Cara Niat Puasa Ramadhan Yang Benar
.
oleh Kemuning Berseri pada
2 Agustus 2012 pukul 6:02 ·
CARA NIAT PUASA RAMADHAN YANG BENAR
Niat Puasa
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
Ustadz, niat puasa Ramadhan yang benar
bagaimana? Apakah cukup satu kali untuk 1 bulan penuh atau tiap malam kita
selalu niat.
Terima kasih atas jawabannya
Dari: Adi
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah
KonsultasiSyariah.com beberapa kali mendapatkan
pertanyaan tentang tata cara niat puasa Ramadhan, ada juga yang menanyakan
lafadz niat puasa Ramadhan. Semoga keterangan berikut bisa memenuhi apa yang
diharapkan.
Pertama, dari mana asal melafalkan niat?
Keterangan yang kami pahami, munculnya anjuran melafalkan
niat ketika beribadah, berawal dari kesalah-pahaman terhadap pernyataan Imam
As-Syafi’i terkait tata cara shalat. Imam As-Syafi’i pernah menjelaskan:
الصَّلَاةِ لَا تَصِحُّ إلَّا بِالنُّطْقِ
“….shalat itu tidak sah kecuali dengan an-nuthq.” (Al-Majmu’
Syarh Muhadzab, 3:277)
An nuthq artinya berbicara atau mengucapkan.
Sebagian Syafi’iyah memaknai an nuthq di sini dengan
melafalkan niat. Padahal ini adalah salah paham terhadap maksud beliau rahimahullah.
Dijelaskan oleh An Nawawi bahwa yang dimaksud dengan an nuthq di
sini bukanlah mengeraskan bacaan niat. Namun maksudnya adalah mengucapkan takbiratul
ihram. An-Nawawi mengatakan,
قَالَ أَصْحَابُنَا غَلِطَ هَذَا الْقَائِلُ وَلَيْسَ مُرَادُ
الشَّافِعِيِّ بِالنُّطْقِ فِي الصَّلَاةِ هَذَا بَلْ مُرَادُهُ التَّكْبِيرُ
“Ulama kami (syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang memaknai
demikian adalah keliru. Yang dimaksud As Syafi’i dengan an nuthq ketika
shalat bukanlah melafalkan niat namun maksud beliau adalah takbiratul
ihram’.” (Al Majmu’, 3:277).
Kesalahpahaman ini juga dibantah oleh Abul Hasan Al Mawardi
As Syafi’i, beliau mengatakan,
فَتَأَوَّلَ ذَلِكَ – الزُّبَيْرِيُّ – عَلَى وُجُوبِ النُّطْقِ فِي
النِّيَّةِ ، وَهَذَا فَاسِدٌ ، وَإِنَّمَا أَرَادَ وُجُوبَ النُّطْق
بِالتَّكْبِيرِ
“Az Zubairi telah salah dalam menakwil ucapan Imam Syafi’i
dengan wajibnya mengucapkan niat ketika shalat. Ini adalah takwil yang salah,
yang dimaksudkan wajibnya mengucapkan adalah ketika ketika takbiratul ihram.” (Al-Hawi
Al-Kabir, 2:204).
Karena kesalah-pahaman ini, banyak kiyai yang mengkalim
bermadzhab syafiiyah di tempat kita yang mengajarkan lafal niat ketika
shalat.
Selanjutnya masyarakat memahami bahwa itu juga berlaku untuk
semua amal ibadah. Sehingga muncullah lafal niat wudhu, niat tayamum, niat
mandi besar, niat puasa, niat zakat, niat sedekah, dst.
Sayangnya, pak kiyai
tidak mengajarkan lafal niat untuk semua bentuk ibadah. Di saat itulah, banyak
masyarakat yang kebingungan, bagaimana cara niat ibadah yang belum dia hafal
lafalnya?
Itu artinya, anjuran melafalkan niat yang diajarkan sebagian
dai, telah menjadi sebab timbulnya keraguan bagi masyarakat dalam kehidupan
beragamanya.
Padahal ragam ibadah dalam Islam sangat banyak. Tentu saja,
masyarakat akan kerepotan jika harus menghafal semua lafal niat tersebut.
Padahal bukankah Islam adalah agama yang sangat mudah? Jika demikian, berarti
itu bukan bagian dari syariat Islam.
Beberapa waktu yang lalu, KonsultasiSyariah.com mendapat
pertanyaan yang cukup aneh, bagaimana lafal niat sahur yang benar? Meskipun
pertanyaan ini bukan main-main, namun kami sempat terheran ketika ada orang
yang sampai kebingungan dengan niat sahur.
Bukankah ketika orang itu makan
menjelang subuh, dalam rangka berpuasa di siang harinya, bisa dipastikan dia
sudah berniat sahur?
Lagi-lagi, menetapkan amal yang tidak disyariatkan, pasti
akan memberikan dampak yang lebih buruk dari pada manfaat yang didapatkan.
Kedua, sesungguhnya niat adalah amal hati
Siapapun ulama sepakat dengan hal ini. Niat adalah amal
hati, dan bukan amal lisan.
Imam An-Nawawi mengatakan:
النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا يكفي فيها نطق اللسان مع
غفلة القلب ولا يشترط
“Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak
cukup dengan ucapan lisan sementara hatinya tidak sadar. Dan tidak disyaratkan
dilafalkan,…” (Raudhah at-Thalibin, 1:84)
Dalam buku yang sama, beliau juga menegaskan:
لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف
“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah
hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhah
at-Thalibin, 1:268)
Dalam I’anatut Thalibin –salah satu buku
rujukan bagi syafiiyah di Indonesia–, Imam Abu Bakr ad-Dimyathi As-Syafii juga
menegaskan:
أن النية في القلب لا باللفظ، فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه
“Sesungguhnya niat itu di hati bukan dengan diucapkan.
Memaksakan diri dengan mengucapkan niat, termasuk perbuatan yang tidak butuh
dilakukan.” (I’anatut Thalibin, 1:65).
Tentu saja keterangan para ulama dalam hal ini sangat
banyak. Semoga 3 keterangan dari ulama syafiiyah di atas, bisa mewakili.
Mengingat niat tempatnya di hati, maka memindahkan niat ini di lisan berarti
memindahkan amal ibadah bukan pada tempatnya. Dan tentu saja, ini bukan cara
yang benar dalam beribadah.
Ketiga, inti niat.
Mengingat niat adalah amal hati, maka inti niat adalah
keinginan. Ketika Anda menginginkan untuk melakukan seuatu maka Anda sudah
dianggap berniat. Baik amal ibadah maupun selain ibadah. Ketika Anda ingin
makan, kemudian Anda mengambil makanan sampai Anda memakannya, maka Anda sudah
dianggap niat makan. Demikian halnya ketika Anda hendak shalat dzuhur, Anda
mengambil wudhu kemudian berangkat ke masjid di siang hari yang panas, sampai
Anda melaksanakan shalat, tentu Anda sudah dianggap berniat.
Artinya modal utama niat adalah kesadaran. Ketika Anda sadar
dengan apa yang akan Anda kerjakan, kemudian Anda berkeinginan untuk
mengamalkannya maka Anda sudah dianggap berniat. Ketika Anda sadar bahwa besok
Ramadhan, kemudian Anda bertekad besok akan puasa maka Anda sudah dianggap
berniat. Apalagi jika malam harinya Anda taraweh dan makan sahur. Tentu ibadah
semacam ini tidak mungkin Anda lakukan, kecuali karena Anda sadar bahwa esok
pagi Anda akan berpuasa Ramadhan. Itulah niat.
Syaikhul Islam pernah ditanya seperti berikut:
Bagaimana penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, tentang niat puasa Ramadhan; apakah kita harus berniat setiap
hari atau tidak?
Jawaban beliau:
كُلُّ مَنْ عَلِمَ أَنَّ غَدًا مِنْ رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ
صَوْمَهُ فَقَدْ نَوَى صَوْمَهُ سَوَاءٌ تَلَفَّظَ بِالنِّيَّةِ أَوْ لَمْ
يَتَلَفَّظْ . وَهَذَا فِعْلُ عَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ كُلُّهُمْ يَنْوِي
الصِّيَامَ
“Setiap orang yang tahu bahwa esok hari adalah Ramadhan dan
dia ingin berpuasa, maka secara otomatis dia telah berniat berpuasa. Baik dia
lafalkan niatnya maupun tidak ia ucapkan. Ini adalah perbuatan kaum muslimin
secara umum; setiap muslim berniat untuk berpuasa.” (Majmu’ Fatawa,
6:79)
Keempat, niat puasa Ramadhan
Untuk puasa wajib, seorang muslim wajib berniat sebelum
masuk waktu subuh. Hal ini berdasarkan hadis dari Hafshah radhiallahu
‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من لم يُبَيِّتِ الصيامَ من الليل فلا صيامَ له
“Barangsiapa yang belum berniat puasa di malam hari (sebelum
subuh) maka puasanya batal.”
(HR. An Nasa’i dan dishahihkan Al Albani)
Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka
tidak ada puasa baginya.”
(HR. Abu Daud, Ibnu khuzaimah, baihaqi)
Ketentuan ini berbeda dengan puasa sunah. Berdasarkan
riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
menemui Aisyah di siang hari di luar Ramadhan, kemudian beliau bertyanya:
هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاءٌ؟ وَإِلَّا , فَإِنِّي صَائِمٌ
“Apa kamu punya makanan untuk sarapan? Jika tidak, saya
tak puasa.”
(HR. Nasai, Ad-daruquthni, Ibnu Khuzaimah)
Kelima, apakah boleh berniat puasa langsung sebulan
penuh, ataukah harus tiap malam mengulang niat?
Pada prinsipnya, ketika Anda sadar bahwan besok pagi mau
puasa, maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika Anda makan sahur. Bisa
dipastikan Anda sudah niat.
Namun bolehkah seseorang melakukan niat di awal Ramadhan
untuk berpuasa penuh satu bulan? Sehingga Andaipun dia lupa atau ada faktor
lainnya, sehingga tidak sempat berkeinginan puasa, Anda tetap sah puasanya.
Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Insya Allah pendapat
yang kuat adalah boleh. Keterangan selengkapnya bisa Anda baca di:
http://www.konsultasisyariah.com/niat-puasa/
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina
KonsultasiSyariah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar