Berhari Raya Sesuai Tuntunan Rasulullah
.
BERHARI RAYA SESUAI TUNTUNAN RASULULLAH
Penulis: Ummu ‘Athiyah
Tiap tanggal 1 Syawal kita berhari raya ‘Iedul Fitri. Wahai
Saudariku, ketahuilah bahwa hari raya ini merupakan rahmat Allah yang diberikan
kepada umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disebut ‘Ied
karena pada hari itu Allah memberikan berbagai macam kebaikan yang kepada kita
sebagai hambaNya. Diantara kebaikan itu adalah berbuka setelah adanya larangan
makan dan minum selama bulan suci Romadhan dan kebaikan berupa diperintahkannya
mengeluarkan zakat fitrah.
Para ulama telah menjelaskan tentang sunah-sunah Rasulullah
yang berkaitan dengan hari raya, diantaranya:
1. Mandi pada hari raya.
Sa’id bin Al Musayyib berkata: “Sunah hari raya
‘idul Fitri ada tiga: berjalan menuju lapangan, makan sebelum keluar dan
mandi.”
2. Berhias sebelum berangkat sholat ‘Iedul Fitri.
Disunahkan bagi laki-laki untuk membersihkan diri dan
memakai pakaian terbaik yang dimilikinya, memakai minyak wangi dan bersiwak.
Sedangkan bagi wanita tidak dianjurkan untuk berhias dengan mengenakan baju
yang mewah dan menggunakan minyak wangi.
3. Makan sebelum sholat ‘Idul Fitri.
“Dari Anas RodhiyAllahu’anhu, ia berkata: Nabi sholAllahu
‘alaihi wa sallam tidak keluar rumah pada hari raya ‘Iedul fitri hingga makan
beberapa kurma.” (HR. Bukhari). Menurut Ibnu Muhallab berkata bahwa
hikmah makan sebelum sholat adalah agar jangan ada yang mengira bahwa harus
tetap puasa hingga sholat ‘Ied.
4. Mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang
dari sholat ‘Ied.
Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, beliau
mengambil jalan yang berbeda saat pulang dan perginya (HR. Bukhari), diantara
hikmahnya adalah agar orang-orang yang lewat di jalan itu bisa memberikan salam
kepada orang-orang yang tinggal disekitar jalan yang dilalui tersebut, dan
memperlihatkan syi’ar islam.
5. Bertakbir.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
berangkat menunaikan sholat pada hari raya ‘ied, lalu beliau bertakbir sampai
tiba tempat pelaksanaan sholat, bahkan sampai sholat akan dilaksanakan. Dalam
hadits ini terkandung dalil disyari’atkannya takbir dengan suara lantang selama
perjalanan menuju ke tempat pelaksanaan sholat. Tidak disyari’atkan takbir
dengan suara keras yang dilakukan bersama-sama. Untuk waktu bertakbir saat Idul
Fitri menurut pendapat yang paling kuat adalah setelah meninggalkan rumah pada
pagi harinya.
6. Sholat ‘Ied.
Hukum sholat ‘ied adalah fardhu ‘ain, bagi
setiap orang, karena Rosulululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa
mengerjakan sholat ‘Ied. Sholat ‘Ied menggugurkan sholat jum’at, jika ‘Ied
jatuh pada hari jum’at. Sesuatu yang wajib hanya bisa digugurkan oleh kewajiban
yang lain (At Ta’liqat Ar Radhiyah, syaikh Al Albani, 1/380). Nabi
menyuruh manusia untuk menghadirinya hingga para wanita yang haidh pun disuruh
untuk datang ke tempat sholat, tetapi disyaratkan tidak mendekati tempat
sholat. Selain itu Nabi juga menyuruh wanita yang tidak punya jilbab untuk
dipinjami jilbab sehingga dia bisa mendatangi tempat sholat tersebut, hal ini
menunjukkan bahwa hukum sholat ‘Ied adalahfardhu ‘ain.
Waktu Sholat ‘Ied adalah setelah terbitnya matahari setinggi
tombak hingga tergelincirnya matahari (waktu Dhuha). Disunahkan untuk
mengakhirkan sholat ‘Iedul Fitri, agar kaum muslimin memperoleh kesempatan
untuk menunaikan zakat fitrah.
Disunahkan untuk mengerjakan di tanah lapang di luar
pemukiman kaum muslimin, kecuali ada udzur (misalnya hujan,
angin kencang) maka boleh dikerjakan di masjid.
Dari Jabir bin Samurah berkata: “Aku sering sholat
dua hari raya bersama nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa adzan dan
iqamat.” (HR. Muslim) dan tidak disunahkan sholat sunah sebelum dan
sesudah sholat ‘ied, hal ini sebagaimana perkataan Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sholat hari raya dua raka’at. Tidak ada sholat
sebelumnya dan setelahnya
(HR. Bukhari: 9890)
Untuk Khutbah sholat ‘ied, maka tidak wajib untuk
mendengarkannya, dibolehkan untuk meningggalkan tanah lapang seusai sholat.
Khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dibuka dengan
takbir, tapi dengan hamdalah, dan juga tanpa diselingi dengan takbir-takbir.
Beliau berkutbah di tempat yang agak tinggi dan tidak menggunakan mimbar.
Rasulullah berkutbah dua kali, satu untuk pria dan satu untuk wanita, ketika
beliau mengira wanita tidak mendengar khutbahnya.
7. Ucapan selamat Hari Raya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang
mengucapkan selamat pada hari raya dan beliau menjawab: “Adapun ucapan selamat
pada hari raya ‘ied, sebagaimana ucapan sebagian mereka terhadap sebagian
lainnya jika bertemu setelah sholat ‘ied yaitu: Taqabbalallahu minna wa
minkum (semoga Allah menerima amal kami dan kalian) atau ahaalAllahu
‘alaika (Mudah-mudahan Allah memberi balasan kebaikan kepadamu) dan
semisalnya.” Telah diriwayatkan dari sejumlah sahabat Nabi bahwa mereka biasa
melakukan hal tersebut. Imam Ahmad dan lainnya juga membolehkan hal ini. Imam
Ahmad berkata, “Saya tidak akan memulai seseorang dengan ucapan selamat ‘ied,
Namun jika seseorang itu memulai maka saya akan menjawabnya.” Yang demikian itu
karena menjawab salam adalah sesuatu yang wajib dan memberikan ucapan bukan
termasuk sunah yang diperintahkan dan juga tidak ada larangannya. Barangsiapa
yang melakukannya maka ada contohnya dan bagi yang tidak mengerjakannya juga
ada contohnya (Majmu’ al-Fatawaa, 24/253). Ucapan hari raya ini
diucapkan hanya pada tanggal 1 Syawal.
8. Kemungkaran-kemungkaran yang terjadi pada hari raya.
Saat hari raya, kadang kita terlena dan tanpa kita sadari
kita telah melakukan kemungkaran-kemungkaran diantaranya:
- Berhias
dengan mencukur jenggot (untuk laki-laki).
- Berjabat
tangan dengan wanita yang bukan mahram.
- Menyerupai
atau tasyabuh terhadap orang-orang kafir dalam hal pakaian dan
mendengarkan musik serta berbagai kemungkaran lainnya.
- Masuk
rumah menemui wanita yang bukan mahrom.
- Wanita bertabarruj atau
memamerkan kecantikannya kepada orang lain dan wanita keluar ke pasar dan
tempat-tempat lain.
- Mengkhususkan
ziarah kubur hanya pada hari raya ‘ied saja, serta membagi-bagikan permen,
dan makanan-makanan lainnya, duduk di kuburan, bercampur baur antara
laki-laki dan perempuan, melakukan sufur (wanitanya tidak berhijab), serta
meratapi orang-orang yang sudah meninggal dunia.
- Berlebih-lebihan
dan berfoya-foya dalam hal yang tidak bermanfaat dan tidak mengandung
mashlahat dan faedah.
- Banyak
orang yang meninggalkan sholat di masjid tanpa adanya alasan yang
dibenarkan syari’at agama, dan sebagian orang hanya mencukupkan sholat
‘ied saja dan tidak pada sholat lainnya. Demi Allah ini adalah bencana
yang besar.
- Menghidupkan
malam hari raya ‘ied, mereka beralasan dengan hadits dari Rasulullah:“Barangsiapa
menghidupkan malam hari raya ‘iedul fitri dan ‘iedul adha, maka hatinya
tidak akan mati di hari banyak hati yang mati.” (Hadits ini maudhu’/palsu
sehingga tidak dapat dijadikan dalil).
Maroji’:
- Ahkamul
‘Aidain oleh Syaikh ‘Ali Hasan bin ‘Ali al-Halabi al-Atsari.
- Meneladani
Rasulullah dalam Berhari Raya.
***
Artikel www.muslimah.or.id
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar