Membalas Salam Non Muslim

MEMBALAS SALAM NON MUSLIM
Kategori : Aqidah 16 January 2012
Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Bagaimanakah hukum membalas salam orang kafir (ahli kitab
maupun non muslim lainnya)? Dan bolehkah memulai mengucapkan salam pada mereka?
Ada pula hadits yang menyebutkan bahwa jika kita berjumpa orang kafir, maka
pepetlah mereka ke pinggir. Bagaimana penjelasan hal ini?
Thoyyib, ada sebuah riwayat yang menjelaskan masalah
di atas. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ فَإِذَا
لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ
“Jangan kalian mengawali mengucapkan salam kepada Yahudi
dan Nashrani. Jika kalian berjumpa salah seorang di antara mereka di jalan,
maka pepetlah hingga ke pinggirnya.” (HR. Muslim no. 2167)
Memulai Salam pada Orang Kafir
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum memulai ucapan
salam pada orang kafir dan hukum membalas salam mereka. Kebanyakan ulama
terdahulu dan belakangan mengharamkan memulai ucapan salam. Imam Nawawi
berkata, “Larangan yang disebutkan dalam hadits di atas menunjukkan
keharaman, Inilah yang benar bahwa memulai mengucapkan salam pada orang kafir
dinilai haram.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 145).
Adapun memulai mengucapkan “selamat pagi” pada orang kafir,
tidaklah masalah. Namun lebih baik tetap tidak mengucapkannya kecuali jika ada
maslahat atau ingin menghindarkan diri dari mudhorot. (Keterangan dari islamweb)
Membalas Salam Orang Kafir
Mayoritas ulama (baca: jumhur) berpendapat bahwa jika orang
kafir memberi salam, maka jawablah dengan ucapan “wa ‘alaikum”. Dalilnya
adalah hadits muttafaqun ‘alaih dari Anas bin Malik,
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ
“Jika seorang ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) memberi
salam pada kalian, maka balaslah dengan ucapan ‘wa’alaikum’.” (HR. Bukhari
no. 6258 dan Muslim no. 2163)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Anas bin Malik berkata,
مَرَّ يَهُودِىٌّ بِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ
السَّامُ عَلَيْكَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « وَعَلَيْكَ
» . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَتَدْرُونَ مَا يَقُولُ
قَالَ السَّامُ عَلَيْكَ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَقْتُلُهُ قَالَ
« لاَ ، إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ »
“Ada seorang Yahudi melewati Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, lalu ia mengucapkan ‘as saamu ‘alaik’ (celaka engkau).”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas membalas ‘wa ‘alaik’ (engkau
yang celaka). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Apakah
kalian mengetahui bahwa Yahudi tadi mengucapkan ‘assaamu ‘alaik’ (celaka
engkau)?” Para sahabat lantas berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami
membunuhnya saja?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan.
Jika mereka mengucapkan salam pada kalian, maka ucapkanlah ‘wa ‘alaikum’.”
(HR. Bukhari no. 6926)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits di
atas menunjukkan bahwa ada perbedaan menjawab salam orang muslim dan orang
kafir. Ibnu Battol berkata, “Sebagian ulama berpendapat bahwa membalas salam
orang kafir adalah wajib berdasarkan keumuman ayat (yaitu surat An Nisa ayat
86, pen). Telah shahih dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Jika ada yang mengucapkan
salam padamu, maka balaslah ucapannya walau ia seorang Majusi.” Demikian
pendapat Asy Sya’bi dan Qotadah. Namun Imam Malik dan jumhur (mayoritas ulama)
melarang demikian. Atho’ berkata, “Ayat (yaitu surat An Nisa’ ayat 86) hanya
khusus bagi kaum muslimin. Jadi tidak boleh menjawab salam orang kafir secara
mutlak. Hadits di atas cukup menjadi alasan.” (Fathul Bari, 11: 42)
Surat An Nisa ayat 86 yang dimaksud adalah,
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ
رُدُّوهَا
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An Nisa’:
86).
Inilah dalil yang jadi alasan sebagian ulama (seperti Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaiminrahimahullah) bahwa jika orang kafir
memberi salam ‘as salaamu ‘alaikum’, maka hendaklah dibalas dengan yang
semisal, yaitu ‘wa ‘alaikumus salam’.
Keterangan : Orang kafir yang dimaksud di sini adalah
setiap non muslim, baik Yahudi, Nashrani, Majusi, Hindu, Budha dan lainnya.
Ketika Bertemu Orang Kafir di Jalan
Adapun maksud hadits,
فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى
أَضْيَقِهِ
“Jika kalian berjumpa salah seorang di antara mereka di
jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.” Yang dimaksud adalah janganlah
membuka jalan pada orang kafir dalam rangka memuliakan atau menghormati mereka.
Sehingga bukanlah maknanya jika kalian bertemu orang kafir di
jalan yang luas, maka paksalah mereka hingga ke lubang sehingga jalan mereka
menjadi sempit. Pemahaman seperti ini berarti menyakiti non muslim tanpa ada
sebab. Demikian keterangan Al Munawi dalam Faidul Qodir (6:
501) yang menyanggah tafsiran sebagian ulama yang keliru.
Wallahu a’lam bish showwab. Shalawat dan salam kepada
Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Segala puji bagi Allah yang dengan
nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
@ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 15 Dzulhijjah 1432 H
Penulis: Muhammad Abduh
Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar