Zakat Fitri 7
ZAKAT FITRI 7
oleh Abu
Arsy Anargya As-Sundawy pada 17 Agustus 2012 pukul 7:35 ·
Bolehkah memberikan zakat fitri kepada orang kafir?
Ibnul Mundzir mengatakan, “Ulama sepakat
bahwasanya zakat harta itu tidak sah jika diberikan kepada orang kafir dzimmi.”
(Al-Ijma’, ijma’ ke 114)
Di antara dalil yang menyatakan terlarangnya penyerahan
zakat kepada orang kafir adalah hadis Mu’adz bin Jabal yang diutus Nabi ke
Yaman. Nabi mengajarkan kepada Mu’adz agar mendakwahi mereka untuk masuk Islam,
kemudian shalat, kemudian berzakat. Ketika Nabi mengajarkan tentang zakat,
beliau mengatakan, “Diambil dari orang kaya di antara mereka dan
dikembalikan kepada orang fakir di antara mereka.” Kata “mereka” dalam
hadis ini adalah ‘masyarakat Yaman yang telah masuk Islam’.
Walaupun begitu, ulama bersilang pendapat tentang zakat
fitri. Abu Hanifah membolehkan penyerahan zakat fitri kepada orang kafir.
Demikian pula, Amr bin Maimun, Amr bin Syurahbil Asy-Sya’bi, dan Al-Hamdani
pernah memberikan zakat fitri kepada pendeta Nasrani.
Adapun mayoritas ulama, di antaranya: Malik, Al-Laits,
Ahmad, Abu Tsaur, dan Asy-Syafi’i berpendapat bahwa tidak boleh menyerahkan
zakat fitri kepada orang kafir. Insya Allah, pendapat inilah yang lebih kuat,
karena fungsi zakat fitri adalah mencukupi kebutuhan kaum muslimin di pagi hari
raya sehingga mereka bisa berbahagia bersama mukmin lainnya. Fungsi ini tidak
akan tercapai jika zakat tersebut diberikan kepada orang kafir. Allahu a’lam.
Bolehkah memberikan zakat fitri kepada kerabat yang
miskin?
Dalam hal ini, perlu dirinci status kekerabatannya:
- Kerabat
yang masih dalam tanggungan kita (pemberi zakat). Contoh: orang tua, anak,
atau adik yang tinggal bersama kita atau menjadi tanggungan kita.
- Kerabat
yang menjadi tanggungan orang lain. Contoh, adik perempuan yang sudah
menikah dan suaminya berkecukupan, adik yang masih dalam tanggungan orang
tua, dan lain-lain.
- Kerabat
miskin yang tidak dalam tanggungan pemberi zakat maupun orang lain.
Misalnya, saudara laki-laki yang telah menikah, atau suami yang miskin
sementara istrinya kaya.
Untuk kerabat pertama dan kedua, seseorang tidak boleh
menyerahkan zakatnya kepada mereka.
- Untuk
orang yang masih dalam tanggungan kita, mereka tidak boleh mendapat zakat
dari kita karena kita memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah
kepadanya.
- Untuk
kerabat yang telah menjadi tanggungan orang lain, mereka tidak diberi
zakat karena sudah ada yang menanggung hidupnya sehingga tidak digolongkan
sebagai orang miskin, kecuali jika orang yang menanggung adalah orang
miskin.
Adapun kerabat yang ketiga, mereka boleh mendapat zakat dari
kita karena statusnya sebagaimana orang miskin. Allahu a’lam.
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan,
“Jika kerabat dekat tidak dalam tanggunganmu maka berikanlah zakat hartamu.
Jika termasuk orang yang engkau tanggung maka jangan engkau beri. Janganlah
engkau berikan zakat untuk orang yang engkau tanggung nafkahnya.” (Hr.
Al-Atsram, dalam Sunan-nya)
Catatan:
Dianjurkan mendahulukan kerabat yang miskin daripada
orang miskin yang lain.
- Dari
Salman bin Amir radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah untuk orang miskin
(yang bukan kerabat) hanya bernilai sedekah, sedangkan sedekah yang
diberikan kepada kerabat miskin itu bernilai sedekah dan menjalin
silaturahim.” (Hr. Ahmad; dinilai sahih oleh Syekh Syu’aib Al-Arnauth)
- Dari
Zainab radhiallahu ‘anha, istri Ibnu Mas’ud radhiallahu
‘anhu; beliau menceritakan bahwa dirinya dan salah seorang
wanita Anshar bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Bolehkah zakat kami diberikan kepada suami kami atau anak yatim yang
tinggal bersama kami?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Ya, boleh, dan baginya dua pahala: pahala karena menyambung kekerabatan
dan pahala sedekah.” (Hr. Muslim)
Keterangan: Seorang suami yang miskin boleh
mendapatkan zakat dari istrinya karena suami bukanlah tanggungan istrinya.
Namun, sebaliknya, seorang istri tidak boleh menerima zakat dari suami karena
istri merupakan tanggungan suaminya.
- Dari
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Abu Thalhah
pernah menyedekahkan kebun kurma Bairuha’ yang berada di
depan masjid. Karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenasihatkan,
“Sesungguhnya, aku menyarankan agar engkau berikan kepada kerabat
dekatmu.” (Hr. Al-Bukhari dan Muslim)
DIANJURKAN ADANYA PANITIA YANG MENANGANI ZAKAT DAN
MENGUMPULKAN ZAKAT KEPADA PANITIA?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewakilkan
kepada Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu untuk menjagazakat
fitrah. (Hr. Al-Bukhari)
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma menyerahkan
zakat fitri kepada panitia zakat. (Hr. Al-Bukhari)
Dua riwayat di atas menunjukkan bahwa salah satu kebiasaan
para sahabat, baik di masa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam masih
hidup maupun setelah beliau meninggal, adalah mengumpulkan zakat fitri kepada
panitia, untuk dibagikan ketika hari raya.
Mulla Ali Qari mengatakan, “Hadis Abu Hurairah
di atas menunjukkan bahwa para sahabat mengumpulkan zakat fitri (zakat
fitrah) mereka, kemudian menyerahkannya kepada seseorang untuk
membagikannya.” (Al-Mirqah, 6:480)
Catatan: Tidak diperbolehkan adanya jual beli beras di
masjid karena ada hadis yang melarangtransaksi jual beli di masjid. Yufidia
Semoga catatan-catatan yang selama ini saya share dapat
mendambah ilmu dan wawasan kita tentang agama yang haq ini, dan semoga
bermanfaat bagi pembaca semua, khususnya bagi saya pribadi semoga kita dapat di
amalkannya.
~SELESAI~
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar