, iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang, dan seorang pelaku dosa besar itu memiliki keimanan yang sempurna dan tidak terkena ancaman siksa.
Pendapat mereka ini batil berdasarkan Al-Kitab dan. As-Sunnah.
Adapun Wa'idiyah adalah golongan yang mengatakan: Berdasarkan rasio, Allah haruslah menyiksa
orang yang bermaksiat sebagaimana harus memberi pahala orang yang berbuat ketaatan. Maka, barangsiapa yang meninggal dalam keadaan berbuat dosa besar dan belum bertaubat, maka ia kekal di naar selama-lamanya. Ini merupakan salah satu prinsip kaum Mu'tazilah yang juga diyakini oleh kaum Khawarij . Mereka berkata : Karena Allah tidak menyelisihi janji.
Pendapat mereka ini batil dan bertentangan dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. AllahTa'ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (An-Nisa' : 48).
Adapun Ahlus sunnah wal Jama'ah, memiliki sikap yang pertengahan dalam masalah ancaman
Allah ini, antara kedua kelompok ini. Mereka mengatakan ; Sesungguhnya seorang pelaku dosa besar
itu beriman dengan keimanannya tetapi juga fasik karena perbuatan dosa besarnya , atau seorang mukmin yang kurang sempurna imannya. Apabila ia mati sebelum bertaubat, maka ia berada di bawah kehendak Allah. Bila Dia menghendaki, Dia mengampuninya dengan kasih sayang dan karunia-Nya serta memasukkannya ke jannah sejak awal. Dan bila Dia menghendaki , Dia akan menyiksanya dengan keadilan-Nya, sesuai dengan kadar dosa-dosanya, di dalam naar ( neraka), akan tetapi ia tidak kekal di dalamnya, melainkan akan keluar setelah disucikan dan dibersihkan dari dosa-dosa dan kemaksiatan, dan akhirnya ia akan masuk ke jannah ( surga) berkat syafaat atau karunia dan rahmat Allah, dan kesemua itu merupakan karunia dari AllahTa'ala.
Ahlus Sunnah mengatakan : Menyelisihi ancaman merupakan kemurahan, berbeda dengan menyelisihi janji kebaikan. Menyelisihi ancaman merupakan perbuatan terpuji, tidak sebagaimana menyelisihi janji kebaikan. Seorang penyair berkata :
Sungguh, bila aku mengancamnya atau menjanjikan kebaikan untuknya
Kuselisihi ancamanku, dan kupenuhi janji baikku. '
[Disalin dari kitab Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah Li Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, Penulis Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathaniy, Edisi Indonesia Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah, Penerjemah Hawin Murtadho, Penerbit At-Tibyan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar