Inilah Maksud Yang Benar Tentang Hadits Kisah Abu Hurairah Mengambil Ilmu " Ayat Kursi " Dari Setan / Syaitan
Kali ini kita bahas bantahan terhadap syubhat berikutnya yang keluar dari mulut-mulut mereka juga. Mereka dengan berani memelintir ucapan Rasulullah untuk kepentingan hawa nafsunya. Syubhat tersebut adalah: “Bolehnya menimba ilmu dari mana saja, termasuk dari setan la’-natullahu ‘alaihi”.
(LENGKAP) INILAH MAKSUD YANG BENAR TENTANG HADITS KISAH
ABU HURAIRAH MENGAMBIL ILMU “AYAT KURSI” DARI SETAN/SYAITAN
Yang dipahami
oleh para ulama adalah beliau mengambil ilmu itu dari Rasulullah. Jika Nabi
tidak membenarkan ucapan itu dari mana “Abu Hurairoh” tahu bahwa ucapan setan
itu adalah ilmu yang hak?
Bolehkah Belajar Kepada Ahlul Bid’ah ? (Bantahan Syubhat
ke- 6)
Al-Ustadz Muhammad Umar As Sewed
Pada edisi yang lalu telah
kita bahas bantahan terhadap syubhat yang ditebar oleh kelompok mudzabdzabin
sururiyyin yang mengharuskan kita untuk menyebutkan kebaikan ahlul
bid’ah ketika mengkritik mereka.
Kali ini kita bahas bantahan terhadap syubhat berikutnya yang keluar dari mulut-mulut mereka juga. Mereka dengan berani memelintir ucapan Rasulullah untuk kepentingan hawa nafsunya. Syubhat tersebut adalah: “Bolehnya menimba ilmu dari mana saja, termasuk dari setan la’-natullahu ‘alaihi”.
Seperti biasa, senjata pamungkas salafy gadungan ini adalah
melempar syubhat (kalimat bersayap) yaitu kalimat-kalimat yang hak, akan tetapi
yang dimaukan dengannya adalah kebatilan. Kalimat-kalimat tersebut seperti:
انْظُرْ مَا قَالَ وَلاَ تَنْظُرْ مَنْ قَالَ
“Lihatlah pada apa yang dikatakan, dan janganlah melihat siapa
yang mengatakannya”.
Atau kalimat: “Kebenaran itu harus diterima
darimana pun datangnya”.
Dari satu sisi, kalimat-kalimat tersebut adalah benar.
Bahkan jika kita menghendaki, maka teramat banyak ucapan para ulama yang bisa
kita nukil untuk maksud-maksud tersebut, yang mana kalimat-kalimat mereka jauh
lebih bermakna dan jernih dari berbagai kepentingan. Seperti ucapan imam
Syafi’i, Ibnu Taimiyah dan lain-lainnya. Sungguh pun demikian, bukan
berarti para ulama kemudian memperbolehkan kepada umat untuk belajar kepada
mu’tazilah, syi’ah, dan ahlul bid’ah lainnya, apalagi kepada setan, tidak
seperti apa yang diyakini oleh kelompok aneh tadi.
Apa yang dikatakan oleh para ulama tersebut sungguh sangat
berbeda dengan apa yang dipahami oleh para politikus hizbiyyun.
Para ulama tersebut dengan kalimat-kalimat di atas menasehatkan kepada kaum
muslimin bahwa kebenaran itu adalah tetap kebenaran walaupun disebutkan
oleh sejelek-jelek manusia. Sebaliknya kebatilan tetap kebatilan, walaupun
diucapkan oleh orang yang paling terdekat dengan kita.Inilah yang dinamakan
keadilan. Mereka tidak pernah sekalipun menyatakan bolehnya
mengambil ilmu dari ahlul bid’ah dan orang-orang yang sesat, apalagi dari
setan.
Berkaitan dengan hal tersebut, kelompok ini menjadikan
hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ketika beliau menjaga
harta baitul maal sebagai dasar pijakan diperbolehkannya belajar
kepada ahlul bid’ah bahkan kepada setan.
Hadits tersebut dikeluarkan oleh Imam
Bukhari dalam Shahih-nya:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salam pernah mewakilkanku sebagai penjaga baitul maal. Pada
suatu ketika datanglah seseorang mencuri harta darinya, maka Abu Hurairah
menangkap orang tersebut dan berkata: “Demi Allah, sungguh akan aku laporkan
kepada Rasulullah. Pencuri itu memelas kepadanya seraya berkata: “Sesungguhnya
aku adalah orang yang membutuhkan (harta itu), karena aku mempunyai tanggungan
keluarga, dan bagiku ada kebutuhan yang sangat. Berkata Abu Hurairah: “Maka aku
lepaskan dia”. Kemudian pada pagi harinya Nabi bersabda: “Wahai Abu Hurairah,
apa yang dilakukan oleh tawananmu tadi malam”. Abu Hurairah menjawab: “Ya
Rasulullah, dia mengeluh bahwa dia sangat membutuhkan harta dan mempunyai
tanggungan keluarga”. Aku aku merasa kasihan kepadanya kemudian aku bebaskan
dia”. Rasulullah bersabda:
أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَّبَكَ وَسَيَعُوْدُ
Ketahuilah sesungguhnya dia berdusta kepadamu dan dia
akan kembali.
Maka aku tahu bahwa dia akan kembali dari ucapan
Rasulullah tadi. Maka akupun mengawasinya, maka datanglah ia mencuri makanan
itu. Maka aku menangkapnya dan aku katakan kepadanya: “Sungguh akan aku
laporkan perbuatan ini kepada Rasulullah”. Ia mengatakan: “Biarkanlah aku
sesungguhnya aku adalah orang yang sangat butuh dan aku mempunyai tanggungan
keluarga. Aku berjanji tidak akan kembali”. Akupun merasa kasihan
terhadapnya dan melepaskannya. Pada pagi harinya kembali Rasulullah mengatakan
kepadaku: “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu tadi malam?”
Aku katakan; “Wahai Rasulullah dia memelas seraya berkata bahwa dia sangat
membutuhkan harta tersebut karena dia mempunyai tanggungan keluarga. Maka aku
pun kasihan kepadanya dan aku bebaskan dia”. Maka bersabda Rasulullah :
أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَّبَكَ وَسَيَعُوْدُ
Ketahuilah sesungguhnya dia berdusta kepadamu dan dia
akan kembali.
Akupun kembali mengawasinya pada malam yang ketiga.
Kemudian datanglah orang tersebut mencuri makanan kembali dan aku tangkap. Aku
katakan: “Sungguh aku akan angkat permasalahanmu kepada Rasulullah. Ini adalah
yang ketiga kalinya engkau berjanji untuk tidak kembali ternyata kembali
(perbuatanmu). Orang tadi berkata: “Jangan biarkan aku!. Aku akan mengajarimu
beberapa kalimat yang Allah akan memberikan manfaat kepadamu dengannya”. Aku
tanyakan: “Kalimat apakah itu?”. Ia menjawab: “Jika engkau telah
berbaring di tempat tidurmu, bacalah ayat
kursi hingga selesai ayat tersebut. Maka sesungguhnya engkau akan
tetap dalam lindungan Allah dan tidak akan didekati setan sampai pagi
harinya.” Akupun kembali membebaskannya. Pada pagi harinya Rasulullah
bertanya kembali: “Apa yang dilakukan oleh tawananmu tadi malam?” Ia menjawab:
“Wahai Rasulullah dia mengaku bahwa dia telah mengajariku beberapa
kalimat yang Allah akan memberikan manfaat kepadaku dengannya, maka
akupun membebaskannya”. Beliau berkata: “Apa itu?” Aku katakan: “Dia
mengajariku jika engkau berbaring di tempat tidurmu, maka bacalah ayat kursi dari awal sampai akhir ayat.Kemudian
ia berkata kepadaku bahwa engkau akan tetap dalam lindungan Allah dan tidak
akan didekati oleh setan sampai pagi hari. Dan para shahabat
ketika itu adalah orang-orang yang sangat semangat dalam mencari kebaikan”.
Maka Nabi bersabda:
أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوْبٌ. تَعْلَمُ مَنْ
تُخَاطِبُ مُنْذُ ثَلاَثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ قَال:َ لاَ قَال:َ ذَاكَ
شَيْطَانٌ
(رواه
البخاري)
Ketahuilah bahwa dia telah berkata benar kepadamu,
padahal dia adalah pendusta. Tahukah engkau siapa yang engkau
ajak bicara selama tiga malam itu wahai Abu Hurairah? Ia menjawab:
“Tidak”. Maka beliau bersabda: “Itu adalah setan”. (HR.
Bukhari)
————————————————————————————————————————
Tambahan redaksi : LAFAL & TULISAN “AYAT KURSI”
DALAM TULISAN LATIN BESERTA ARTI/TERJEMAHANNYA

Buat yang masih belajar baca Al-Quran: begini bacanya:
ALLAHU LAA ILAAHA ILLA HUWAL HAYYUL QAYYUM. LAA
TA’KHUDZUHUU SINATUW WA LAA NAUUM. LAHUU MAA FISSAMAAWAATI WA MAA FIL ARDH. MAN
DZAL LADZII YASFA’U ‘INDAHUU ILLAA BI IDZNIH. YA’LAMU MAA BAINA AIDIIHIM WA MAA
KHALFAHUM. WA LAA YUHITHUUNA BI SYAI-IN MIN ‘ILMIHII ILLAA BI MAASYAA’ WASI’A
KURSIYYUHUSSAMAAWAATI WAL ARDH. WA LAA YA-UUDHUHU HIFZHUHUMAA WAHUWAL ‘ALIYYUL
AZHIIM.
Nah kalau artinya begini:
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya);tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada
yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui
apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi
Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara
keduanya dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar ((QS : Al-Baqarah : 255))
————————————————————————————————————————
Hadits di atas adalah berita yang hak. Ucapan Rasulullah
adalah ucapan yang hak. Akan tetapi oleh para hizbiyyun. Ucapan
tersebut dianggap sebagai legitimasi untuk bolehnya belajar kepada siapapun,
termasuk kepada ahlul bid’ah. Padahal ucapan beliau:
أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوْبٌ
“Ketahuilah, sesungguhnya ia telah berkata benar
kepadamu, tapi ia pendusta”
tidaklah menunjukkan sedikitpun diperbolehkannya
belajar kepada setan. Hal ini berbeda jauh dengan apa yang mereka takwilkan.
Sungguhpun demikian, secara ilmiah syubhat di atas bisa kita bantah dalam
bebera sisi:
Pertama, betapa banyaknya ayat-ayat
yang memerintahkan kepada kita -kaum muslimin- untuk membenci, menjauhi dan
memusuhi setan.
Allah berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ اْلإِنْسِ
وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ
شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
الأنعام: 112
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu
musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin,
sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan
yang indah-indah untuk menipu (manusia)499. Jikalau Rabb-mu menghendaki,
niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang
mereka ada-adakan. (al-An’aam: 112)
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا
يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
فاطر: 6
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu),karena sesungguhnya setan-setan
itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang
menyala-nyala.
وَلاَ يَصُدَّنَّكُمُ الشَّيْطَانُ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ.
الزحروف: 62
Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh
setan sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.(az-Zuhruuf: 62)
Dan masih banyak ayat-ayat lainnya.
Kedua, Rasulullah di dalam hadits tersebut hanya
mengajarkan kepada kita bahwa kebenaran adalah tetap kebenaran, walaupun keluar
dari mulut setan -biangnya para pendusta-. Akan tetapi beliau tetap
memperingatkan kepada Abu Hurairah dengan potongan kalimat berikutnya:
وَهُوَ كَذُوْبٌ
“…dan dia adalah pendusta”
agar dia dan seluruh kaum muslimin waspada dari tipu daya
setan.
Ketiga, adalah salah besar jika ada anggapan
bahwa Abu Hurairah mengambil ilmu dari setan dalam peristiwa di atas. Yang
dipahami oleh para ulama dan mereka yang berpikiran jernih adalah beliau
mengambil ilmu itu dari Rasulullah. Karena beliaulah yang mengatakan bahwa
ucapan itu adalah benar. Jika Nabi tidak membenarkan ucapan itu dari
mana Abu Hurariah tahu bahwa ucapan setan itu adalah ilmu yang hak? Dengan
ucapan Rasulullah itulah, akhirnya Abu Hurairah dan kita kaum muslimin yakin
dengan berita dan ilmu tersebut.
Keempat, terlalu banyak ayat-ayat dan
hadits-hadits yang memperingatkan kita untuk hati-hati dan tidak duduk bersama
ahlul bid’ah, apalagi mengambil ilmu dari mereka. Di antaranya ketika Rasulllah
membacakan ayat Allah:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ ءَايَاتٌ مُحْكَمَاتٌ
هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي
قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ
وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللَّهُ
وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ
رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُولُو اْلأَلْبَابِ
ال عمران: 7
Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al- Qur’an) kepadamu. Di
antara isinya ada ayat-ayat yang muhkamat (ayat-ayat yang tegas maknanya),
itulah pokok-pokok isi al- Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat (yang
samar-samar maknanya). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada
kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk
menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya. Padahal tidak ada yang
mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari
sisi Rabb kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (dari padanya) melainkan
orang-orang yang berakal. (Qs. Ali Imran: 7)”
Maka beliaupun berkata kepada Aisyah:
إِذَا رَأَيْتِ الَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ
فَأُولَئِكَ الَّذِيْنَ سَمَّى اللهُ، فَاخْذَرُوْهُمْ
(رواه البخار ومسلم)
Jika engkau melihat orang-orang yang mengikuti apa-apa yang
mutasyabihaat dari-nya maka merekalah orang-orang yang disebut oleh Allah, maka
berhati-hatilah dari mereka. (HR. Bukhari dalam Fathul Bari (8/209)
dan Muslim hadits ke 2665)
Kalau Rasulullah mengatakan agar kita berhati-hati terhadap
pengikut hawa nafsu dan ahlul bid’ah seperti dalam hadits di atas, maka apakah
pantas orang yang mengaku ahlus sunnah itu menganjurkan untuk duduk bersimpuh
di hadapan mereka dengan alasan mencari ilmu?!
Kelima, demikian pula para ulama telah sepakat secara
ijma’ untuk menjauhi ahlul bid’ah dan menghindari mereka. Sebagaimana dikatakan
oleh imam Abu Utsman ash-Shaabuny dalam kitabnya Aqidatus Salaf
Ash-habul Hadits setelah menyebutkan hampir seluruh para ulama ahlus
sunnah sebagai berikut: “Dan mereka semua bersepakat untuk bersikap
keras terhadap ahlul bid’ah merendahkan, menghinakan, menjauhkan, memisahkan
diri dari mereka, menjauhi dan tidak bersahabat dengan mereka serta tidak
bergaul dengan mereka. Dan mendekatkan diri kepada Allah dengan memboikot
mereka”. (hal. 123)
Berkata Imam Ahmad: “Hati-hati kalian, jangan menulis (ilmu)
dari seorang pun dari kalanganahlul ahwa (ahlul bid’ah) sedikit
atau banyak. Atas kalian untuk mengambil dari ash-habul atsar dan
sunnah (ahlus sunnah)”. (Siyar a’laamu Nubala, juz 11, hal. 231)
Kalau telah sepakat secara ijma’ para ulama ahlus sunnah
untuk menjauhi ahlul bid’ah dan tidak duduk bersama mereka, maka pengikut
siapakah para politikus hizbiyyun tersebut yang menyatakan
kita boleh mengambil ilmu dari mana saja dan boleh duduk belajar mencari ilmu
dari ahlul bid’ah bahkan dari setan?!
Keenam, lagi pula ketika kita duduk mengambil
ilmu dari ahlul bid’ah, bagaimana kita memilah mana yang hak dan mana
yang batil (untuk mengambil yang hak dan membuang yang batil seperti anggapan
mereka), sementara kita kita tidak mempunyai barometernya. Sebaliknya
jika kita sudah punya barometer tersebut, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah dengan
pemahaman salaf, untuk apa kita ngaji dengan ahlul bid’ah?!
Setelah semuanya ini, kita katakan sebagai nasehat kepada
seluruh ahlus sunnah agar jangan tertipu dengan kebaikan ahlul bid’ah. Karena
umpan yang ada di mata kail untuk menjebak mangsanya sama sekali tidak
dapat dikatakan sebagai kebaikan. Karena dengan beberapa kebaikan tersebut,
mereka akan menyeret mangsanya kepada kesesatan.
Berkata Rafi’ bin Asyras rahimahullah: “Adalah
dikatakan termasuk dari hukuman bagi pendusta ialah untuk tidak diterima
kejujurannya. Dan aku katakan: “Termasuk dari hukuman bagi orang yang fasik dan
ahlu bid’ah ialah untuk tidak disebutkan kebaikan-kebaikannya”. (Lihat Syarah
‘Ilal at Tirmidzi, Ibnu Rajab 1/353 dan Irsyadul Bariyyah,
Hasan bin Qasim hal.198-201)
Sumber : http://dhiyaussunnah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar