Syi’ah Itu Sesat Juragan (Sebuah Masukan Untuk Bapak Profesor Umar Syihab Dan Bapak Profesor Din Syamsuddin)

SYI'AH ITU SESAT JURAGAN ( SEBUAH MASUKAN UNTUK BAPAK PROFESOR UMAR SYIHAB DAN BAPAK PROFESOR DIN SYAMSUDDIN )
Diposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 00:01
Adalah hal
yang membuat kita mengelus dada ketika oknum ketua Majelis Ulama Indonesia yang
masih mengaku ‘sunniy’ mengatakan Syi’ah itu tidak sesat. Ia adalah Prof. Umar
Syihaab[1] – semoga
Allah memberikan petunjuk kepadanya, dan orang-orang tidak silau dengan gelar
yang disandangnya – yang mengatakan : “MUI berprinsip[2] bahwa mazhab
Syiah tidak sesat. Karena itu, MUI mengimbau umat Islam tidak terpecah
belah dan menjaga ukhuwah islamiah serta tidak melakukan tindak kekerasan
terhadap golongan berbeda”.[3]Di lain
kesempatan ia berkata : “Misalnya ada MUI Daerah yang mengeluarkan fatwa
Syiah itu sesat -namun Alhamdulillah syukurnya belum ada MUI Daerah yang
mengeluarkan fatwa seperti itu- maka fatwa tersebut tidak sah secara
konstitusi, sebab MUI Pusat menyatakan Syiah itu sah sebagai mazhab Islam dan
tidak sesat. Jika ada petinggi MUI yang mengatakan seperti itu, itu adalah
pendapat pribadi dan bukan keputusan MUI sebagai sebuah organisasi".[4]
Tidak ketinggalan Prof. Diin Syansuddiin –
ketua umum PP. Muhammadiyyah - yang memberikan angin segar atas ucapan Prof.
Umar Syihab, dimana ia menegaskan bahwa antara Sunni dan Syiah ada
perbedaan tapi hanya pada wilayah cabang (furu’iyyat), tidak pada
wilayah dasar agama (akidah), karena keduanya berpegang pada akidah
Islamiyah yang sama, walau ada perbedaan derajad penghormatan terhadap Ali bin
Abi Thalib.[5]
Saya (Abul-Jauzaa’) katakan : Sesat perkataan
yang menyatakan Syi’ah tidak sesat. Sesat pula perkataan yang menyatakan
perbedaan Ahlus-Sunnah dengan Syi’ah tidak ada kaitannya dengan ‘aqidah.
Berikut akan saya berikan bukti-bukti otentik akan kesesatan Syi’ah yang
berbeda dengan perkataan dua tokoh di atas. Bukti-bukti berikut saya ambilkan
dari kitab-kitab Syi’ah, website-website Syi’ah, dan perkataan para ulama
Syi’ah.
1. Orang
Syi’ah Raafidlah mengatakan Al-Qur’an yang ada di
tangan kaum muslimin (baca : Ahlus-Sunnah) berbeda
dengan Al-Qur’an versi Ahlul-Bait.
Berkata Muhammad bin Murtadlaa Al-Kaasyi dalam
– seseorang yang dianggap ‘alimdan ahli hadits dari kalangan Syi’ah
- :
لم يبق
لنا اعتماد على شيء من القران. اذ على هذا يحتمل كل اية منه أن يكون محرفاً
ومغيراً ويكون على خلاف ما أنزل الله فلم يقب لنا في القران حجة أصلا فتنتفى
فائدته وفائدة الأمر باتباعه والوصية بالتمسك به
“Tidaklah tersisa bagi kami untuk berpegang
suatu ayat dari Al-Qur’an. Hal ini disebabkan setiap ayat telah terjadi
pengubahan sehingga berlawanan dengan yang diturunkan Allah. Dan tidaklah tersisa
dari Al-Qur’an satu ayatpun sebagai hujjah. Maka tidak ada lagi faedahnya, dan
faedah untuk menyuruh dan berwasiat untuk mengikuti dan berpegang dengannya ….”
[Tafsir Ash-Shaafiy 1/33]
Berkata Muhammad bin Ya’qub Al-Kulainiy –
seorang yang dianggap ahli hadits dari kalangan Syi’ah – (w. 328/329 H) :
عن أبي
بصير عن أبي عبد الله عليه السلام قال : وَ إِنَّ عِنْدَنَا لَمُصْحَفَ
فَاطِمَةَ ( عليها السلام ) وَ مَا يُدْرِيهِمْ مَا مُصْحَفُ فَاطِمَةَ ( عليها
السلام ) قَالَ قُلْتُ وَ مَا مُصْحَفُ فَاطِمَةَ ( عليها السلام ) قَالَ مُصْحَفٌ
فِيهِ مِثْلُ قُرْآنِكُمْ هَذَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ وَ اللَّهِ مَا فِيهِ مِنْ
قُرْآنِكُمْ حَرْفٌ وَاحِدٌ قَالَ قُلْتُ هَذَا وَ اللَّهِ الْعِلْمُ
Dari Abu Bashiir, dari Abu
‘Abdillah ‘alaihis-salaam ia berkata : “Sesungguhnya pada kami
terdapat Mushhaf Faathimah ‘alaihas-salaam. Dan tidaklah mereka
mengetahui apa itu Mushhaf Faathimah”. Aku berkata : “Apakah itu Mushhaf
Faathimah ?”. Abu ‘Abdillah menjawab : “Mushhaf Faathimah itu, di dalamnya tiga
kali lebih besar daripada Al-Qur’an kalian. Demi Allah, tidaklah ada
di dalamnya satu huruf pun dari Al-Qur’an kalian”. Aku berkata : “Demi Allah,
ini adalah ilmu” [Al-Kaafiy, 1/239].
عَنْ
هِشَامِ بْنِ سَالِمٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ إِنَّ
الْقُرْآنَ الَّذِي جَاءَ بِهِ جَبْرَئِيلُ ( عليه السلام ) إِلَى مُحَمَّدٍ ( صلى
الله عليه وآله ) سَبْعَةَ عَشَرَ أَلْفَ آيَةٍ
Dari Hisyam bin Saalim, dari
Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam ia berkata : “Sesungguhnya
Al-Qur’an yang diturunkan melalui perantaraan Jibril ‘alaihis-salaam kepada
Muhammadshallallaahu ‘alaihi wa aalihi terdiri dari 17.000 (tujuh
belas ribu) ayat” [Al-Kaafiy, 2/634].
Berkata Muhammad Baaqir
Taqiy bin Maqshuud Al-Majlisiy (w. 1111 H) – seorang yang dianggap imam dan
ahli hadits di masanya – ketika mengomentari hadits di atas :
موثق،
وفي بعض النسخ عن هشام بن سالم موضع هارون ابن سالم، فالخبر صحيح ولا يخفى أن هذا
الخبر وكثير من الأخبار في هذا الباب متواترة معنى، وطرح جميعها يوجب رفع الاعتماد
عن الأخبار رأسا، بل ظني أن الأخبار في هذا الباب لا يقصر عن أخبار الامامة فكيف
يثبتونها بالخبر ؟
”Shahih. Dalam sebagian naskah tertulis
: ”dari Hisyaam bin Saalim” pada tempat rawi yang bernama Haaruun bin Saalim.
Maka khabar/riwayat ini shahih dan tidak tersembunyi lagi bahwasannya riwayat
ini dan banyak lagi yang lainnya dalam bab ini telah mencapai derajat mutawatir
secara makna. Menolak keseluruhan riwayat ini (yang berbicara tentang perubahan
Al-Qur’an) berkonsekuensi menolak semua riwayat (yang berasal dari Ahlul-Bait).
Aku kira, riwayat-riwayat dalam bab ini tidaklah lebih sedikit dibandingkan
riwayat-riwayat tentang imamah. Nah, bagaimana masalah imamah itu bisa
ditetapkan melalui riwayat ? [Mir-aatul-‘Uquul fii Syarhi Akhbaari
Aalir-Rasuul 12/525].
Kemudian,…. inilah hal yang membuktikan
validitas keyakinan Syi’ah dalam hal ini :
Di atas adalah perkataan Dr. Al-Qazwiniy,
salah seorang ulama kontemporer Syi’ah yang cukup terkenal. Menurutnya,
firman Allah ta’ala :
إِنَّ
اللَّهَ اصْطَفَى آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى
الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh,
keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka
masing-masing)” [QS. Aali 'Imraan : 33].
Menurutnya, yang benar adalah :
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ
عِمْرَانَ وَآلَ مُحَمَّدٍ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya
Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, keluarga Imran, dan
keluarga Muhammad melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)”.
Tambahan
kalimat yang berwarna merah ini dihilangkan oleh para shahabat radliyallaahu
‘anhum – (dan ini adalah kedustaan yang sangat nyata !!).[6]
Apakah hal seperti ini menurut Umar Syihab
tidak sesat ?. Apakah hal seperti ini menurut Din Syamsuddin tidak ada sangkut pautnya dengan
‘aqidah ?. Dimanakah posisi firman Allah ta’ala :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya” [QS.
Al-Hijr : 9] ?.
2. Orang Syi’ah Raafidlah telah mengkafirkan para shahabat, terutama
sekali Abu Bakr Ash-Shiddiiq dan ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu
‘anhumaa.
Orang Syi’ah telah mendoakan laknat atas Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu
‘anhumaa– yang naasnya, doa itu dinisbatkan secara dusta kepada ‘Aliy bin
Abi Thaalibradliyallaahu ‘anhu[7] – sebagai
berikut :
اللهم صل على محمد، وآل محمد، اللهم العن صنمي قريش، وجبتيهما،
وطاغوتيهما، وإفكيهما، وابنتيهما، اللذين خالفا أمرك، وأنكروا وحيك، وجحدوا
إنعامك، وعصيا رسولك، وقلبا دينك، وحرّفا كتابك.....
“Ya Allah,
limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah, laknat
bagi dua berhala Quraisy (Abu Bakr dan ‘Umar –
Abul-Jauzaa’), Jibt dan Thaghut, kawan-kawan, serta putra-putri mereka
berdua. Mereka berdua telah membangkang perintah-Mu, mengingkari wahyu-Mu,
menolak kenikmatan-Mu, mendurhakai Rasul-Mu, menjungkir-balikkan agama-Mu,
merubah kitab-Mu…..dst.” [selesai].
Saksikan video
berikut, bagaimana ulama Syi’ah (Yasir Habiib) melaknat Abu Bakr, ‘Umar, dan
para shahabat lain radliyallaahu ‘anhum dalam shalatnya :
Dan mari
kita lihat sumber ajaran Syi’ah dalam kitab mereka yang mengkafirkan para
shahabat :
عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ( عليه السلام ) قَالَ كَانَ النَّاسُ أَهْلَ
رِدَّةٍ بَعْدَ النَّبِيِّ ( صلى الله عليه وآله ) إِلَّا ثَلَاثَةً فَقُلْتُ وَ
مَنِ الثَّلَاثَةُ فَقَالَ الْمِقْدَادُ بْنُ الْأَسْوَدِ وَ أَبُو ذَرٍّ
الْغِفَارِيُّ وَ سَلْمَانُ الْفَارِسِيُّ رَحْمَةُ اللَّهِ وَ بَرَكَاتُهُ
عَلَيْهِمْ
Dari Abu Ja’far ‘alaihis-salaam, ia berkata :
“Orang-orang (yaitu para shahabat - Abul-Jauzaa’) menjadi murtad sepeninggal
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa aalihi kecuali tiga orang”. Aku
(perawi) berkata : “Siapakah tiga orang tersebut ?”. Abu Ja’far menjawab :
“Al-Miqdaad, Abu Dzarr Al-Ghiffaariy, dan Salmaan Al-Faarisiy rahimahullah
wa barakaatuhu ‘alaihim...” [Al-Kaafiy, 8/245; Al-Majlisiy berkata :
“hasan ataumuwatstsaq”].
عَنْ أَبِي عبد الله عليه السلام قال: .......والله هلكوا إلا ثلاثة
نفر: سلمان الفارسي، وأبو ذر، والمقداد ولحقهم عمار، وأبو ساسان الانصاري، وحذيفة،
وأبو عمرة فصاروا سبعة
Dari Abu ‘Abdillah ‘alaihis-salaam, ia berkata :
“…….Demi Allah, mereka (para shahabat) telah binasa kecuali tiga orang :
Salmaan Al-Faarisiy, Abu Dzarr, dan Al-Miqdaad. Dan kemudian menyusul
mereka ‘Ammaar, Abu Saasaan, Hudzaifah, dan Abu ‘Amarah sehingga jumlah mereka
menjadi tujuh orang” [Al-Ikhtishaash oleh Al-Mufiid,
hal. 5; lihat : http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-hadis/ekhtesas/a1.html].
عَنْ أَبِي بَصِيرٍ عَنْ أَحَدِهِمَا عليهما السلامقَالَ إِنَّ
أَهْلَ مَكَّةَ لَيَكْفُرُونَ بِاللَّهِ جَهْرَةً وَ إِنَّ أَهْلَ الْمَدِينَةِ
أَخْبَثُ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ أَخْبَثُ مِنْهُمْ سَبْعِينَ ضِعْفاً .
Dari Abu
Bashiir, dari salah seorang dari dua imam ‘alaihimas-salaam, ia berkata :
“Sesungguhnya penduduk Makkah kafir kepada Allah secara
terang-terangan. Dan penduduk Madinah lebih busuk/jelek daripada
penduduk Makkah 70 kali” [Al-Kaafiy,
2/410; Al-Majlisiy berkata : Muwatstsaq].
Riwayat yang semacam ini banyak tersebar di kitab-kitab
Syi’ah.
Apakah hal seperti ini menurut Umar
Syihab tidak sesat ?. Apakah hal seperti ini menurut Din Syamsuddin tidak ada sangkut pautnya
dengan ‘aqidah ?. Dimanakah posisi firman Allah ta’ala :
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا
أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan
mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Itulah kemenangan yang besar” [QS. At-Taubah : 100].
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى
الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا
مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ
أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ
الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan diaadalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah
dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar” [QS. Al-Fath :
29] ?.
3. Orang Syi’ah Raafidlah tidak
menggunakan riwayat Ahlus-Sunnah.
Atau dengan kata lain, Syi’ah tidak menggunakan
hadits-hadits Ahlus-Sunnah – yang merupakan referensi kedua setelah Al-Qur’an –
dalam membangun agama mereka. Ini merupakan konsekuensi yang timbul dari point
kedua karena mereka mengkafirkan para shahabat yang menjadi periwayat as-sunnah/al-hadits.
Ini adalah satu kenyataan yang tidak akan ditolak kecuali mereka yang bodoh
terhadap agama Syi’ah dengan kebodohan yang teramat sangat, atau mereka yang
sedang menjalankan strategi taqiyyah. Adakah mereka (Syi’ah) akan
mengambil riwayat dari orang yang telah murtad dari agamanya ?.
Syi’ah mempunyai sumber-sumber hadits tersendiri seperti Al-Kaafiy, Man
Laa yahdluruhl-Faqiih, Tahdziibul-Ahkaam, Al-Istibshaar, dan
yang lainnya.
Jika mereka mengambil referensi Ahlus-Sunnah, maka itu
hanyalah mereka lakukan ketika berbicara kepada Ahlus-Sunnah, dan mereka ambil
yang kira-kira dapat mendukung ‘aqidah mereka dan/atau menghembuskan
syubhat-syubhat kepada Ahlus-Sunnah.
Apakah hal seperti ini menurut Umar
Syihab tidak sesat ?. Apakah hal seperti ini menurut Din Syamsuddin tidak ada sangkut pautnya
dengan ‘aqidah ?. Dimanakah posisi sabda Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam :
أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبد حبشي فإنه من يعش منكم يرى
اختلافا كثيرا وإياكم ومحدثات الأمور فإنها ضلالة فمن أدرك ذلك منكم فعليكم بسنتي
وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ
“Aku
nasihatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat
walaupun (yang memerintah kalian) seorang budak Habsyiy. Orang yang hidup di
antara kalian (sepeninggalku nanti) akan menjumpai banyak perselisihan.
Waspadailah hal-hal yang baru, karena semua itu adalah kesesatan. Barangsiapa
yang menjumpainya, maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh kepada Sunnahku dan sunnah Al-Khulafaa’
Ar-Raasyidiin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah ia erat-erat dengan gigi
geraham” [Diriwayatkan
oleh Ahmad 4/126-127, Abu Daawud no. 4607, dan yang lainnya; shahih[8]] ?.
4. Orang Syi’ah telah berbuat ghulluw kepada
imam-imam mereka, dan bahkan sampai pada taraf ‘menuhankan’ mereka.
Al-Kulainiy membuat bab dalam kitab Al-Kaafiy :
بَابُ أَنَّ الْأَئِمَّةَ ( عليهم السلام ) إِذَا شَاءُوا
أَنْ يَعْلَمُوا عُلِّمُوا
“Bab : Bahwasannya para imam (‘alaihis-salaam) apabila
ingin mengetahui, maka mereka akan mengetahui”.
Di sini ada 3 hadits/riwayat. Saya sebutkan satu di
antaranya :
أَبُو عَلِيٍّ الْأَشْعَرِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ
عَنْ صَفْوَانَ عَنِ ابْنِ مُسْكَانَ عَنْ بَدْرِ بْنِ الْوَلِيدِ عَنْ أَبِي
الرَّبِيعِ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ إِنَّ الْإِمَامَ
إِذَا شَاءَ أَنْ يَعْلَمَ أُعْلِمَ .
Abu ‘Aliy Al-Asy’ariy, dari Muhammad bin ‘Abdil-Jabbaar,
dari Shafwaan, dari Ibnu Muskaan, dari Badr bin Al-Waliid, dari Abur-Rabii’,
dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), ia berkata : “Sesungguhnya
seorang imam jika ia ingin mengetahui, maka ia akan mengetahui” [Al-Kaafiy,
1/258].
Inilah riwayat dusta yang disandarkan kepada ahlul-bait –
dan ahlul-bait berlepas diri dari riwayat dusta tersebut.
Bab yang lain dalam kitab Al-Kaafiy :
بَابُ أَنَّ الْأَئِمَّةَ ( عليهم السلام ) يَعْلَمُونَ
عِلْمَ مَا كَانَ وَ مَا يَكُونُ وَ أَنَّهُ لَا يَخْفَى عَلَيْهِمُ الشَّيْءُ
صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ
“Bab : Bahwasannya para imam (‘alaihis-salaam) mengetahui
ilmu yang telah terjadi maupun yang sedang terjadi. Tidak ada sesuatu pun yang
luput dari mereka shalawatullah ‘alaihim”.
Di situ ada 6 buah hadits/riwayat, yang salah satunya adalah
sebagai berikut :
أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ وَ مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ الْحُسَيْنِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ إِسْحَاقَ الْأَحْمَرِ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ حَمَّادٍ عَنْ سَيْفٍ التَّمَّارِ قَالَ كُنَّا مَعَ أَبِي عَبْدِ
اللَّهِ ( عليه السلام )...... فَقَالَ وَ رَبِّ الْكَعْبَةِ وَ رَبِّ
الْبَنِيَّةِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ لَوْ كُنْتُ بَيْنَ مُوسَى وَ الْخَضِرِ
لَأَخْبَرْتُهُمَا أَنِّي أَعْلَمُ مِنْهُمَا وَ لَأَنْبَأْتُهُمَا بِمَا لَيْسَ
فِي أَيْدِيهِمَا لِأَنَّ مُوسَى وَ الْخَضِرَ ( عليه السلام ) أُعْطِيَا عِلْمَ
مَا كَانَ وَ لَمْ يُعْطَيَا عِلْمَ مَا يَكُونُ وَ مَا هُوَ كَائِنٌ حَتَّى
تَقُومَ السَّاعَةُ وَ قَدْ وَرِثْنَاهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ( صلى الله عليه
وآله ) وِرَاثَةً
Ahmad bin Muhammad dan Muhammad bin Yahyaa, dari Muhammad
bin Al-Husain, dari Ibraahiim bin Ishaaq Al-Ahmar, dari ‘Abdullah bin Hammaad,
dari Saif At-Tammaar, ia berkata : Kami pernah bersama Abu Ja’far (‘alaihis-salaam),
…..kemudian ia berkata : “Demi Rabb Ka’bah dan Rabb Baniyyah – tiga kali - .
Seandainya aku berada di antara Musa dan Khidlir, akan aku khabarkan kepada
mereka berdua bahwasannya aku lebih mengetahui daripada mereka berdua.
Dan akan aku beritahukan kepada mereka berdua apa-apa yang tidak ada pada diri
mereka. Karena Musa dan Khidlir (‘alaihis-salaam) diberikan ilmu apa
yang telah telah terjadi, namun tidak diberikan ilmu yang sedang terjadi dan
akan terjadi hingga tegak hari kiamat. Dan sungguh kami telah
mewarisinya dari Rasulullah (shallallaahu ‘alaihi wa aalihi)[9] dengan
satu warisan” [Al-Kaafiy, 1/260-261].
Perhatikan
penjelasan Dr. Al-Qazwiniy berikut :
Ia (Dr.
Al-Qazwiiniy) pada menit 0:44 – 0:53 mengatakan : “Allah ta’ala Maha
Mengetahui segala isi hati. Dan imam dalam riwayat ini juga mengetahui
segala isi hati. Ilmu imam berasal dari Allah….. [selesai].
Apakah hal seperti ini menurut Umar Syihab tidak sesat ?. Apakah hal
seperti ini menurut Din Syamsuddin tidak ada sangkut pautnya dengan ‘aqidah ?.
Dimanakah posisi firman Allah ta’ala :
قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ
الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى
إِلَيَّ
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa
perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan
tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak
mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku" [QS.
Al-An’aam : 50] ?.
Dan kalaupun Allah memberikan sebagian khabar ghaib – baik
yang telah lalu maupun yang kemudian – kepada para hamba-Nya dari kalangan
manusia, maka itu Allah ta’ala berikan kepada para Nabi dan
Rasul-Nya :
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ
اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada
kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya
di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya” [QS. Ali ‘Imraan : 179].
Orang
Syi’ah mengatakan bahwa imam lebih tinggi kedudukannya dari para Nabi (selain
Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam).
Ayatullah Al-‘Udhmaa (baca : Ayatusy-Syi’ah)
Ar-Ruuhaaniy – semoga Allah mengembalikannya kepada kebenaran – pernah ditanya
sebagai berikut :
هل تعتقدون أن علياً كرم الله وجهه أفضل من الأنبياء؟
“Apakah engkau meyakini bahwasannya ‘Aliy karamallaahu
wajhah lebih utama daripada para Nabi ?”.
Ia
(Ar-Ruuhaaniy) menjawab :
اسمه جلت اسمائه
هذا من الامور القطعية الواضحة
هذا من الامور القطعية الواضحة
“Dengan
menyebut nama-Nya yang Maha Agung,…. Ini termasuk perkara-perkara yang pasti
lagi jelas (yaitu ‘Aliy lebih utama daripada para Nabi)” [selesai – sumber :http://www.alrad.net/hiwar/olama/rohani/r16.htm].[11]
Bahkan
seandainya seluruh Nabi berkumpul, niscaya mereka tidak akan mampu berkhutbah
menandingi khutbah ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu. Ini dikatakan oleh
salah seorang ulama Syi’ah yang sangat kesohor : As-Sayyid Kamaal Al-Haidariy :
Dasar
riwayatnya (bahwa ‘Aliy lebih utama dibandingkan para Nabi, selain Nabi
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam) tertulis di video ini :
Apakah hal seperti ini menurut Umar Syihab tidak sesat ?. Apakah hal
seperti ini menurut Din Syamsuddin tidak ada sangkut pautnya dengan ‘aqidah ?. Bukankah
ini merupakan penghinaan terhadap para Nabi dan para rasul ?. Dimanakah posisi firman Allah ta’ala :
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ
كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ
“Rasul-rasul
itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada
yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah
meninggikannya beberapa derajat” [QS. Al-Baqarah : 253] ?.
[Pelampauan
keutamaan sebagian Rasul (termasuk Nabi) hanya dilakukan oleh sebagian (Rasul)
yang lain. Allah tidak mengatakan bahwa pelampauan itu dilakukan oleh orang
yang bukan Nabi atau Rasul].
5. Orang Syi’ah – dalam hal ini
diwakili oleh Ayatusy-Syi’ah Khomainiy – mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam telah menyembunyikan sebagian risalah dan gagal
membina umat.
Khomainiy – semoga Allah memberikan balasan setimpal
kepadanya - berkata :
وواضح أنَّ النبي لو كان بلغ بأمر الإمامة طبقاً لما أمر به الله،
وبذل المساعي في هذه المجال، لما نشبت في البلدان الإسلامية كل هذه الإختلافات....
“Dan telah jelas bahwasannya Nabi jika ia
menyampaikan perkara imaamah sebagaimana yang Allah perintahkan (padanya) dan
mencurahkan segenap kemampuannya dalam permasalahan ini, niscaya perselisihan
yang terjadi di berbagai negeri Islam tidak akan berkobar…..” [Kasyful-Asraar,
hal. 155].
لقد جاء الأنبياء جميعاً من أجل إرساء قواعد العدالة في العالم؛
لكنَّهم لم ينجحوا حتَّى النبي محمد خاتم الأنبياء، الذي جاء لإصلاح البشرية
وتنفيذ العدالة وتربية البشر، لم ينجح في ذلك....
“Sungguh semua Nabi telah datang untuk menancapkan keadilan
di dunia, akan tetapi mereka tidak berhasil. Bahkan termasuk Nabi
Muhammad, penutup para Nabi, dimana beliau datang untuk memperbaiki umat
manusia, menginginkan keadilan, dan mendidik manusa – tidak berhasil dalam hal
itu….” [Nahju Khomainiy, hal 46].
Apakah hal seperti ini menurut Umar Syihab tidak sesat ?. Apakah keyakinan
seperti ini menurut Din Syamsuddin tidak ada sangkut pautnya dengan ‘aqidah ?.
Dimanakah posisi firman Allah ta’ala yang menyatakan bahwa
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah suritauladan
yang baik :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ
كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” [QS. Al-Ahzaab
: 21] ?.
6. Orang Syi’ah mengkafirkan
Ahlus-Sunnah.
Jika mereka mengkafirkan para shahabat radliyallaahu
‘anhum, maka jangan heran jika mereka juga mengkafirkan orang-orang yang
berkesesuaian pemahaman dengan para shahabat radliyallaahu ‘anhum,
yaitu Ahlus-Sunnah. Berikut perkataan para ulama Syi’ah dalam hal ini :
Al-Mufiid berkata :
اتّفقت الإماميّة على أنّ من أنكر إمامة أحد من الأئمّة وجحد ما أوجبه
الله تعالى له من فرض الطّاعة فهو كافر ضالّ مُستحقّ للخلود في النّار
“Madzhab Imaamiyyah telah bersepakat bahwasannya siapa saja
yang mengingkari imaamah salah seorang di antara para imam, dan mengingkari apa
yang telah Allahta’ala wajibkan padanya tentang kewajiban taat,
maka ia kafir lagi sesat berhak atas kekekalan neraka” [Awaailul-Maqaalaat,
hal 44 – sumber : http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-aqaed/avael-maqalat/a01.htm].
Orang yang mengingkari keimamahan versi mereka tentu saja
adalah Ahlus-Sunnah.
Yuusuf Al-Bahraaniy berkata :
إن إطلاق المسلم على الناصب وأنه لا يجوز أخذ ماله من حيث الإسلام
خلاف ما عليه الطائفة المحقة سلفا وخلفا من الحكم بكفر الناصب ونجاسته وجواز أخذ
ماله بل قتله
“Sesungguhnya pemutlakan muslim terhadap Naashib (baca
: Ahlus-Sunnah) bahwasannya tidak diperbolehkan mengambil hartanya dengan sebab
Islam (telah melarangnya), maka itu telah menyelisihi apa yang dipahami oleh
kelompok yang benar (baca : Syi’ah Raafidlah) baik dulu maupun sekarang (salaf dan khalaf)
tentanghukum kafirnya Naashib, kenajisannya, dan
diperbolehkannya mengambil hartanya, bahkan membunuhnya” [Al-Hadaaiqun-Naadlirah,
12/323-324 – sumber : shjaffar.jeeran.com].
Berikut rekaman suara Yasiir Habiib yang mengkafirkan
Ahlus-Sunnah yang ia sebut sebagai Nawaashib atau golongan ‘awwaam :
.
.
Sebagai penguat, silakan baca/lihat :
7. Shalat Syi’ah sangat berbeda
dengan shalat Ahlus-Sunnah.
Langsung saja Anda buka halaman blog berjudul : Fiqh
Syi’ah (5) : Kaifiyyah Shalat Syi'ah.
Masih
banyak sebenarnya kesesatan Syi’ah selain di atas.
MUI telah
menetapkan kriteria sesat tidaknya satu kelompok atau pemahaman sebagai berikut
:
1. Mengingkari
rukun iman dan rukun Islam.
2. Meyakini
dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`iy (Alquran
dan as-sunah).
3. Meyakini
turunnya wahyu setelah Alquran.
4. Mengingkari
otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Qur’an.
5. Melakukan
penafsiran Al-Quran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
6. Mengingkari
kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
7. Melecehkan
dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
8. Mengingkari
Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi dan
rasul terakhir.
9. Mengubah
pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah.
10. Mengkafirkan
sesama Muslim tanpa dalil syar’i.
Dari
sepuluh kriteria di atas, menurut saya Syi’ah mempunyai delapan di antaranya.[14]Saya
persilakan Umar Syihab dan Din Syamsuddin untuk mencocokkan fakta yang saya
sebut di atas dengan kriteria sesat yang telah MUI tetapkan : sesat
atau tidak sesat menurut mereka berdua.[15] Hanya
saja, saya akan sebutkan beberapa perkataan ulama Ahlus-Sunnah, bagaimana
pandangan mereka tentang kelompok Syi’ah Raafidlah.
1. ‘Alqamah bin Qais
An-Nakha’iy rahimahullah (kibaarut-taabi’iin, w. 62 H).
عَنْ عَلْقَمَةَ، قَالَ: " لَقَدْ غَلَتْ هَذِهِ الشِّيعَةُ فِي
عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَمَا غَلَتِ النَّصَارَى فِي عِيسَى ابْنِ
مَرْيَمَ "
Dari ‘Alqamah, ia berkata : “Sungguh Syi’ah ini telah
berlebih-lebihan terhadap ‘Aliyradliyallaahu ‘anhu sebagaimana
berlebih-lebuhannya Nashara terhadap ‘Iisaa bin Maryam” [Diriwayatkan ‘Abdullah
bin Ahmad bin Hanbal dalam As-Sunnah no. 1115 dan Al-Harbiy
dalam Ghariibul-Hadiits 2/581; shahih].
2. Az-Zuhriy rahimahullah.
وَأَنْبَأَنَاهُ أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْحُلْوَانِيُّ، قَالَ:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُونُسَ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ،
عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: " مَا رَأَيْتُ قَوْمًا أَشْبَهَ بِالنَّصَارَى
مِنَ السَّبَائِيَّةِ "، قَالَ أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ: هُمُ الرَّافِضَةُ
Telah memberitakan kepada kami Ahmad bin Yahyaa
Al-Hulwaaniy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Abdillah
bin Yuunus, dari Ibnu Abi Dzi’b, dari Az-Zuhriy, ia berkata : “Aku tidak pernah
melihat satu kaum yang lebih menyerupai Nashara daripada kelompok Sabaa’iyyah”.
Ahmad bin Yuunus berkata : “Mereka itu adalah Raafidlah” [Diriwayatkan oleh
Al-Aajurriy dalam Asy-Syaari’ah, 3/567 no. 2083; shahih].
3. Maalik bin Anas rahimahullah.
أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ الْمَرُّوذِيُّ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا
عَبْدِ اللَّهِ: عَنْ مَنْ يَشْتِمُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعَائِشَةَ؟ قَالَ:
مَا أُرَآهُ عَلَى الإِسْلامِ، قَالَ: وَسَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ:
قَالَ مَالِكٌ: الَّذِي يَشْتِمُ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَيْسَ لَهُ سَهْمٌ، أَوْ قَالَ: نَصِيبٌ فِي الإِسْلامِ
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Al-Marwadziy, ia
berkata : Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah tentang orang yang mencaci-maki Abu
Bakr, ‘Umar, dan ‘Aaisyah ?. Maka ia menjawab : “Aku tidak berpendapat ia di
atas agama Islam”. Al-Marwadziy berkata : Dan aku juga mendengar Abu ‘Abdillah
berkata : Telah berkata Maalik (bin Anas) : “Orang yang mencaci-maki para
shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka ia tidak
mempunyai bagian (dalam Islam)” – atau ia berkata : “bagian dalam Islam”
[Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah no. 783; shahih
sampai Ahmad bin Hanbal].
4. Asy-Syaafi’iy rahimahullah.
أنا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ الرَّحْمَنِ، ثنا أَبِي، قَالَ:
أَخْبَرَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى، قَالَ: سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ، يَقُولُ:
لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ، أَشْهَدُ بِالزُّورِ مِنَ
الرَّافِضَةِ
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Muhammad ‘Abdurrahmaan :
Telah menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku
Harmalah bin Yahyaa, ia berkata : Aku mendengar Asy-Syaafi’iy berkata : “Aku
tidak pernah melihat seorang pun dari pengikut hawa nafsu yang aku saksikan kedustaannya
daripada Raafidlah” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim dalam Aadaabusy-Syaafi’iy,
hal. 144; hasan]
عن البويطي يقول: سألت الشافعي: أصلي خلف الرافضي ؟ قال: لا تصل خلف
الرافضي، ولا القدري، ولا المرجئ....
Dari Al-Buwaithiy ia berkata : “Aku bertanya kepada
Asy-Syafi’iy : ‘Apakah aku boleh shalat di belakang seorang Rafidliy ?”. Beliau
menjawab : “Janganlah engkau shalat di belakang seorang Raafidliy, Qadariy, dan
Murji’” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 10/31].
5. Ahmad bin Hanbal rahimahullah.
وَأَخْبَرَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيدِ، قَالَ:
سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: " مَنْ شَتَمَ أَخَافُ عَلَيْهِ
الْكُفْرَ مِثْلَ الرَّوَافِضِ، ثُمَّ قَالَ: مَنْ شَتَمَ أَصْحَابَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا نَأْمَنُ أَنْ يَكُونَ قَدْ مَرَقَ عَنِ
الدِّينِ "
Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Abdul-Malik bin ‘Abdil-Hamiid
ia berkata : Aku mendengar Abu ‘Abdillah berkata : “Barangsiapa yang
mencaci-maki, aku khawatir ia akan tertimpa kekafiran seperti Raafidlah”.
Kemudian ia melanjutkan : “Barangsiapa yang mencaci-maki para shahabat Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, maka kami tidak percaya ia aman dari bahaya kemurtadan”
[Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah no. 784;
shahih].
أَخْبَرَنِي يُوسُفُ بْنُ مُوسَى، أَنَّ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ سُئِلَ،
وَأَخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ، قَالَ: " سَأَلْتُ أَحْمَدَ
بْنَ حَنْبَلٍ، عَنْ جَارٍ لَنَا رَافِضِيٍّ يُسَلِّمُ عَلَيَّ، أَرُدُّ عَلَيْهِ؟
قَالَ: لا "
Telah mengkhabarkan kepadaku Yuusuf bin Muusaa : Bahwasannya
Abu ‘Abdillah pernah ditanya. Dan telah mengkhabarkan kepadaku ‘Aliy bin
‘Abdish-Shamad, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Ahmad bin Hanbal
tentang tetanggaku Raafidliy yang mengucapkan salam kepadaku, apakah perlu aku
jawab ?”. Ia menjawab : “Tidak” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah no.
787; hasan].
6. Al-Bukhaariy rahimahullah berkata
:
مَا أُبَالِي صَلَّيْتُ خَلْفَ الْجَهْمِيِّ، وَالرَّافِضِيِّ أَمْ
صَلَّيْتُ خَلْفَ الْيَهُودِ، وَالنَّصَارَى، وَلا يُسَلَّمُ عَلَيْهِمْ، وَلا
يُعَادُونَ، وَلا يُنَاكَحُونَ، وَلا يَشْهَدُونَ، وَلا تُؤْكَلُ ذَبَائِحُهُمْ
“Sama saja bagiku shalat di belakang Jahmiy dan Raafidliy,
atau aku shalat di belakang Yahudi dan Nashrani. Jangan memberikan salam kepada
mereka, jangan dijenguk (apabila mereka sakit), jangan dinikahi, jangan
disaksikan (jenazah mereka), dan jangan dimakan sembelihan mereka” [Khalqu
Af’aalil-‘Ibaad, 1/39-40].
7. Al-Qaadliy ‘Iyaadl rahimahullahu berkata
:
وَكَذَلِك نقطع بتكفير غلاة الرافضة فِي قولهم إنّ الْأَئِمَّة أفضل
مِن الْأَنْبِيَاء
“Dan begitu pula kami memastikan kafirnya ghullat Raafidlah
tentang perkataan mereka bahwasannya para imam lebih utama dari para Nabi” [Asy-Syifaa
bi-Ahwaalil-Mushthafaa, 2/174].
8. Ibnu Hazm Al-Andaaluusiy rahimahullah berkata
:
وأما قولهم ( يعني النصارى ) في دعوى الروافض تبديل القرآن فإن
الروافض ليسوا من المسلمين ، إنما هي فرقة حدث أولها بعد موت رسول الله صلى الله
عليه وسلم بخمس وعشرين سنة .. وهي طائفة تجري مجرى اليهود والنصارى في الكذب
والكفر
“Adapun perkataan mereka (yaitu Nasharaa) atas klaim Raafidlah
tentang perubahan Al-Qur’an (maka ini tidak teranggap), karena Raafidlah bukan
termasuk kaum muslimin. Ia hanyalah kelompok yang muncul pertama kali 25 tahun
setelah wafatnya Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam.... Raafidlah
adalah kelompok berjalan mengikuti jalan orang Yahudi dan Nashara dalam dusta
dan kekufuran” [Al-Fishal fil-Milal wan-Nihal, 2/213].
9. Dan lain-lain.
Seandainya ‘ijtihad’ dua profesor : ‘Umar Syihaab dan Diin
Syamsuddin tetap menghasilkan kesimpulan Syi’ah tidak sesat, Anda dapat
mengira-ira siapa sebenarnya yang ia bela : Ahlus-Sunnah atau Syi’ah Raafidlah
?.
Anyway,.... Syi’ah Raafidlah sering menggunakan dalih mencintai Ahlul-Bait untuk
menutupi hakekat busuk ‘aqidah mereka, dan untuk menipu umat. Kecintaan
mereka itu palsu. Kecintaan yang tidak diridlai oleh Ahlul-Bait sendiri.
Ahlul-Bait berlepas diri dari mereka, dan mereka pun berlepas diri dari
Ahlul-Bait.
عَنْ عَلِيَّ بْنَ حُسَيْنٍ، وَكَانَ أَفْضَلَ هَاشِمِيٍّ
أَدْرَكْتُهُ، يَقُولُ: " يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَحِبُّونَا حُبَّ
الإِسْلامِ، فَمَا بَرِحَ بِنَا حُبُّكُمْ حَتَّى صَارَ عَلَيْنَا عَارًا "
Dari ‘Aliy bin Al-Husain – dan ia adalah seutama-utama
keturunan Bani Haasyim yang aku (perawi) temui – berkata : “Wahai sekalian
manusia[16], cintailah
kami dengan kecintaan Islam. Kecintaan kalian kepada kami senantiasa ada hingga kemudian malah
menjadi aib bagi kami” [Ath-Thabaqaat, 5/110; shahih[17]].
عَنْ فُضَيْل بْنُ مَرْزُوقٍ، قَالَ: سَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ بْنَ
الْحَسَنِ بْنِ الْحَسَنِ، أَخَا عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَسَنِ يَقُولُ: "
قَدْ وَاللَّهِ مَرَقَتْ عَلَيْنَا الرَّافِضَةُ كَمَا مَرَقَتِ الْحَرُورِيَّةُ
عَلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ "
Dari Fudlail bin Marzuuq, ia berkata : Aku mendengar
Ibraahiim bin Al-Hasan bin Al-Hasan, saudara ‘Abdullah bin Al-Hasan, berkata :
“Sungguh, demi Allah, Raafidlah telah keluar (ketaatan) terhadap kami
(Ahlul-Bait) sebagaimana Al-Haruuriyyah telah keluar (ketaatan) terhadap ‘Aliy
bin Abi Thaalib” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniydalam Fadlaailush-Shahaabah no.
36; hasan].
Ibraahiim
bin Al-Hasan bin Al-Hasan adalah anggota Ahlul-Bait dari jalur Al-Hasan bin
‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Ibnu Hibbaan berkata : “Ia
termasuk di antara pemimpin penduduk Madiinah, dan Ahlul-Bait yang mulia/agung”
[Masyaahir ‘Ulamaa Al-Amshaar, hal. 155 no. 995].
Ya, kecintaan Syi’ah terhadap Ahlul-Bait telah menjadi ‘aib
bagi kemuliaan Ahlul-Bait.Mereka telah melakukan banyak kedustaan atas nama
Ahlul-Bait untuk merusak ‘aqidah Islam dari dalam.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’
– wonokarto, wonogiri, 5761s – 1433 H].
NB : Anda jangan mudah tertipu dengan perkataan tokoh Syi’ah
dalam negeri yang katanya tidak mengkafirkan shahabat, tidak mengkafirkan kaum
muslimin, Al-Qur’an tidak mengalami perubahan, dan yang lain-lain yang bertolak
belakang dengan kontent tulisan ini. Ketika mereka ‘lemah’, maka topeng
kedustaantaqiyyah mereka gunakan. Contohnya adalah perkaataan Dr.
Jalaluddin Rahmat – yang dikenal dengan nama : Kang Jalal, tokoh Syi’ah
Indonesia – yang menegaskan bahwa Syi’ah mengharamkan nikah mut’ah. Berikut
katanya : “Kami di IJABI nikah mut’ah diharamkan”.[18] IJABI
adalah singkatan dari Ikatan Jama’ah Ahlul-Bait Indonesia – organisasi resmi
orang-orang Syi’ah di Indonesia. Sejak kapan mut’ah diharamkan oleh Syi’ah ?.
Ya, sejak Kang Jalal ngomong diharamkan. Biasa, basa-basi karena takut kedok
prostitusinya tercium masyarakat luas.
Oleh karena itu, bagi orang yang ingin tahu ‘aqidah (sesat)
Syi’ah, ya langsung saja membaca buku-buku mereka yang terbitan Iran. Atau baca
situs-situs asli mereka berbahasa ‘Arab, Persi, atau Inggris yang memang punya
misi menyebarkan paham-paham Syi’ah. Jangan dengarkan penjelasan Kang Jalal,
Quraisy Syihaab, atau ‘Umaar Syihaab karena Anda hanya akan disuguhi lawakan
konyol saja, seperti perkataan Kang Jalal barusan.
[1] Ia menjabat
sebagai salah satu ketua MUI (lihat : http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=52&Itemid=54).
[2]
Perkataan ini sama sekali tidak valid, sebab MUI telah memvonis kesesatan
Syi’ah melalui fatwanya sebagai berikut :

Catatan : Fatwa MUI di atas tidaklah mencukupi
untuk menggambarkan kesesatan dan penyimpangannya dari ajaran Islam sebagaimana
dijelaskan dalam bukti otentiknya di artikel ini.
Perkataan
Umar Syihab yang mengatasnamakan MUI ini banyak diikuti oleh
beberapa media. Berikut contohnya dan bukti otentik perkataan Umar Syihab :http://youtu.be/ifwcLelePQ8.
Baca pula
artikel kami :
[8]
Orang-orang Syi’ah berusaha membuat syubhat dengan melemahkan hadits ini. Namun
usaha mereka gagal, karena kenyataannya hadits ini memang shahih. Baca artikel
:
[14] Admin situs nahi
munkar mengatakan tujuh (http://nahimunkar.com/5243/mui-dari-10-kriteria-sesat-7-diantaranya-dimilik-syi%E2%80%99ah/).
[15] Catatan saja, MUI
tidak mensyaratkan terpenuhi kesepuluh kriteria itu satu kelompok atau
pemahaman dikatakan sesat.
[17] Baca uraian
riwayatnya dalam artikel : Islam
dan Ahlul-Bait Menolak Kecintaan ‘Berhala’ala Syi’ah.
[18]
Sumber : http://news.okezone.com/read/2011/12/31/337/549808/organisasi-syiah-indonesia-bantah-bolehkan-nikah-mut-ah danhttp://arrahmah.com/read/2011/12/31/17124-ijabi-berdusta-katakan-syiah-haramkan-nikah-mutah.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar