Keyword

Abu Bakar Ash-Shidiq (2) Abu Daud (1) Abu Hurairah (2) Adab (2) Adam 'Alaihisalam (2) Adu Domba / Namimah (1) Adzab Allah (1) Agama (1) Ahli Bait (1) Ahlul Hadits (9) Ahlussunnah (2) Aib (1) Air Seni (1) Aisyah (1) Akhirat (1) Akhlak (37) Akhlaq (3) Al-Firqatun An-Najiyah (9) Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta (1) Al-Qur'an (11) alam (1) Alam Semesta (4) Ali bin Abi Tholib (1) Aliran Sesat (3) Alkohol (6) Amal (4) Amanah (1) Amirul Mu'minin (1) Anak (1) Anak Cucu dan Mantu Rasulullah (1) Anak Haram (1) Anak Yatim (1) Anak Yatim. Puasa Asyura (1) Aqidah (83) as (1) Asma' Allah (3) At-Tirmidzi (1) Aurat (2) Ayah Dan Ibu (Orang Tua) (2) Ayat Dan Hadits (4) Ayat Kursi (3) Azab Kubur (3) Bantahan (8) Bayi (1) Beda Agama (1) Bejana (1) Belajar Islam (3) Bencong (1) Berenang. Olah Raga (1) Berkah (1) Bersedekap (1) Bid'ah (28) Bid'ah Hasanah (1) Bid'ah Pembagiannya (1) Binatang (2) Biografi (11) Birul Walidain (3) Blogger (1) Bom (2) Buah (1) Buah Manggis (1) Buah Pepaya (1) Buah Pete (1) Buah Semangka (1) Buah Sirsak (5) Bukhary (1) Bulan Muharram (1) Bulan Syawal (1) Bulughul Maram (1) Bunuh (1) Bunuh Diri. (2) Cerai (1) Ceramah (2) Cinta (5) Cinta Nabi (3) Da'i (2) Dajjal (1) Dakwah (8) Dalam Kendaraan Dan Pesawat (1) Daun Salam (1) Debat (1) Dimana Allah (2) Din (1) Do'a (21) Do'a Zakat (2) Duduk Diantara Dua Sujud (1) Duduk Istirahat (1) Dukun (4) Dzikir (9) Dzikir Pagi Dan Petang (4) Etika (1) Faham (3) Fanatik (1) Fatwa (20) Fikih (34) Fikih Ciuman (1) Fiqih (13) Fiqih Shalat (9) Firqah (8) Fitnah (1) Futur (1) Gambar / Lukisan (3) Gereja (1) Ghuluw (7) Golongan (1) Habaib / Habib (2) Haddadiy (1) Hadits (41) Hadits Arba'in (12) Hadits Lemah (7) Hadits Palsu (7) Hajr (1) Halal Haram (3) Halal Haram Makanan Minuman (3) Hamil (10) Hamil Dan Menyusui (9) Hamil Diluar Nikah (1) Harakah (1) Haram (2) Hari Iedul Fitri (2) Hari Raya (7) Harut Dan Marut (3) Hasad (1) Hasmi (1) Hati (11) Hijab (2) Hijab Jilbab Cadar (1) Hipnotis (2) Hisab (2) Hizbiy (1) Hjab Jilbab Cadar (1) Hukum (8) Hutang (3) I'tidal (1) I'tikaf (7) Ibadah (16) Ibnul Jauzi (1) Ibnul Qayyim (1) Idris 'Alaihisalam (1) Ihsan (1) Ikhlas (7) Ilmu (2) Ilmu Agama (2) Ilmu Hadits (11) Ilmu Komputer (1) Ilmu Pengasih / Pelet (1) Ilmu Pengasih / Pelet / Tiwalah (1) Ilmu Pengetahuan (2) Imam (14) Imam Ad-Darimi (1) Imam Ahmad (1) Imam An-Nasa'i (1) Imam Ibnu Majah (1) Imam Malik (1) Imam Muslim (1) Imam Nawawi (12) Imam Syafi'i (20) Iman (4) Imsak (1) Info Dakwah (2) Insan Kamil (1) Islam (2) Isra' Mi'raj (1) Istri (2) Istri-istri Rasulullah (3) ITE (3) Jalalain (1) Jampi / Mantra (1) Jantung (1) Jibril (1) Jihad (5) Jima (1) Jimat / Tamimah (2) Jin (8) Jual Beli (1) Kafir (2) Karomah (1) Kata Aku Dan Kami Dalam Al-Qur'an (2) Kaum Padri (1) Keajaiban (1) Kehidupan (1) Keluarga (2) Keluarga Rasulullah (1) Keraguan / Was-was (1) Kesehatan (20) Khamer (3) Khawarij (2) Khitan (1) Khusyu' (2) Kiamat (10) Kisah Nyata (1) Kisah Teladan (13) Kitab (2) Kubur (6) Laknat (1) Lamar/Pinangan (1) Lemah Lembut (1) Luar Angkasa (1) Maaf (1) Mabuk (2) Mahram (1) Makam / Kuburan (5) Makanan Minuman (1) Maksiat (7) Malaikat (3) Malam Lailatul Qadar (3) Mandi (1) Manhaj Salaf (16) Marah (1) Mashalih Murshalah (1) Masjid (6) Mata 'Ain (1) Maulid Nabi (6) Membungkukkan Badan (2) Mencium Tangan (3) Menyusui (1) Mimpi (1) Minuman (1) Muawiyyah (1) Mubaligh (2) Mudik Lebaran (1) Muhammad Shalallahu'alaihi wa Salam (2) MUI (2) Musik (1) Muslimah (16) Nabi (10) Najd (1) Najis (1) Nasab (1) Nasehat (46) Neraka (4) Niat (7) Niat Puasa Ramadhan (2) Nikah (20) Nikmat Kubur (3) Nyanyian (2) Obat (3) Oral Seks (1) Pacaran (1) Pakaian (1) Paranormal (3) Parfum (1) Pecandu Internet (1) Pegunungan Dieng (1) Pendidikan (2) Pengobatan (2) Penuntut Ilmu (4) Penutup Aurat (1) Penyakit Hati (4) Perbedaan (1) Pernikahan (10) Perpecahan Ahlul Bid'ah (1) Persatuan Ahlussunnah (3) Perselisihan (2) Peta (1) Petasan Mercon Kembang Api (2) Photo (3) Piring (1) Pria (1) Puasa (21) Puasa 3 Hari Tiap Bulan (1) Puasa Arafah (1) Puasa Asyura (2) Puasa Daud (1) Puasa Muharram (1) Puasa Qadha Fidyah (10) Puasa Ramadhan (45) Puasa Senin Kamis (2) Puasa Sunnah (4) Puasa Sya'ban (1) Puasa Syawal (3) Pujian (2) Qadha (9) Qunut (1) Radio (2) Rahasia (1) Ramadhan (48) Ramalan (2) Rambut (1) Rasul (9) Rasulullah (4) Remaja (3) Riba (2) Riya' (3) Rizki (1) Rokok (5) Ruh (2) Ruku' (1) Rukun Iman (2) Rukun Islam (1) Rumah Tangga (2) Ruqyah (2) Sabar (6) Safar (1) Sahabat (12) Sakit (1) Salafiy (14) Salam (2) Sanad (1) Sejarah (1) Seks / Sex (1) Seledri (1) Semir (1) Shahabiyyah (5) Shalat (39) Shalat Dhuha (3) Shalat Ied (4) Shalat Jama'ah (1) Shalat Jum'at (2) Shalat Tarawih (2) Shalawat (3) Shirath Jembatan Diatas Neraka (1) Sifat-sifat Allah (18) Sihir (11) Simbol (1) Suami-Istri (4) Sujud (2) Sum'ah (1) Sunnah (6) Surat (2) Surat Al-'Ashr (1) Surat Al-Fatihah (1) Surat Ibrahim Ayat 27 (1) Surga (6) Sutra (1) Syafa'at (3) Syafi'i (1) Syaikh (1) Syaikh Abdul Aziz Bin Baz (3) Syaikh Abdurrozzaq Bin Abdul Muhsin Al-Abbad (2) Syaikh Ibnu Jibrin (1) Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd (1) Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin (12) Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (2) Syaikh Muqbil Bin Hadi Al-Wadi'i (1) Syaikh Shalih Fauzan Bin Abdillah Al-Fauzan (4) Syaikhul Islam (3) Syaikhul Islam Abu Ismail Ash-Shabuni (3) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (25) Syair (1) Syaithan / Setan (5) Syari'at (1) Syi'ah (5) Syiah (5) Syirik (18) Ta'addud / Poligami (1) Tabdi (1) Tafsir (7) Tahdzir (1) Tahun Baru (3) Tajwid (1) Takbiiratul Ihram (1) Takdir (2) Takfiri (2) Taklid (1) Talak (1) Tangis (1) Tarahum Mohon Rahmat (1) Tarikh (7) Tasyabuh (9) Tasyahud Akhir (1) TASYAHUD AWWAL (1) Taubat (3) Tauhid (73) Tauhid Asma Wa Sifat (2) Tauhid Rububiyyah (1) Tauhid Uluhiyyah (1) Tawasul (3) Tazkiyatun Nufus (25) Teman (1) Terjemahan Al-Qur'an (1) Tertawa (1) Thaifatul Manshurah (8) Timbangan (1) Tipu Muslihat Abu Salafy (1) Touring (1) Tsa'labah Bin Hathib (1) Turun Sujud (1) TV (2) Ucapan (3) Ujub (8) Ulama (8) Umar bin Khattab (2) Umum (1) Undang-undang (3) Usap Muka (1) Valentine's Day (2) Video (5) Wahabi (2) Wali (2) Wanita (12) Waria (1) Wudhu (3) Wudhu Wanita (1) Zakat (10) Zakat Fitri (9) Zinah (3)

Senin, 02 Januari 2012

SHALAT 5 I'TIDAL

Shalat 5 I’tidal



Abu Zuhriy Rikiy Dzulkifliy

I'TIDAL

Kemudian mengangkat tulang rusuk dari ruku' hingga berdiri lurus kembali, dan membaca do'a 'itidal:

سمع الله لمن حمده

Sami-Allohu liman hamidah

“Allah mendengar orang yang memujiNya"

ربنا لك الحمد

Robbana lakal hamdu

"wahai Rabb kami, seluruh pujian hanya untukMu.”

atau

ربناولك الحمد

Robbana wa lakal hamdu

"wahai Rabb kami dan seluruh pujian hanya untukMu.”

atau

اَللَّهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

Allohumma Robbana walakal hamdu

"ya Allah, ya Rabb kami, dan seluruh pujian hanya untukMu"

atau

اَللَّهُمَّ رَبَّنَا الْحَمْدُمِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ اْلاَرْضِ وَمَلْءَ مَاشِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُهُ

(Allahumma) Robbana walakal hamdu mil us-samawaati wa mil ul-ardi wa mil u-maa syi'ta min syay-in ba'du

Rabb kami, hanya untukMulah segala pujian sepenuh langit, sepenuh bumi, dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki.

atau

اَللَّهُمَّ رَبَّنَا الْحَمْدُمِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ اْلاَرْضِ وَمَلْءَ مَاشِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُهُ . أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ أَحَقُّ . لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ زَادَ مَحْمُودٌ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ . وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

(Allahumma) Robbana walakal hamdu mil us-samawaati wa mil ul-ardi wa mil u-maa syi'ta min syay-in ba'du . ahluts tsanaa'i wal majd.

Ya Allah Rabb kami, hanya untuk Engkau lah segala pujian sepenuh langit dan bumi dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki, wahai Allah yang berhak menerima sanjungan dan kehormatan

(HR Muslim)

atau

اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَاءِ وَ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ . وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ . وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

(Allahumma) Robbana walakal hamdu mil us-samawaati wa mil ul-ardi wa mil u-maa syi'ta min syay-in ba'du . ahluts tsanaa'i wal majd. ahaqqu maa qaalal 'abdu wa kullanaa lakal 'abdu wa laa mu'thiya limaa mana'ta wa laa yanfa'u dazl jaddi minkal jaddu

Ya Allah Rabb kami, hanya untuk Engkau lah segala pujian sepenuh langit dan bumi dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki, wahai Allah yang berhak menerima sanjungan dan kehormatan, Ucapan yang paling pantas di ucapkan oleh seorang hamba, dan kami semua adalah hamba-Mu, tak seorang pun yang dapat mencegah apa yang telah Engkau berikan; begitu pula tak seorang pun yang dapat memberikan apa yang Engkau cegah, dan sekali-kali tidak bermanfa'at bagi orang yang mempunyai kebesaran, dari Engkau lah kebesaran itu

(Shahiih Abu Dawud)

BAGAIMANA BACAAN IMAM DAN MAKMUM KETIKA I'TIDAL?

Ketika seseorang shalat sendiri atau menjadi imam; ketika ia hendak berdiri tegak, ia mengucapkan "sami-Allahu liman hamidah", setelah tegak berdiri ia boleh untuk menambahkan: "rabbanaa walakal hamd..."

adapun untuk makmum, maka ketika bangkit dari ruku' ia menjawab ucapan imam: "sami -Allahu liman hamidah", dengan ucapan "rabbanaa walakal hamd", kemudian setelah berdiri tegak ia disuunahkan membaca: "mil us-samawaati..."

(merujuk pada penjelasan syaikh 'utsaimin)

berdasarkan hadits, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا قَالَ الْإِمَامُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

"Jika imam mengucapkan: "SAMI'AALLAHU LIMAN HAMIDAH (Semoga Allah mendengar pujian orang yang memuji-Nya), maka ucapkanlah; "RABBANA WA LAKAL HAMDU (Wahai Tuhan kami, dan hanya bagi-Mu segala pujian).

فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلَائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Sebab barangsiapa ucapannya berbarengan dengan ucapan malaikat, maka dosa yang telah lalu akan diampuni."

Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Hadits ini diamalkan oleh sebagian ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan orang-orang setelah mereka.

Yaitu, anjuran bagi imam untuk mengucapkan; "SAMI'AALLAHU LIMAN HAMIDAH RABBANA WA LAKAL HAMDU (Semoga Allah mendengar pujian orang yang memuji-Nya. Wahai Tuhan kami, dan hanya bagi-Mu segala pujian)."

Lalu orang-orang yang berada di belakang imam (makmum) mengucapkan; "RABBANA WA LAKAL HAMDU (Wahai Tuhan kami, dan hanya bagi-Mu segala pujian)."

(HR. at Tirmidziy)

POSISI TANGAN KETIKA I'TIDAL (sedekap atau irsal?) [updated]

Para ulama berbeda pendapat, apakah tangan diluruskan ataukah disedekapkan. Yang benar, tangan diluruskan.

Dijelaskan Syaikh Muhammad Bazmuul hafizhahullah (secara makna):

"Karena tidak ada dalil yang menyebutkan adanya sedekap. Para ulama yang menyatakan "sedekap" menggunakan hadits-hadits umum tentang posisi tangan ketika berdiri, yaitu sedekap; sedangkan perkara ini adlaah mtlak-muqayyad. Sehingga Mengkondisikan hadits sedekap kepada kondisi i'tidal adalah keliru.Karena berdiri setelah i'tidal adalah muqayyad. Maka tidak boleh kita membawakan hadits mutlak dalam kondisi muqayyad."

(lihat at Tarjih)

Berkata al 'Ainiy:

وَقْتُ وَضْعِ الَْيَدَيْنِ. وَ اْلأَصْلُ فِيْهِ أََنَّ كُلَّ قِيَامٍ فِيْهِ ذِكْرٌ مَسْنُوْنٌ يُعْتَمَدُ فِيْهِ، اَعْنِي اِعْتِمَادَ يَدِهِ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى،

“Waktu meletakkan dua tangan. Pada asalnya (adalah), bahwa setiap berdiri yang terdapat penyebutan tentang disunahkannya (penyedekapan kedua tangan) padanya, (maka) kedua tangan dipegangkan, yang saya maksudkan adalah berpegangnya tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap).

وَ مَا لاَ فَلاَ. فَيُعْتَمَدُ فِي حَالَةِ الْقُنُوْتِ وَ صَلاَةِ الْجَنَازَةِ، وَ لاَ يُعْتَمَدُ فِي الْقُوْمَةِ عَنِ الرُّكُوْعِ وَ بَيْنَ تَكْبِيْرَاتِ الْعِيْدَيْنِ الزَّوَائِدِ وَ هَذَا هُوَ الصًّحِيْحُ.

Sedang apa-apa yang tidak ada, maka tidak ada (penyedekapan) padanya. Maka dipegangkan (tangan kanan pada tangan kiri) pada waktu berdiri (dalam shalat) maupun shalat jenazah, dan tidak dipegangkan (tangan kanan pada tangan kiri) pada saat bangkit dari ruku’ serta antara takbir-takbir tambahan pada shalat dua hari raya. Dan inilah (pendapat) yang benar.”

Berkata Imam an Nawawiy asy Syaafi'iy

وَ سَبَقَ هُنَاكَ بَيَانُ مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فَإِذَا اعْتَدَلََ قَائِِِمًا حَطََّّّ يَدَيْهِِ، وَ السُّنَّةُ أَنْ يَقُوْلَ حَالَ ارْتِفَاعِهِ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ.

“Dan telah lewat keterangan madzhab-madzhab ulama maka apabila (orang yang shalat) telah berdiri tegak, dia menurunkan kedua tangannya, dan sunahnya bahwasanya dia mengucapkan sami’allahu liman hamidah pada waktu bangkit dari ruku’.”

Berkata Ar-Rafi’iy:

وَ يُسْتَحَبُّ عِنْدَ اْلاِعْتِدَالِ رَفْعُ الْيَدَيْنِ إِلَى حَذْوِ الْمَنْكِبَيْنِ. فَإِذَا اعْتَدَلَ قَائِمًا حَطَّهُمَا.

“Dan disukai mengangkat kedua tangan ketika i’tidal, hingga sejajar dengan dua pundak. Maka apabila (orang yang shalat) telah berdiri tegak, dia menurunkan kedua (tangannya)."

Berkata Syaikh al Albaaniy:

إِنَّ الْمُرَادَ مِنْ هَذَا الْحَدِيْثِ بَيِّنٌ وَاضِحٌ، وَ هُوَ اْلاِطْمِئْنَانُ فِي هَذَا الْقِيَامِ. وَأَمَّا اسْتِدْلاَلُ بَعْضِ إِخْوَانِنَا مِنْ أَهْلِ الْحِجَازِ وَ غَيْرِهَا بِهَذَا الْحَدِيْثِ عَلَى مَشْرُوْعِيَّةِ وَضْعِ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى فِي هَذَا الْقِيَامِ، فَبَعِيْدٌ جِدًّا عَنْ مَجْمُوْعِ رِوَايَاتِ الْحَدِيْثِ، وَ هُوَ الْمَعْرُوْفُ عِنْدَ الْفُقَهَاءِ بِ(حَدِيْثِ الْمُسِيْئِ صَلاَتَهِ) بَلْ هُوَ اسْتِدْلاَلٌ بَاطِلٌ.

“Maksud dari hadits ini jelas dan terang, yaitu thuma’ninah pada berdiri ini (bangkit dari ruku’). Adapun sebagian saudara-saudara kami dari Ulama Hijaz yang menjadikan hadits ini (yaitu hadits bersedekap ketika berdiri) sebagai dalil disyari’atkannya meletakkan tangan kanan pada tangan kiri ketika berdiri i’tidal ini, maka sangat jauh dari pemahaman riwayat hadits yang dikenal di kalangan fuqaha’ dengan (hadits Al-Musi’ Shalatah), bahkan (hal itu merupakan) pengambilan dalil yang tidak benar.”

Adapun dalil-dalil yang digunakan ulama yang merajihkan irsal adalah:

1. Rasulullah bersabda:

فَإِذَا رَفَعْتَ رَأْسَكَ فَأَقِمْ صُلْبَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ إِلَى مَفَاصِلِهَا.

“Maka apabila engkau telah mengangkat kepalamu (dari ruku’), maka tegakkan punggungmu sehingga tulang-tulang kembali pada persendiannya.”

Hadits di atas menjelaskan bahwa setelah bangkit dari ruku’, punggung ditegakkan sehingga tulang-tulang menjadi tegak dan kembali pada persendiannya.

Huruf أل pada kata اَلْعِظَامُ tersebut adalah li ta’rifil jinsi yang menunjukkan pada makna istighraq (keseluruhan), artinya sehingga pada waktu i’tidal posisi badan tegak berdiri sampai tulang-tulang kembali pada persendiannya.

Tulang-tulang yang dimaksud di sini mencakup semua tulang badan termasuk padanya tulang tangan.

Jika huruf أل tersebut lil ‘ahd yang menunjuk pada kata صُلْبَكَ maka ketika i’tidal hanya tulang punggung yang kembali tegak pada persendiannya. Lalu di manakah kedua tangan diletakkan? Sementara pada posisi ruku’, punggung harus dalam keadaan lurus mendatar dan kedua tangan bertekanan pada kedua lutut. Jika demikian maka pada waktu bangkit dari ruku’ pun bukan hanya punggung yang ditegakkan kembali namun kedua tangan pun demikian. Maka huruf al pada kata al-'idham tersebut tidak bisa menunjukkan lil 'ahd, karena setelah bangkit dari ruku' semua tulang kembali pada persendiannya.

Jadi, huruf al pada lafal al-'idham tersebut lebih tepat menunjuk pada makna istighraq, sebab kata al-'idham tersebut menunjukkan kepada semua jenis tulang badan yang mencakup padanya tulang tangan.

Dengan demikian diperoleh pengertian bahwa hadits Rifa'ah bin Rafi' Az-Zuraqi tersebut menunjukkan bahwa posisi tangan pada waktu i'tidal adalah lurus ke bawah. Wallahu 'alam bish shawab.

2. Rasulullah bersabda:

فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اِسْتَوَى حَتَّى يَعُوْدَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ.

“Maka apabila beliau mengangkat kepala dari ruku’, beliau berdiri tegak sehingga semua tulang punggung kembali pada tempatnya.”

Hadits di atas menerangkan bahwa sesudah mengangkat kepala dari ruku’, posisi tubuh berdiri tegak sehingga semua tulang punggung kembali pada posisinya. Jadi, dari lafal hadits di atas diperoleh pemahaman bahwa setelah mengangkat kepala dari ruku', tulang punggung kembali dalam keadaan tegak lurus.

Hadits Abu Humaid tersebut di atas dikeluarkan juga oleh At-Turmudzi dengan lafal berikut :

ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَاعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِيْ مَوْضِعِهِ مُعْتَدِلاً.

“Kemudian beliau mengucapkan sami’allahu liman hamidah, sambil mengangkat kedua tangan dan berdiri tegak, sehingga semua tulang kembali pada tempatnya dalam keadaan lurus.”

Matan hadits riwayat At-Turmudzi tersebut menggunakan lafal كُلُّ عَظْمٍ (kullu 'adzmin)yang berarti semua tulang badan, yang termasuk padanya kullu faqar (semua tulang punggung). Adapun matan hadits riwayat Al-Bukhari hanya menggunakan lafal kullu faqar yang berarti semua tulang punggung.

Matan hadits riwayat Al-Bukhari menerangkan bahwa setelah bangkit dari ruku', Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri tegak sehingga semua tulang punggung kembali pada posisinya.

Adapun maksud matan hadits riwayat At-Turmudzi adalah ketika berdiri i'tidal, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan sami'allhu liman hamidah, lalu berdiri tegak sehingga semua tulang kembali pada posisinya dengan lurus.

Pada hadits Abu Humaid riwayat At-Turmudzi tersebut, tidak disebutkan secara eksplisit posisi kedua tangan ketika berdiri i’tidal. Matan hadits di atas menjelaskan apabila bangkit dari ruku’, posisi tubuh dalam keadaan tegak, sehingga semua tulang kembali pada tempatnya dengan lurus pula. Dengan demikian, hadits tersebut menunjukkan adanya pemahaman yang dapat diperoleh dalam kaitannya dengan posisi kedua tangan pada waktu berdiri i'tidal. Pemahaman tersebut diambil dari bunyi hadits :

وَاعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِيْ مَوْضِعِهِ مُعْتَدِلاً.

Kata مُعْتَدِلاً merupakan hal (kata yang menerangkan keadaan) bagi lafal كُلُّ عَظْمٍ. Lafal kullu ‘adhmin ini adalah bentuk umum yang menunjuk pada seluruh tulang badan, artinya tulang tangan pun termasuk dalam kata-kata ini. Jika pada waktu berdiri i’tidal, tulang tangan dikembalikan pada posisinya dalam keadaan lurus, maka tentunya posisi kedua tangan pun lurus ke bawah, dan tidak bisa dipahami bahwa kedua tangan disedekapkan.

Dengan demikian posisi tangan ketika i’tidal adalah lurus ke bawah bukan disedekapkan, karena tulang tangan termasuk dalam kata kullu ‘adhmin yang merupakan bentuk umum yang menunjuk pada keseluruhan tulang badan.

Berdasarkan keterangan di atas disimpulkan bahwa hadits ini memberikan pengertian bahwa posisi tangan pada waktu i’tidal adalah lurus ke bawah. Wallahu a’lam bish shawab.

3. Hadits 'Uqbah bin 'amr:

ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَامَ حَتَّى يَسْتَوِيَ كُلُّ شَيْئٍ مِنْهُ.

“Kemudian ia mengangkat kepala, lalu berdiri sehingga seluruh anggota badannya menjadi lurus.”

Maksud dari lafal كُلُّ شَيْئٍ dalam hadits ini adalah كُلُّ عُضْوٍ sebagaimana yang disebutkan dalam Badzlul Majhud berikut ini :

((كُلُّ شَيْئٍ)) أي كُلُّ عُضْوٍ.

“Lafal ((كُلُّ شَيْئٍ)) maksudnya adalah semua anggota badan.”

Adapun yang dimaksud dengan semua anggota badan yaitu termasuk bagian-bagian tubuh seperti tangan dan kaki.

Jadi, hadits ‘Uqbah bin ‘Amr ini menerangkan bahwa setelah mengangkat kepala dari ruku’, kemudian dia berdiri sehingga semua anggota badan menjadi lurus.

Apabila pada waktu berdiri i’tidal posisi tubuh kembali dalam keadaan berdiri tegak sehingga semua anggota badan menjadi lurus, maka kedua tangan pun kembali lurus, sebab kedua tangan merupakan bagian anggota badan. Oleh karena itu lafal hadits tersebut memberikan pengertian posisi tangan lurus ke bawah ketika berdiri i’tidal.

Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa hadits ini menguatkan hadits Abu Humaid, karena memberikan pengertian dengan jelas tentang posisi tangan lurus ke bawah pada waktu i’tidal. Wallahu a’lam bis shawab.

4. Hadits Wa'il bin Hujr

Hadits inilah yang paling gamblang dan jelas, bahwa tidak adanya sedekap dalam i'tidal.

عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ وَ مَوْلًى لَهُمْ أَنَّهُمَا حَدَّثَاهُ عَنْ أَبِيْهِ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ

“Dari ‘Alqamah bin Wail dan maula mereka bahwa keduanya menceritakan dari bapaknya, Wail bin Hujr

رَفَعَ يَدَيْهِ حِيْنَ دَخَلَ فِي الصَّلاَةِ كَبَّرَ أَنَّهُ رَأَى النَّبِيّ

bahwasanya dia (Wail bin Hujr) melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangan beliau tatkala melakukan shalat (lalu) bertakbir

-وَصَفَ هَمَّامُ-حِيَالَ أُذُنَيْهِ ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ

-Hammam mensifatkan- sejajar dengan kedua telinga beliau.

ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى

Kemudian beliau berselimut dengan kain, lalu meletakkan tangan kanan beliau pada tangan kiri.

فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنَ الثَّوْبِ ثُمَّ رَفَعَهُمَا ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ

Maka tatkala beliau hendak ruku’, beliau mengeluarkan kedua tangan beliau dari (dalam) baju kemudian mengangkat keduanya sambil bertakbir, lalu ruku’.

فَلَمَّا قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ،

Maka ketika beliau mengucapkan sami’allahu liman hamidah, beliau mengangkat kedua tangan pula.

فَلَمَّا سَجَدَ، سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ.

Dan tatkala sujud, beliau sujud di antara kedua telapak tangan.”

(HR Muslim)

Dari lafal-lafal hadits yang telah disebutkan di atas diketahui bahwa meletakkan tangan kanan pada tangan kiri dilakukan tatkala berdiri sebelum ruku’ yaitu setelah takbiratul ihram sampai berdiri membaca surat.

Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Al-‘Aini bahwa tidak ada penyedekapan tangan ketika berdiri dalam shalat kecuali ada sunah yang telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melakukannya.

Adapun bersedekap pada waktu berdiri i’tidal, tidak dijelaskan pada hadits-hadits di atas, sehingga dalam pelaksanaannya memerlukan dalil yang baru.

Bertolak dari keterangan ini diketahui bahwa hadits Wail bin Hujr menjelaskan (secara detail) tentang bersedekap pada waktu berdiri sebelum ruku’ yakni setelah takbiratul ihram... (sementara tidak dijelaskan sedekapnya beliau ketika i'tidal, padahal penjelasan dalam kondisi tersebut dibutuhkan sebagimana beliau menjelaskan sedekapnya beliau ketika berdiri setelah takbiratul ihram). Wallahu a’lam bish shawab.

Berdasarkan uraian tentang analisa hadits-hadits diatas, ditarik kesimpulan akhir bahwa hadits Rifa’ah bin Rafi’ Az-Zuraqi, hadits Abu Humaid As-Sa’idi, dan hadits ‘Uqbah bin ‘Amr (Abu Mas’ud) memberikan pengertian tentang posisi tangan ketika i’tidal adalah lurus ke bawah. Wallahu a’lam bish shawab.

Bahkan pemahaman bahwa hadits sedekap adalah hadits mutlak, bukan dipahami sebagai hadits umum. Dan ini dijelaskan oleh Imam Muslim dalam kitab shahiihnya.

Imam Muslim, mukharrij hadits Wail bin Hujr tersebut, memasukkannya pada bab:

((وَضْعُ يَدِهِ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى بَعْدَ تَكْبِيْرَةِ اْلإِحْرَامِ تَحْتَ صَدْرِهِ فَوْقَ سُرَّتِهِ وَوَضْعُهُمَا فِي السُّجُوْدِ عَلَى اْلأَرْضِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ)).

“Meletakkan tangan kanan pada tangan kiri di bawah dada di atas pusar setelah takbiratul ihram, dan peletakan keduanya di atas tanah pada waktu sujud sejajar dengan kedua pundak.”

Seandainya pemahaman imam muslim terhadap hadits ini adalah hadits umum, tentulah beliau akan berkata: "setelah takbiratul ihram, DAN SETELAH RUKU'..." hanya saja beliau tidak mengatakannya. Mengapa? karena pemahaman beliau terhadap hadits ini bukan hadits yang umum, tapi hadits yang mutlak. Yang hanya digunakan setelah takbiratul Ihram.

Hadits semisal ini dikeluarkan juga oleh : Abu Dawud, An-Nasai, Ad-Darimi, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah, yang menerangkan bahwa bersedekap itu dilakukan setelah takbiratul ihram sampai berdiri membaca surat.

Demikian pula imam bukhariy, yang kebiasaan beliau adalah mengulang menukilkan hadits yang sama pada bab yang berbeda. Pertanyaannya, apakah ketika menjelaskan i'tidal beliau membawakan hadits tentang sedekap? Tidak. Darisinilah kita mengetahui bahwa Imam bukhariy memahami hadits sedekap ini hanya pada sebelum ruku' bukan pada setelahnya; sehingga tahulah kita bahwa pemahaman para ulmaa ahlul hadits, menetapkan hadits ini sebagai hadits yang mutlak

Dari uraian di atas, diperoleh penjelasan bahwa bersedekap dengan cara meletakan tangan kanan pada tangan kiri dilakukan setelah takbiratul ihram, sebab kalimat yang menunjukkan peletakan dua tangan disebutkan setelah lafal kabbara. Oleh karena itu hadits ini menjadi penjelas bahwa bersedekap dilakukan pada waktu berdiri setelah takbiratul ihram sampai takbir untuk ruku’. Wallahu a’lam bish shawab.

(sumber: http://emuhtady.blogspot.com/2011/03/posisi-tangan-pada-waktu-itidal-dalam.html, dengan sedikit penambahan tanpa merubah makna)

Adapun perselisihan tentang masalah ini, hendaknya disikapi dengan sikap dewasa dan ilmiyyah. Setiap dari kita MENGHENDAKI KEBENARAN, hanya saja kita berbeda pandangan dalam menyikapi persoalan ini, sehingga kita memiliki kesimpulan yang berbeda. Berkata Syaikh ibnul 'Utsaimiin rahimahullah (yang berpendapat sedekap):

"Tetapi kita wajib untuk tidak menjadikan perselisihan di antara ulama' ini sebagai penyebab perpecahan, karena kita seluruhnya menghendaki al-haq, dan kita seluruhnya telah melakukan segala usaha yang ijtihad-nya membawa ke sana. Maka selama perselisihan itu (seperti ini), sesungguhnya kita tidak boleh menjadikannya sebagai sebab permusuhan dan perpecahan diantara ahlul ilmi, karena sesungguhnya para ulama' itu selalu berselisih, walaupun di zaman Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam..

Kalau begitu, maka yang menjadi kewajiban bagi thalibul ilmi hendaklah mereka bersatu, dan janganlah mereka menjadikan perselisihan semacam ini sebagai sebab untuk saling menjauhi dan saling membenci. Bahkan jika engkau berbeda pendapat dengan temanmu berdasarkan kandungan dalil yang engkau miliki, sedangkan temanmu menyelisihimu berdasarkan kandungan dalil yang ada padanya, maka kalian wajib untuk menjadikan diri kalian diatas satu jalan dan hendaklah kecintaan bertambah di antara kalian berdua."

(Kitabul ilmi, oleh Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hal: 28-30, penerbit: Daar ats-Tsurayya, cet: I, th:1417 H. 1996 M)

THU'MANINAH DALAM I'TIDAL

Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:

ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا

“Kemudian, angkatlah kepalamu sehingga engkau berdiri lurus, dan setiap tulang dapat mengambil tempatnya"

Dalam riwayat lain:

وَإِذَا رَفَعْتَ فَأَقِمْ صُلْبَكَ وَارْفَعْ رَأْسَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ إِلَى مَفَاصِلِهَا

Dan apabila engkau bangkit dari rukuk, maka luruskanlah tulang punggungmu (fa-aqim shulbaka) dan angkatlah kepalamu hingga tulang-tulang kembali kepada sendi-sendinya”

[HR. Bukhari, Muslim, Ad-Daarimi, Al-Hakim, Asy-Syafi’i, dan Ahmad. Lihat dalam kitab Shifat Shalat Nabi hal. 138 oleh Syaikh Al-Albani].

Dari Tsabit ia berkata : “Anas pernah memberikan contoh shalat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian Anas melakukan shalat. Setelah bangun dari rukuk, Anas berdiri lama hingga kami menyangka ia lupa untuk sujud”

[HR. Bukhari no. 767 dan Muslim no. 472]

Bersambung Insya Allah ke --->
KEMUDIAN BERTAKBIR, LALU TURUN UNTUK SUJUD

Disebutkan dalam hadits Abu Hurayrah; bahwa Rasulullah bertakbir dalam beberapa tempat shalat (termasuk ketika hendak turun sujud)

(HR. Abu Dawud, Nasaa-iy, dll. dishahiihkan syaikh al-albaaniy)
 —

Tidak ada komentar:

Posting Komentar