Tauhid : Aqidah 16 : Syarah Al-'Aqidah Al-Wasithiyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
http://www.facebook.com/note.php?note_id=204286236269607
( Studi Tentang Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah ) [ 16 ]
oleh Abu Hashifah Rickywahyudi pada 19 April 2011 jam 11:47
SIKAP PERTENGAHAN AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH
ANTARA KAUM HARURIYAH DAN MUTAZILAH DENGAN KAUM MURJI'AH DAN JAHMIYAH,
ANTARA RAFIDHAH DENGAN KHAWARIJ DAN NAWASHIB
Oleh
Syaikh Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathani
SIKAP WASATH PERTENGAHAN AHLUS SUNNAH DALAM MASALAH ASMA'UL IMAN WAD DIEN (NAMA- NAMA IMAN DAN DIN), ANTARA KAUM HARURIYAH DAN MUTAZILAH DENGAN KAUM MURJI'AH DAN JAHMIYAH
Yang dimaksud Asma' (nama-nama) di sini adalah Asma' ud Dien (sebutan-sebutan dalam agama),
seperti : Mukmin, muslim, kafir, dan fasik. Adapun yang dimaksud dengan hukum - hukum adalah
hukum-hukum bagi orang-orang yang menyandang sebutan tersebut, baik di dunia maupun akhirat.
1. Haruriyah adalah sekelompok dari golongan Khawarij, yang dikaitkan dengan nama Harura',
yaitu nama suatu tempat dekat Kufah. Mereka berkumpul di tempat ini ketika membelot dan
memberontak terhadap Ali Radhiyallahu anhu. Mereka berpendapat bahwa seseorang itu tidak disebut mukmin kecuali apabila ia telah melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi dosa-dosa besar.
Mereka mengatakan : Din dan Iman adalah perkataan, perbuatan, dan keyakinan.
Akan tetapi ia tidak bertambah dan tidak berkurang. Maka barangsiapa melakukan dosa besar,
ia kafir di dunia, sedangkan di akhirat kekal di naar selama-lamanya, bila ia belum bertaubat sebelum mati.
2. Mu'tazilah adalah para pengikut Washil bin 'Atho' dan Amru bin 'Ubaid. Mereka disebut Mu'tazilah, karena mereka I'tizal (menyendiri); memisahkan diri dari majlis Hasan Al-Bashri, dan ada pula yang menyebutkan sebab lain. Menurut mereka , seseorang tidak disebut mukmin kecuali apabila ia telah melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi dosa-dosa besar. Mereka mengatakan : Din dan Iman itu perkataan , perbuatan, dan keyakinan, akan tetapi tidak bertambah dan tidak berkurang. Maka, barangsiapa yang melaksanakan dosa besar, ia berada di suatu tempat antara dua tempat - ia telah keluar dari iman akan tetapi belum masuk ke dalam kekafiran - . Inilah hukumnya di dunia menurut mereka, adapun hukumnya di akhirat, ia kekal dalam naar selama- lamanya.
Jadi, ada dua tempat perbedaan antara Khawarij dan Mu'tazilah dan dua tempat pula yang mereka sepakati.
Terjadi persamaan di antara mereka pada :
a. Menolak keimanan bagi orang yang melaksanakan dosa besar.
b. Kekekalan orang tersebut di naar bersama orang-orang kafir.
Adapun perbedaan yang terjadi di antara mereka adalah :
a. Orang-orang Khawarij menyebutnya sebagai orang kafir, sedangkan orang-orang Mu'tazilah
mengatakan bahwa orang tersebut berada di suatu tempat di antara dua tempat.
b. Khawarij menghalalkan darah dan hartanya, sedangkan Mu'tazilah tidak melakukan hal itu.
3. Murji' ah mengatakan : Suatu dosa tidak mendatangkan mudharat terhadap keimanan sebagaimana suatu ketaatan tidak berguna dengan adanya kekafiran. Mereka mengatakan bahwa iman hanyalah pembenaran di dalam hati. Seorang yang melakukan dosa besar menurut mereka memiliki keimanan yang sempurna dan tidak berhak dimasukkan ke naar. Dengan demikian, keimanan orang yang paling fasik sama dengan keimanan orang yang paling sempurna imannya.
4. Demikian halnya pendapat orang-orang Jahmiyah. Jadi , orang Jahmiyah telah melakukan bid'ah at-ta'thil, al-jabar, dan al-irja', sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Qayyim Rahimahullah.
Orang yang melaksanakan dosa besar menurut mereka memiliki keimanan yang sempurna dan
tidak berhak dimasukkan ke dalam naar.
5. Adapun Ahlus Sunnah wal Jama'ah, telah mendapatkan petunjuk dari Allah untuk memahami
kebenaran. Mereka mengatakan: Sesungguhnya, iman adalah ucapan dengan lisan, perbuatan dengan anggota badan, dan keyakinan dengan hati. Iman bertambah dengan keta a t a n dan berkurang dengan kemaksiatan. Seorang pelaku dosa besar menurut mereka adalah seorang mukmin yang kurang keimanannya.
Berkurangnya iman dia itu sebanding dengan kadar maksiat yang dilakukannya. Maka, mereka sama sekali tidak menafikan keimanan dari pelaku dosa besar tersebut seperti pemahaman kaum Khawarij dan kaum Mu'tazilah .
Mereka juga tidak mengatakan bahwa pelaku dosa besar itu seorang yang memiliki iman sempurna seperti pemahaman kaum Murji'ah dan kaum Jahmiyah. Adapun hukum orang tersebut di akhirat, di bawah kehendak Allah. Jika Dia berkehendak, Dia akan memasukkannya ke jannah sejak pertama kali sebagai kasih sayang dan karunia dari Allah, dan jika Dia menghendaki, Dia akan menyiksanya sesuai dengan kadar kemaksiatannya. Ini apabila ia tidak melakukan salah satu dari pembatal-pembatal keislaman, tidak menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, dan tidak mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah. Hukum yang diyakini oleh Ahlus Sunnah bahwa seorang mukmin tidak kekal di naar, juga merupakan hukum yang pertengahan antara yang diyakini oleh kaum Khawarij dan kaum Mu'tazilah yang mengatakan bahwa manusia kekal di naar, begitu juga dengan Murji'ah dan Jahmiyah yang mengatakan bahwa manusia tidak berhak untuk mendapatkan hukuman sekalipun melakukan kemaksiatan.
SIKAP PERTENGAHAN AHLUS SUNNAH DALAM MASALAH SHAHABAT RASULULLAH Shalallahu 'alaihi wa sallam ANTARA RAFIDHAH DENGAN KHAWARIJ DAN NAWASHIB
Rafidhah adalah segolongan dari Syi'ah yang mengkultuskan Ali Radhiallahu 'anhu dan Ahlul Bait
secara berlebihan, bersikap memusuhi dan mengkafirkan mayoritas sahabat, termasuk tiga sahabat utama (Abu Bakar, Umar dan Utsman ~Pe n t ) , serta orang-orang yang mengikuti mereka, kaum Rafidhah juga mengkafirkan siapa saja yang memerangi Ali. Mereka berkata : Ali adalah seorang Imam yang ma'shum. Sebab mereka disebut Rafidhah adalah, karena mereka meninggalkan Zaid bin Ali bin Husain, ketika mereka bertanya, "Apakah engkau berlepas diri dari Syaikhain, yaitu : Abu Bakar dan Umar ? " , maka Zaid menjawab, "Ma'adzallah (aku berlindung kepada Allah), keduanya adalah wazir (pembantu) kakekku." Maka mereka menolak Zaid, sehingga dinamakan dengan Rafidhah1) . Adapun golongan Zaidiyah mengatakan : Kami berwala' kepada keduanya dan berlepas diri dari siapa saja yang berlepas diri dari keduanya. Mereka mengikuti pendapat Zaid, sehingga mereka disebut sebagai Zaidiyah.
Sedangkan Khawarij adalah kebalikan dari Rafidhah. Mereka mengkafirkan Ali, Mu'awiyah, dan
sahabat - sahabat yang bersama keduanya, sekaligus memerangi mereka serta menghalalkan darah dan harta mereka.
Sedangkan Nawashib adalah golongan yang menampakkan permusuhan dan mencela Ahlul Bait.
Adapun Ahlus Sunnah wal Jama'ah, telah mendapatkan petunjuk kebenaran dari Allah. Mereka tidak mengkultuskan Ali dan Ahlul Bait, tidak menampakkan permusuhan terhadap para sahabat Radhiyallahu 'anhum, tidak mengkafirkan mereka, serta tidak berbuat sebagaimana golongan Nawashib yang memusuhi Ahlul Bait. Sebaliknya, mereka mengakui hak dan keutamaan semuanya, berwala' kepada mereka, meyakini peringkat keutamaan mereka sebagai berikut : Abu Bakar, Umar, Utsman, kemudian Ali , menahan diri dari pembicaraan yang bertele-tele mengenai mereka, dan mendoakan seluruh shahabat agar mendapatkan limpahan rahmat Allah. Jadi, mereka bersikap pertengahan antara pengkultusan yang dilakukan oleh orang-orang Rafidhah dan kebencian orang-orang Khawarij.1 1
1. Rafidhah berakar dari kata kerja rafadha, yang salah satu artinya adalah meninggalkan (menolak),
1 1. Lihat "Al-Kawasyif Al-Jaliyah", hal. 505.
______________
[Disalin dari kitab Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah Li Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, Penulis Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathaniy, Edisi Indonesia Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah, Penerjemah Hawin Murtadho, Penerbit At-Tibyan]
http://www.facebook.com/note.php?note_id=204286236269607
Tidak ada komentar:
Posting Komentar