Zakat Fitri 6
ZAKAT FITRI 6
oleh Abu
Arsy Anargya As-Sundawy pada 16 Agustus 2012 pukul 20:21 ·
SIAPA YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT?
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat
fitri … sebagai makanan bagi orang miskin ….”
(Hr. Abu Daud; dinilai
hasan oleh Syekh Al-Albani)
Hadis ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi zakat
fitri adalah sebagai makanan bagi orang miskin. Ini merupakan
penegasan bahwa orang yang berhak menerima zakat fitri adalah golongan
fakir dan miskin.
Bagaimana dengan enam golongan yang lain?
Dalam surat At-Taubah, Allah berfirman,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ
عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ (التوبة: 60)
“Sesungguhnya, zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang,
untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah.” (Qs. At-Taubah:60)
Ayat di atas menerangkan tentang delapan golongan yang
berhak menerima zakat. Jika kata “zakat” terdapat dalam Alquran secara mutlak,
artinya adalah ‘zakat yang wajib’. Oleh sebab itu, ayat ini menjadi dalil yang
menguraikan golongan-golongan yang berhak mendapat zakat harta, zakat binatang,
zakat tanaman, dan sebagainya.
Meskipun demikian, apakah ayat ini juga berlaku untuk zakat
fitri, sehingga delapan orang yang disebutkan dalam ayat di atas berhak untuk
mendapatkan zakat fitri? Dalam hal ini, ulama berselisih pendapat.
- Pertama, zakat
fitri boleh diberikan kepada delapan golongan tersebut. Pendapat ini
adalah pendapat mayoritas ulama. Mereka berdalil dengan firman Allah pada
surat At-Taubah ayat 60 di atas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menamakan zakat fitri dengan “zakat”, dan hukumnya
wajib untuk ditunaikan. Karena itulah, zakat fitri berstatus sebagaimana
zakat-zakat lainnya yang boleh diberikan kepada delapan golongan.
An-Nawawi mengatakan, “Pendapat yang terkenal dalam mazhab kami
(Syafi’iyah) adalah zakat fitri wajib diberikan kepada delapan golongan
yang berhak mendapatkan zakat harta.” (Al-Majmu’)
- Kedua,
zakat fitri tidak boleh diberikan kepada delapan golongan tersebut, selain
kepada fakir dan miskin. Ini adalah pendapat Malikiyah, Syekhul Islam Ibnu
Taimiyyah, dan Ibnul Qayyim. Dalil pendapat kedua:
1. Perkataan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallammewajibkan zakat fitri … sebagai makanan bagi orang miskin
….” (Hr. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani)
Berkaitan dengan hadis ini, Asy-Syaukani mengatakan, “Dalam
hadis ini, terdapat dalil bahwa zakat fitri hanya (boleh) diberikan kepada
fakir miskin, bukan 6 golongan penerima zakat lainnya.” (Nailul Authar,
2:7)
2. Ibnu Umar mengatakan, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan zakat fitri dan membagikannya.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Cukupi
kebutuhan mereka agar tidak meminta-minta pada hari ini.’” (Hr. Al-Juzajani;
dinilai sahih oleh sebagian ulama)
- -
Yazid (perawi hadis ini) mengatakan, “Saya menduga (perintah itu) adalah
ketika pagi hari di hari raya.”
- -
Dalam hadis ini, ditegaskan bahwa fungsi zakat fitri adalah untuk
mencukupi kebutuhan orang miskin ketika hari raya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa salah satu kemungkinan
tujuan perintah untuk mencukupi kebutuhan orang miskin di hari raya adalah agar
mereka tidak disibukkan dengan memikirkan kebutuhan makanan di hari tersebut,
sehingga mereka bisa bergembira bersama kaum muslimin yang lainnya.
Di samping dua alasan di atas, sebagian ulama (Ibnul Qayyim)
menegaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabat radhiallahu ‘anhum tidak pernah membayarkan zakat
fitri kecuali kepada fakir miskin. Ibnul Qayyim mengatakan, “Bab ‘Zakat Fitri
Tidak Boleh Diberikan Selain kepada Fakir Miskin’. Di antara petunjuk
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengkhususkan orang
miskin dengan zakat ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
pernah membagikan zakat fitri kepada seluruh delapan golongan, per
bagian-bagian. Beliau juga tidak pernah memerintahkan hal itu. Itu juga tidak
pula pernah dilakukan oleh seorang pun di antara sahabat, tidak pula
orang-orang setelah mereka (tabi’in). Namun, terdapat salah satu
pendapat dalam mazhab kami bahwa tidak boleh menunaikan zakat fitri kecuali
untuk orang miskin saja. Pendapat ini lebih kuat daripada pendapat yang
mewajibkan pembagian zakat fitri kepada delapan golongan.” (Zadul Ma’ad,
2:20)
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
orang yang berhak menerima zakatadalah fakir miskin saja.
Catatan:
Sebagian orang memberikan zakat fitri untuk pembangunan
masjid, rumah sakit Islam, yayasan-yayasan Islam, atau pemuka agama. Apa
hukumnya?
- Jika
kita mengambil pendapat bahwa zakat fitri hanya boleh diberikan kepada
fakir miskin maka memberikan zakat fitri kepada masjid, yayasan Islam,
atau tokoh masyarakat yang bukan orang miskin itu termasuk tindakan
memberikan zakat kepada sasaran yang tidak berhak. Sebagian ulama
menerangkan bahwa memberikan zakat kepada golongan yang tidak berhak itu
dinilai sebagai tindakan durhaka kepada Allah dan kewajibannya belum
gugur. Artinya, zakat fitrinya harus diulangi.
- Jika
kita bertoleransi terhadap pendapat yang membolehkan pemberian zakat fitri
kepada semua golongan yang delapan maka perlu diketahui bahwasanya masjid,
yayasan Islam, atau pemuka agama tidaklah termasuk dalam delapan golongan
tersebut. Masjid atau yayasan tidak bisa digolongkan sebagai “fi
sabilillah”.
- Demikian
pula terkait pemuka agama. Jika dia orang yang berkecukupan maka dia tidak
berhak diberi maupun menerima zakat karena zakat ini adalah hak orang
fakir miskin. Jika ada pemuka agama atau tokoh masyarakat yang menerima
zakat atau bahkan meminta zakat maka berarti dia telah menyita hak orang
lain.
Bolehkah panitia zakat fitri menerima bagian zakat fitri?
Panitia yang bertugas mengumpulkan zakat fitri –statusnya–
tidak sebagaimana amil dalam zakat harta yang berhak mendapatkan bagian zakat
karena amil zakat adalah orang yang diangkat secara resmi oleh pemerintah untuk
menarik dan mengumpulkan zakat dari pemilik harta. Mereka memiliki kekuasaan
dan wewenang untuk memaksa, dan statusnya sebagaimana wakil pemerintah dalam
mengurus zakat.
Sifat-sifat semacam ini tidak ditemukan pada panitia zakat
fitri di tempat kita karena panitia zakat fitri hanyalah bertugas mengumpulkan
dan membagikan zakat dan tidak punya wewenang sedikit pun untuk memaksa.
Posisinya hanya sebagaimana wakil orang yang menunaikan zakat fitri. Oleh
karena itu, mereka tidak bisa digolongkan sebagai amil zakat harta. Sesuatu
akan digolongkan kepada kelompok tertentu jika dia memiliki ciri yang sama
dengan kelompok tersebut.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa panitia zakat tidak
berhak menerima zakat kecuali jika panitia tersebut termasuk orang miskin. Jika
panitia tersebut adalah orang miskin maka dia berhak menerima karena statusnya
sebagai orang miskin yang berhak menerima zakat, bukan karena statusnya sebagai
amil zakat, bukan pula sebagai upah untuk tugas menangani zakat.
Bolehkah panitia diberi upah dengan mengambil sebagian
zakat fitri?
Telah ditegaskan bahwa zakat fitri adalah hak fakir miskin
sehingga zakat ini tidak boleh diberikan kepada selain mereka atau dimanfaatkan
untuk kepentingan yang lain, apa pun bentuknya, karena ini berarti menyita hak
mereka. Termasuk dalam hal ini adalah menjadikan zakat fitri sebagai upah untuk
panitia atau dijual sebagian untuk menutupi biaya pengurusan zakat.
Jika panitia zakat adalah orang-orang yang bekerja dengan
upah atau dibutuhkan biaya untuk pengurusan zakat maka upah atau biaya tersebut
tidak boleh diambil dari zakat fitri, namun diambil dari kas masjid atau yang
lainnya.
Ringkasnya, pengurus zakat fitri tidak berhak
menerima bagian dari zakat fitri karena dua alasan:
- Jika
kita berpendapat bahwa zakat fitri itu boleh diberikan kepada 8 golongan
maka panitia zakat fitri tidak berhak menerima zakat fitri karena mereka
tidak termasuk dalam 8 golongan tersebut. Mereka bukanlah amil zakat,
berdasarkan pengertian “amil”.
- Pendapat
yang lebih kuat adalah bahwa amil zakat tidak berhak menerima zakat fitri.
Apa standar “miskin”?
Pengertian “miskin” dikembalikan pada kondisi masyarakat
setempat; standar ini berubah sesuai dengan perubahan waktu dan tempat. Orang
miskin masa silam, memiliki standar yang berbeda dengan orang miskin masa
sekarang. Demikian pula, orang miskin Indonesia kondisinya berbeda dengan
miskin negeri Eropa. Oleh karena itu, selama masyarakat setempat menyebut orang
tertentu statusnya miskin maka orang tersebut berhak untuk mendapatkan zakat
fitri di tempat tersebut.
Orang miskin yang saleh lebih diutamakan untuk
mendapatkan zakat
Syekhul Islam mengatakan, “Tidak selayaknya
zakat diberikan kepada orang yang tidak menggunakannya untuk ketaatan kepada
Allah karena Allah mewajibkan zakat sebagai bantuan untuk melakukan ketaatan kepada
Allah, bagi orang beriman yang membutuhkan, seperti: orang miskin, orang yang
terlilit utang, … maka orang yang membutuhkan namun meninggalkan shalat tidak
boleh diberi zakat sedikit pun, sampai dia bertobat dan dipaksa untuk melakukan
shalat.” (Ahkam Zakat Fitri)
Ibnul ‘Arabi mengatakan, “Adapun tentang seorang
muslim yang suka berbuat maksiat, maka tidak ada perselisihan pendapat bahwa
zakat fitri boleh diberikan kepada mereka kecuali jika orang tersebut
meninggalkan rukun-rukun Islam, seperti: shalat atau puasa. Zakat
tidak boleh diberikan kepadanya sampai dia bertobat.” (Tafsir Al-Qurthubi,
untuk surat At-Taubah ayat 60)
Akan tetapi, jika sampai zakat fitri itu jatuh ke tangan
orang miskin yang fasik atau meninggalkan puasa maka penunaian zakat tersebut
tetap sah dan tidak perlu diulangi. Sebagaimana hadis yang terdapat dalam Shahih
Muslim, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita
tentang seseorang yang memberikan zakatnya kepada orang kaya, pencuri, dan
pelacur, karena sebelumnya dia tidak tahu. Meski demikian, zakatnya tetap
diterima.
Masih bersambung juga... Insya Allaah
.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar