Zakat Fitri 3
https://www.facebook.com/notes/abu-arsy-anargya-as-sundawy/zakat-fitri-7/10151023030130003
.
ZAKAT FITRI 3
oleh Abu
Arsy Anargya As-Sundawy pada 14 Agustus 2012 pukul 22:16 ·
Bolehkah seseorang membayarkan zakat fitri untuk saudara
atau orang tuanya?
Diperbolehkan bagi seseorang untuk membayarkan zakat fitri
orang lain, siapa pun dia, karena pembayaran zakat fitri tidak dipersyaratkan
harus dari harta pribadi, tidak sebagaimana zakat harta atau emas. Namun, perlu
diingat, orang yang hendak membayarkan zakat untuk orang lain yang mampu
membayar zakat sendiri harus memberitahukan terlebih dahulu kepada orang yang
dia bayarkan zakatnya. Hal ini mengingat dua hal:
- Agar
tidak terjadi pengulangan pembayaran zakat sehingga zakat fitrinya dua
kali
- Semua
amal hamba itu membutuhkan niat. Termasuk dalam hal ini adalah zakat. Oleh
karena itu, orang yang dizakati perlu diberi tahu sehingga dia bisa
berniat ketika dizakati.
Apakah pembantu wajib dibayarkan zakatnya?
Jika nafkah pembantu tersebut ditanggung oleh tuannya,
misalnya: pembantu rumah tangga, maka tuan tersebut wajib membayarkan zakat
fitri untuk pembantunya. Jika nafkah pembantu tidak ditanggung tuannya maka
tidak ada kewajiban bagi tuannya untuk menunaikan zakat fitri pembantunya.
Imam Malik mengatakan, “Tidak ada kewajiban bagi
seseorang untuk membayarkan zakat fitri bagi budak milik budaknya, pembantunya,
dan budak istrinya, kecuali orang yang membantu dirinya dan harus dia nafkahi
maka status zakatnya wajib.” (Al-Muwaththa’, 2:334)
>
Dimanakah Zakat Fitrah (Fitri) Ditunaikan?
Disunahkan untuk menunaikan zakat fitrah (fitri)
di daerah tempat orang tersebut berada ketika hari raya. Hanya saja,
diperbolehkan menunaikan zakat fitri di luar tempat orang tersebut berdomisili.
Syahnun bertanya kepada Ibnul Qasim (murid Imam Malik),
“Apa pendapat Imam Malik tentang orang Afrika yang tinggal di Mesir pada saat
hari raya; di manakah zakat fitrinya ditunaikan?”
Ibnul Qasim menjawab, “Imam Malik mengatakan, “Zakat
fitri ditunaikan di tempat dia berada. Jika keluarganya di Afrika membayarkan
zakat fitri untuknya, hukumnya boleh dan sah.” (Al-Mudawwanah, 2:367)
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ditanya tentang
tempat yang disyariatkna untuk penunaikan zakat fitri.
Beliau menjawab, “Selayaknya, kita memahami kaidah
bahwasanya zakat fitri itu mengikuti badan. Maksudnya, badan orang yang
dizakati. Adapun zakat harta itu mengikuti (lokasi) harta tersebut berada.
Berdasarkan hal ini, zakat fitri oleh orang yang berada di Mekkah itu
ditunaikan di Mekkah, sedangkan untuk keluarganya yang tinggal di luar Mekkah
maka zakat fitrinya ditunaikan di tempat mereka masing-masing.” (Majmu’
Fatawa Ibni Utsaimin)
>
Waktu Zakat
Sebagaimana telah disebutkan dalam pengertian zakat fitri (zakat
fitrah), bahwasanya zakat ini disebut “zakat fitri” karena hubungan
sebab-akibat. Artinya, zakat fitri ini disyariatkan dengan sebab adanya “fitri”,
yaitu waktu selesainya berpuasa (masuk hari raya). Rangkaian dua kata ini
(zakat fitri) mengandung makna pengkhususan. Artinya, zakat ini khusus
diwajibkan ketika ada waktu fitri. Siapa saja yang menjumpai waktu
fitri ini maka orang tersebut wajib ditunaikan zakat fitrinya. Sebaliknya,
siapa saja yang tidak menjumpai waktu fitri maka tidak wajib baginya ditunaikan
zakat fitri.
Kemudian, ulama berselisih pendapat tentang waktu wajib
menunaikan fitri. Dalam hal ini, ada tiga pendapat:
- Waktu
wajib adalah ketika terbitnya fajar tanggal 1 Syawal. Ini adalah pendapat
Imam Abu Hanifah dan salah satu pendapat Imam Malik.
- Waktu fitri dimulai
sejak tenggelamnya matahari di hari puasa yang terakhir. Ini adalah
pendapat Imam Syafi’i, menurut riwayat yang sahih dari beliau.
- Waktu fitri adalah
waktu sejak terbenamnya matahari di hari puasa terakhir sampai terbitnya
fajar di tanggal 1 Syawal. Pendapat ketiga ini adalah pendapat mayoritas
Syafi’iyah.
Ringkasnya, pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini
adalah pendapat Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa waktu wajibnya zakat fitri
adalah waktu ketika matahari terbenam di hari puasa terakhir karena makna
istilah “fitri” (berbuka) yang berlaku untuk setiap bulan adalah waktu
ketika matahari telah terbenam. Dengan demikian, siapa saja yang menjumpai
waktu ketika matahari terbenam di hari terakhir bulan Ramadan maka zakatnya
wajib ditunaikan.
Sebagai contoh:
- Bayi
yang dilahirkan beberapa saat sebelum matahari terbenam di hari terakhir
bulan Ramadan itu wajib dizakati, karena bayi ini menjumpai waktu fitri.
Sebaliknya, jika lahirnya beberapa saat setelah terbenamnya matahari di
hari tersebut maka dia tidak wajib dizakati, karena bayi ini lahir dalam
keadaan tidak menjumpai waktu fitri.
- Orang
yang meninggal beberapa saat setelah terbenamnya matahari di hari terakhir
bulan Ramadan, wajib ditunaikan zakatnya karena orang ini menjumpai
waktu fitri. Sebaliknya, jika meninggalnya beberapa saat
sebelum matahari terbenam maka tidak wajib dizakati karena dia tidak
berjumpa dengan waktu fitri. (lihat Syarh Shahih
Muslim li An-Nawawi, 3:417)
Batas terakhir zakat fitri
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma; beliau
mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri
…. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan
barang siapa yang menunaikannya setelah shalat maka statusnya hanya sedekah
biasa.” (Hr. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma;
beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
kami agar menunaikan zakat fitri sebelum berangkatnya kaum
muslimin menuju lapangan untuk shalat hari raya.” (Hr. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa zakat fitri wajib ditunaikan
sebelum shalat hari raya. Bagaimana dengan orang yang telat membayar zakat
sampai shalat hari raya dilaksanakan? Ada dua pendapat ulama tentangnya.
- Pertama,
kewajiban zakat fitrinya gugur. Pendapat ini yang dipilih oleh Daud
Azh-Zhahiri dan Al-Hasan bin Ziyad. Di antara ulama yang berpendapat
demikian adalah Ibnul Qayyim. Dalam kitab Zadul Ma’ad, beliau
mengatakan, “Dua hadis ini (hadis Ibnu Abbas dan Ibnu Umarradhiallahu
‘anhuma di atas) menunjukkan tidak bolehnya menunda pembayaran
zakat fitri sampai shalat hari raya. Kesempatan zakat fitri ini telah
tiada dengan selesainya shalat hari raya. Inilah pendapat yang benar,
karena tidak ada dalil yang berlawanan dengan dua hadis ini, tidak ada
yang menghapusnya, dan tidak ada ijma’ ulama yang menolak
maknanya. Guru kami (Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah) berpendapat demikian
dan menguatkan pendapat ini.” (Zadul Ma’ad, 2:20)
- Kedua,
kewajiban zakatnya tidak gugur sampai dibayarkan, karena dalam zakat fitri
ada hak untuk manusia (fakir miskin) dan ada hak untuk Allah. Hak untuk
manusia (fakir miskin) tidak bisa gugur sampai zakat ini diberikan kepada
mereka. Adapun kewajiban orang yang menunda pembayaran zakat fitri kepada
Allah adalah bertobat dan menyesali berbuatannya. Dengan melakukan dua hal
ini (membayar zakat dan bertobat) berarti dia telah memenuhi hak Allah dan
hak manusia. Pendapat kedua inilah yang lebih tepat. Pendapat ini yang
dipilih oleh mayoritas ulama, di antaranya: Imam Malik, Imam Abu Hanifah,
Al-Laits, dan Imam Ahmad.
Apakah statusnya masih “zakat fitri”?
Dalam hadis di atas, Ibnu Abbas mengatakan, “Barang siapa
yang menunaikannya setelah shalat maka statusnya hanya sedekah biasa.”
Hadis ini menunjukkan bahwa status bahan makanan yang
dibayarkan setelah shalat tidak lagi disebut zakat fitri, namun hanya sedekah
biasa yang wajib ditunaikan.
Bersambung .....
https://www.facebook.com/notes/abu-arsy-anargya-as-sundawy/zakat-fitri-7/10151023030130003
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar